Ketika saya mengetik
kata hoax di google, muncul di urutan teratas yaitu arti kata dalam bahasa
inggris: a humorous or malicious
deception (n) yang berarti sebuah penipuan lucu atau jahat. Tidak ada
pengertian atau tautan berbahasa Indonesia yang muncul di halaman pertama
search engine google untuk kata hoax. Memang, kata hoax belum diserap dalam
bahasa Indonesia. Meskipun demikian, masyarakat Indonesia sudah sangat sering
menggunakan kata hoax dalam komunikasi sehari-hari maupun seminggu-minggu.
Baru-baru ini saya
mengalami fenomena perhoaxan nasional. Kala perjalanan ke Solo dengan seorang
jomblo, saya mendapati ban belakang motor saya bocor. Setelah berdebat lama
akhirnya kami putuskan menambalkannya. Oke beres. Tapi setelah melanjutkan perjalanan
dengan jarak tempuh (s) kira-kira 6,5 km lebih 3 meter plus 2 langkah bayi
laki-laki umur setahun dengan kecepatan (v) 80 km/h, ban motor saya bocor lagi.
Pertanyaannya, berapa waktu (t) yang digunakan untuk perjalanan kami? Tapi sebelum
menjawab pertanyaan nggak berguna itu, akhirnya saya memutuskan untuk mampir ke
warung ban dan melakukan tambal ban dengan seksama tanpa proses perdebatan. Di
tengah proses tambalisasi itu, si tukang berpendapat bahwa ban luar harus
diganti karena ia mendapat temuan cacat yang bisa merusak ban dalam. Saya
menuruti saja hasrat si tukang tambal itu. Agar variatif maka saya ganti ban dalam
baru dan ban luar bekas sehingga tidak terkesan monoton. Oke. Masalah beres
lagi.
Selang sepekan, ban
saya kok bocor lagi. Saya jadi curiga, apa ada yang menublesi ban saya ketika
saya berkendara atau bagaimana. Sontak saya langsung membaca buku-buku teori sosiologi
klasik, modern, dan posmo untuk menganalisis fenomena ini, akhirnya saya berhipotesa bahwa ban dalam
motor saya yang saya beli di Salatiga itu adalah produk perusahaan kapitalis sehingga
sudah dibatasi umurnya agar kita terus membeli dalam jangka waktu tertentu.
Sial. Teman saya yang lain, jomblo juga, saya minta menambalkan untuk
menguatkan hipotesis saya. Dan benar, malamnya langsung bocor lagi.
Oke, kali ini saya tak
ingin dianggap seperti keledai, yang terperosok ke lubang yang sama sehingga
saya bawa ke dokter spesialis ban Mas Tamtam, M.Bal,. Setelah riset panjang, mendengarkan
argumen saya, bantahan dari teman saya, akhirnya Mas Tam bersintesis bahwa ban
njobo saya adalah ban hoax. Ia menganalisis dari ukiran-ukiran yang ada di ban
itu, ketajamannya, polanya, dsb. Ban tersebut adalah ban bekas yang diukir
kembali menggunakan silet sehingga pola kembangnya terlihat dalam lalu dijual kembali
pada konsumen ban jalanan. Ban tersebut terlihat bagus karena ukirannya masih
dalam dan dipoles dengan bahan pengkilap supaya nampak baru. Eng ing eng.
Alih-alih sering digunakan
dalam komunikasi, ternyata hoax kini sudah menjadi laku bagi sebagian orang. Sampai-sampai
tukang tambal ban pun mengamalkan ini. Saya awalnya berniat sakit hati, tapi i'tikad
mulia itu saya urungkan. Saya kembali menengok pada definisi hoax yang ada di
google tadi bahwa ini hanya tipuan yang lucu. Meskipun ada pengertian lain yang
mendefinisikan ini sebagai tipuan yang jahat, tapi saya pilih yang mula-mula
saja biar tidak kecewa terlalu berlarut dan menghabiskan energi bangsa ini. Bagaimanapun
juga, baik jahat atau lucu, yang namanya penipuan tetap pedih di mata, sobat.
Jangan.
Pesan saya untuk tukang
tambal ban: semoga anda bisa tetap melucu dengan cara yang elegan. Untuk konsumen
ban bekas: tertawalah kalau banyak orang melakukan kelucuan. Tapi ingat, jangan
lupa berbaik sangka karna ini hanya tipuan yang lucu. Meski menyakitkan.
#BanHoax
#TolakHoax
#TerimaKelucuan
0 comments:
Post a Comment