Mukh. Imron Ali Mahmudi
Abstrak
Tulisan ini
bertujuan untuk membahas bagaimana perubahan perilaku yang terjadi pada
mahasiswa Jurusan Sosiologi dan Antropologi Unnes angkatan 2012 yang menerima beasiswa
bidikmisi dalam hal perilaku ekonomi khususnya dalam mengkonsumsi barang.
Mahasiswa penerima beasiswa bidikmisi, mereka berasal dari golongan ekonomi
menengah kebawah. Namun gaya hidupnya tidak sesuai dengan latarbelakang
ekonominya. Mereka mengkonsumsi barang secara berlebihan. Barang-barang yang
mereka konsumsi bukanlah barang yang benar-benar mereka butuhkan. Kondisi
lingkungan sekitar kampus yang menyediakan berbagai barang dan jasa yang
lengkap memicu mereka untuk bergaya hidup konsuntif. Mereka mengkonsumsi barang
secara berlebihan juga karena tuntutan pergaulan, agar dapat diterima dalam
kelompok pergaulanya. Hal ini menimbulkan kecemburuan dari mahasiwa lain yang
tidak menerima beasiswa. Mereka merasa mahasiswa bidikmisi tidaklah pantas bergaya
hidup yang berlebihan, karena tidak mencerminkan posisi mereka sebagai
mahasiswa yang kurang mampu, yang mendapat bantuan finansial dari pemerintah.
Kata kunci:
konsumsi, perilaku konsumtif, mahasiswa bidikmisi
PENDAHULUAN
Mahasiswa penerima beasiswa Bidikmisi
Jurusan Sosiologi Antropologi Unnes angkatan 2012 (selanjutnya disebut
mahasiswa bidikmisi) adalah mahasiswa yang mengikuti program bantuan biaya
pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah melalui Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan mulai tahun 2010 karena mereka memiliki potensi
akademik memadai dan kurang mampu secara ekonomi. Tujuan pemerintah
menyelenggarakan Program bidikmisi adalah untuk menghidupkan harapan masyarakat
kurang mampu dan mempotensi akademik memadai untuk dapat menempuh pendidikan
sampai jenjang pendidikan tinggi.
Mahasiswa penerima beasiswa bidik misi
adalah mahasiswa dari golongan ekonomi menengah kebawah yang difasilitasi oleh
pemerintah dalam hal finansial pendidikan, sehingga mereka tidak membayar uang
operasional pendidikannya di kampus. Mereka juga diberi uang saku sebagai biaya
hidup sekitar Rp. 600.000/ bulan. Sebagian dari mereka masih menerima uang saku
dari orangtuanya di rumah.
Mereka diharapkan mampu menjalankan
amanah Pemerintah dengan sebaik-baiknya. Perilaku mereka akan selalu mendapat
pengawasan oleh pihak Universitas yang “dititipi” oleh pemerintah untuk
memonitor dan mengevaluasi mahasiswa Bidikmisi. Setiap tahunnya mahasiswa
Bidikmisi harus mempertanggung jawabkan amanah yang diberikan dengan mengikuti
aturan serta menunjukan prestasi yang bagus baik dalam bidang akademik maupun
non-akademik.
Sebagai calon guru mereka diharapkan
mampu menjadi contoh dalam masyarakat. Karena sudah selayaknya seorang guru
berperilaku sederhana terlebih lagi dalam urusan gaya hidup. Mahasiswa
Bidikmisi sebagai calon guru yang sebelumnya tidak pernah memegang uang
sendiri, karena rata-rata mereka belum pernah bekerja. Kini harus mulai
mengatur keuangannya sendiri dengan baik, minimal bisa memanfaatkan uang yang
telah diterima dari pemerintah untuk mencukupi keperluannya dengan bijaksana,
tidak berlebihan, dan sesuai kebutuhan.
Pengaruh teman sepermainan yang
berperilaku konsumtif bisa menjadi pemicu mereka untuk mengikutinya. Kondisi
sekitar kampus yang menyediakan secara lengkap keinginan dan kebutuhan
masyarakat turut menjadi pendukung terjadinya konsumerisme dikalangan
mahasiswa. Sehingga sebagai mahasiswa, khususnya penerima beasiswa Bidikmisi
dalam hal ini harus pintar-pintar dalam memilih teman maupun lingkungan yang
kondusif agar mereka tidak terjerumus kedalam lembah konsumerisme. Harapannya
mereka bisa bergaya hidup sewajarnya sebagai seorang penerima beasiswa yang
berasal dari keluarga dengan latar belakang ekonomi menengah kebawah yang juga
sekaligus mereka adalah calon guru yang nantinya akan jadi panutan
ditengah-tengah masyarakat.
Perilaku Konsumsi
Mahasiswa Bidikmisi
Perilaku konsumsi mahasiswa Bidikmisi
dalam membeli barang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kondisi ekonomi
keluarga, lingkungan tempat tinggal (kost atau rumah), hubungan (pergaulan)
mahasiswa dengan teman / masyarakat, perkembangan informasi, dan teknologi
sangat berpengaruh terhadap gaya hidup mereka. Disamping itu tata kehidupan
kampus juga mempengaruhi gaya hidup dan perilaku konsumtif yang dilakukan
mahasiswa.
Kondisi ekonomi keluarga mahasiswa
Bidikmisi hampir sama. Mereka berasal dari golongan ekonomi menengah ke bawah.
Sehingga mereka mau tidak mau harus menyesuaikan kebutuhan dengan uang yang
mereka punya. Namun maslahnya adalah, kini mahasiswa Bidikmisi bukan lagi
mahasiswa yang kekurangan biaya sehingga makan saja susah. Tapi mahasiswa
bidikmisi sudah menjadi bos-bos kecil karena setiap bulannya mereka menerima
uang sejumlah Rp.600.000. Kalau dihitung-hitung kebutuhan mereka dijatah 20
ribu sehari. Jumlah yang lumayan untuk hidup di sekitar kampus Unnes Sekaran
yang menyedia makanan dengan harga yang murah dibanding di daerah lain. Belum
lagi diantara mereka banyak juga yang masih menerima uang saku dari orang tua
masing-masing yang rata-rata menerima antara 200-300 ribu sebulan. Hal ini
sangat membuka peluang mereka untuk bergaya hidup konsumtif.
Lingkungan tempat tinggal (kos atau
asrama) mahasiswa juga berpengaruh kuat terhadap perilaku konsumtif mahasiswa.
Mahasiswa sering makan di tempat makan yang mahal, yang penting dekat dengan
tempat kos atau asramanya. Kebutuhan makan yang umumnya adalah 5-7 ribu tiap
makan menjadi lebih besar dari itu karena mereka memilih tempat makan yang sesuai
dengan keinginan mereka.
Lingkungan pergaulan adalah faktor
paling berpengaruh bagi mahasiswa Bidikmisi untuk bergaya hidup konsumtif.
Disinilah kebutuhan mereka terbentuk. Agar keberadaanya diakui oleh teman
sepermainan atau teman sekelompoknya. Mereka biasanya mengikuti pola hidup
mahasiswa lain dalam mengkonsumsi barang yang untuk ukuran mahasiswa tersebut
adalah standar, namun untuk ukuran mahasiswa Bidikmisi masih terlalu tinggi.
Secara langsung ataupun tidak, mahasiswa Bidikmisi membeli barang yang tidak
begitu mereka butuhkan seperti membeli pulsa untuk mengakses internet yang bagi
mahasiswa dari keluarga kaya adalah hal yang wajar. Namun untuk mahasiswa
bidikmisi menjadi keinginan yang terselubung dalam kebutuhan semu mereka.
Kebutuhan umum mahasiswa pada dasarnya
hampir sama baik mahasiswa Bidikmisi maupun mahasiswa umum. Kebutuhan sekunder
diluar keperluan kuliahlah yang berbeda. Jika mahasiswa dari keluarga kaya
selalu memperoleh fasilitas yang diperlukan dari orang tuanya. Maka mahasiswa
Bidikmisi pun berusaha memperoleh apa yang diterima mahasiswa lain. Namun
masalahnya adalah kemampuan mereka dalam memenuhi kebutuhannya tidaklah sama. Dalam hal ini mahasiswa
Bidikmisi kesulitan untuk mengimbangi apa yang dimiliki oleh mahasiswa lain.
Namun, demi pengakuan eksistensi dan kepentingan gengsi, maka mereka pun
mengikuti apa yang mahasiswa lain lakukan. Inilah perilaku konsumtif yang
dilakukan mahasiswa bidikmisi. Mereka membeli barang yang tidak benar-benar
dibutuhkan serta membeli dengan standar orang-orang kaya.
Barang-barang yang dibeli oleh mahasiswa
Bidikmisi bukanlah barang-barang yang sepenuhnya mereka butuhkan. Namun karena
banyak faktor, mereka pada akhirnya harus membeli barang-barang yang memuaskan
keinginan, barang yang terbeli karena keperluan gengsi, barang yang terbeli
karena tuntutan pergaulan dan sebagainya.
Kondisi yang demikian menimbulkan banyak
kontra dari mahasiswa lain, terutama dari mahasiswa dengan ekonomi pas-pasan
namun tidak memperoleh beasiswa. Mereka maupun orangtuanya bersusah payah dalam
memenuhi kebutuhan hidup maupun biaya operasional pendidikannya. Mereka bahkan
lebih prihatin dalam mengkonsumsi sesuatu, karena sumber uang mereka hanya dari
orang tuanya. Berbeda dengan mahasiswa Bidikmisi yang berlebih-lebihan dalam
memanfaatkan uang yang mereka miliki tanpa memperhitungkan kondisi diluar
keinginannya.
Penutup
Hasil analisis menunjukan bahwa perilaku
konsumtif yang dilakukan mahasiswa Bidikmisi paling banyak disebabkan karena
pergaulan mereka dengan mahasiswa lain yang notabene adalah mahasiswa dari
keluarga yang mapan dalam hal finansial. Sehingga secara langsung maupun tidak
langsung, mahasiswa Bidikmisi terpengaruh untuk ikut mengkonsumsi barang dan
jasa yang dikonsumsi oleh mahasiswa lain yang kaya.
Barang yang dibeli oleh mahasiswa
Bidikmisi tidak selama adalah barang-barang yang mereka butuhkan namun
kebanyakan dari mereka yang membeli barang adalah sebagai pemenuhan hasrat atau
keinginan semata. Uang yang mereka gunakan untuk membeli buku, membeli
peralatan dan perlengkapan kuliah dan lain sebagainya bahkan tak lebih besar
dari uang yang mereka gunakan untuk membeli pakaian, membeli pulsa, maupun
untuk memenuhi keinginan mereka yang lain.
Dengan demikian mahasiswa Bidikmisi
diharapkan mampu membentengi diri dengan lebih bijaksana dalam menggunakan uang
yang merupakan amanah dari pemerintah maupun dari orang tua masing-masing dari
mereka. Mahasiswa Bidikmisi juga diharapkan mampu menjaga diri dari pengaruh
buruk teman-teman yang melakukan konsumsi yang tidak sesuai kebutuhan. Karena
pengaruh lingkungan terhadap perilaku seseorang sangat besar, maka mahasiswa
Bidikmisi maupun mahasiswa lain sebaiknya memilih lingkungan yang kondusif yang
membawa mereka pada perilaku yang baik dan menjauhkan mereka dari perilaku yang
konsumtif.
Daftar
Pustaka
Damsar.
2011. Pengantar Sosiologi Ekonomi.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Wulan Nindya Mantri. 2007. Perbedaan Gaya Hidup Konsumtif Mahasiswa UNNES dan UNIKA Dalam Kehidupan Kampus.
Skripsi. Unnes
Nabila
Viendy Noviar Putri .2011.Gaya Hidup Konsumtif Di Kalangan Mahasiswa Unnes
Sebagai Upaya Peningkatan Prestise dalam Lingkungan Kampus. Skripsi. Unnes
http://bidikmisi.dikti.go.id/portal/?p=336
boleh minta versi pdfnya ga gan, bwt referensi nih..???
ReplyDeleteItu artikel wacana gan
DeleteKenaaa banget, GOOD banget
ReplyDeleteMaturnuwun, semoga bermanfaat
Delete