Wednesday 1 February 2017

Ban Hoax! (Eng)~

Ketika saya mengetik kata hoax di google, muncul di urutan teratas yaitu arti kata dalam bahasa inggris: a humorous or malicious deception (n) yang berarti sebuah penipuan lucu atau jahat. Tidak ada pengertian atau tautan berbahasa Indonesia yang muncul di halaman pertama search engine google untuk kata hoax. Memang, kata hoax belum diserap dalam bahasa Indonesia. Meskipun demikian, masyarakat Indonesia sudah sangat sering menggunakan kata hoax dalam komunikasi sehari-hari maupun seminggu-minggu.
Baru-baru ini saya mengalami fenomena perhoaxan nasional. Kala perjalanan ke Solo dengan seorang jomblo, saya mendapati ban belakang motor saya bocor. Setelah berdebat lama akhirnya kami putuskan menambalkannya. Oke beres. Tapi setelah melanjutkan perjalanan dengan jarak tempuh (s) kira-kira 6,5 km lebih 3 meter plus 2 langkah bayi laki-laki umur setahun dengan kecepatan (v) 80 km/h, ban motor saya bocor lagi. Pertanyaannya, berapa waktu (t) yang digunakan untuk perjalanan kami? Tapi sebelum menjawab pertanyaan nggak berguna itu, akhirnya saya memutuskan untuk mampir ke warung ban dan melakukan tambal ban dengan seksama tanpa proses perdebatan. Di tengah proses tambalisasi itu, si tukang berpendapat bahwa ban luar harus diganti karena ia mendapat temuan cacat yang bisa merusak ban dalam. Saya menuruti saja hasrat si tukang tambal itu. Agar variatif maka saya ganti ban dalam baru dan ban luar bekas sehingga tidak terkesan monoton. Oke. Masalah beres lagi.
Selang sepekan, ban saya kok bocor lagi. Saya jadi curiga, apa ada yang menublesi ban saya ketika saya berkendara atau bagaimana. Sontak saya langsung membaca buku-buku teori sosiologi klasik, modern, dan posmo untuk menganalisis fenomena ini,  akhirnya saya berhipotesa bahwa ban dalam motor saya yang saya beli di Salatiga itu adalah produk perusahaan kapitalis sehingga sudah dibatasi umurnya agar kita terus membeli dalam jangka waktu tertentu. Sial. Teman saya yang lain, jomblo juga, saya minta menambalkan untuk menguatkan hipotesis saya. Dan benar, malamnya langsung bocor lagi.

Oke, kali ini saya tak ingin dianggap seperti keledai, yang terperosok ke lubang yang sama sehingga saya bawa ke dokter spesialis ban Mas Tamtam, M.Bal,. Setelah riset panjang, mendengarkan argumen saya, bantahan dari teman saya, akhirnya Mas Tam bersintesis bahwa ban njobo saya adalah ban hoax. Ia menganalisis dari ukiran-ukiran yang ada di ban itu, ketajamannya, polanya, dsb. Ban tersebut adalah ban bekas yang diukir kembali menggunakan silet sehingga pola kembangnya terlihat dalam lalu dijual kembali pada konsumen ban jalanan. Ban tersebut terlihat bagus karena ukirannya masih dalam dan dipoles dengan bahan pengkilap supaya nampak baru. Eng ing eng.
Alih-alih sering digunakan dalam komunikasi, ternyata hoax kini sudah menjadi laku bagi sebagian orang. Sampai-sampai tukang tambal ban pun mengamalkan ini. Saya awalnya berniat sakit hati, tapi i'tikad mulia itu saya urungkan. Saya kembali menengok pada definisi hoax yang ada di google tadi bahwa ini hanya tipuan yang lucu. Meskipun ada pengertian lain yang mendefinisikan ini sebagai tipuan yang jahat, tapi saya pilih yang mula-mula saja biar tidak kecewa terlalu berlarut dan menghabiskan energi bangsa ini. Bagaimanapun juga, baik jahat atau lucu, yang namanya penipuan tetap pedih di mata, sobat. Jangan.
Pesan saya untuk tukang tambal ban: semoga anda bisa tetap melucu dengan cara yang elegan. Untuk konsumen ban bekas: tertawalah kalau banyak orang melakukan kelucuan. Tapi ingat, jangan lupa berbaik sangka karna ini hanya tipuan yang lucu. Meski menyakitkan.

#BanHoax
#TolakHoax
#TerimaKelucuan