Tuesday, 16 September 2014

Perilaku Mahasiswa Bidikmisi dalam Menggunakan Uang Negara


Mukh. Imron Ali Mahmudi
Abstrak
Tulisan ini bertujuan untuk membahas bagaimana perubahan perilaku yang terjadi pada mahasiswa Jurusan Sosiologi dan Antropologi Unnes angkatan 2012 yang menerima beasiswa bidikmisi dalam hal perilaku ekonomi khususnya dalam mengkonsumsi barang. Mahasiswa penerima beasiswa bidikmisi, mereka berasal dari golongan ekonomi menengah kebawah. Namun gaya hidupnya tidak sesuai dengan latarbelakang ekonominya. Mereka mengkonsumsi barang secara berlebihan. Barang-barang yang mereka konsumsi bukanlah barang yang benar-benar mereka butuhkan. Kondisi lingkungan sekitar kampus yang menyediakan berbagai barang dan jasa yang lengkap memicu mereka untuk bergaya hidup konsuntif. Mereka mengkonsumsi barang secara berlebihan juga karena tuntutan pergaulan, agar dapat diterima dalam kelompok pergaulanya. Hal ini menimbulkan kecemburuan dari mahasiwa lain yang tidak menerima beasiswa. Mereka merasa mahasiswa bidikmisi tidaklah pantas bergaya hidup yang berlebihan, karena tidak mencerminkan posisi mereka sebagai mahasiswa yang kurang mampu, yang mendapat bantuan finansial dari pemerintah.
Kata kunci: konsumsi, perilaku konsumtif, mahasiswa bidikmisi

PENDAHULUAN
Mahasiswa penerima beasiswa Bidikmisi Jurusan Sosiologi Antropologi Unnes angkatan 2012 (selanjutnya disebut mahasiswa bidikmisi) adalah mahasiswa yang mengikuti program bantuan biaya pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian  Pendidikan  dan  Kebudayaan  mulai tahun  2010  karena mereka memiliki potensi akademik memadai dan kurang mampu secara ekonomi. Tujuan pemerintah menyelenggarakan Program bidikmisi adalah untuk menghidupkan harapan masyarakat kurang mampu dan mempotensi akademik memadai untuk dapat menempuh pendidikan sampai jenjang pendidikan tinggi.
Mahasiswa penerima beasiswa bidik misi adalah mahasiswa dari golongan ekonomi menengah kebawah yang difasilitasi oleh pemerintah dalam hal finansial pendidikan, sehingga mereka tidak membayar uang operasional pendidikannya di kampus. Mereka juga diberi uang saku sebagai biaya hidup sekitar Rp. 600.000/ bulan. Sebagian dari mereka masih menerima uang saku dari orangtuanya di rumah.
Mereka diharapkan mampu menjalankan amanah Pemerintah dengan sebaik-baiknya. Perilaku mereka akan selalu mendapat pengawasan oleh pihak Universitas yang “dititipi” oleh pemerintah untuk memonitor dan mengevaluasi mahasiswa Bidikmisi. Setiap tahunnya mahasiswa Bidikmisi harus mempertanggung jawabkan amanah yang diberikan dengan mengikuti aturan serta menunjukan prestasi yang bagus baik dalam bidang akademik maupun non-akademik.
Sebagai calon guru mereka diharapkan mampu menjadi contoh dalam masyarakat. Karena sudah selayaknya seorang guru berperilaku sederhana terlebih lagi dalam urusan gaya hidup. Mahasiswa Bidikmisi sebagai calon guru yang sebelumnya tidak pernah memegang uang sendiri, karena rata-rata mereka belum pernah bekerja. Kini harus mulai mengatur keuangannya sendiri dengan baik, minimal bisa memanfaatkan uang yang telah diterima dari pemerintah untuk mencukupi keperluannya dengan bijaksana, tidak berlebihan, dan sesuai kebutuhan.
Pengaruh teman sepermainan yang berperilaku konsumtif bisa menjadi pemicu mereka untuk mengikutinya. Kondisi sekitar kampus yang menyediakan secara lengkap keinginan dan kebutuhan masyarakat turut menjadi pendukung terjadinya konsumerisme dikalangan mahasiswa. Sehingga sebagai mahasiswa, khususnya penerima beasiswa Bidikmisi dalam hal ini harus pintar-pintar dalam memilih teman maupun lingkungan yang kondusif agar mereka tidak terjerumus kedalam lembah konsumerisme. Harapannya mereka bisa bergaya hidup sewajarnya sebagai seorang penerima beasiswa yang berasal dari keluarga dengan latar belakang ekonomi menengah kebawah yang juga sekaligus mereka adalah calon guru yang nantinya akan jadi panutan ditengah-tengah masyarakat.
Perilaku Konsumsi Mahasiswa Bidikmisi
Perilaku konsumsi mahasiswa Bidikmisi dalam membeli barang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kondisi ekonomi keluarga, lingkungan tempat tinggal (kost atau rumah), hubungan (pergaulan) mahasiswa dengan teman / masyarakat, perkembangan informasi, dan teknologi sangat berpengaruh terhadap gaya hidup mereka. Disamping itu tata kehidupan kampus juga mempengaruhi gaya hidup dan perilaku konsumtif yang dilakukan mahasiswa.
Kondisi ekonomi keluarga mahasiswa Bidikmisi hampir sama. Mereka berasal dari golongan ekonomi menengah ke bawah. Sehingga mereka mau tidak mau harus menyesuaikan kebutuhan dengan uang yang mereka punya. Namun maslahnya adalah, kini mahasiswa Bidikmisi bukan lagi mahasiswa yang kekurangan biaya sehingga makan saja susah. Tapi mahasiswa bidikmisi sudah menjadi bos-bos kecil karena setiap bulannya mereka menerima uang sejumlah Rp.600.000. Kalau dihitung-hitung kebutuhan mereka dijatah 20 ribu sehari. Jumlah yang lumayan untuk hidup di sekitar kampus Unnes Sekaran yang menyedia makanan dengan harga yang murah dibanding di daerah lain. Belum lagi diantara mereka banyak juga yang masih menerima uang saku dari orang tua masing-masing yang rata-rata menerima antara 200-300 ribu sebulan. Hal ini sangat membuka peluang mereka untuk bergaya hidup konsumtif.
Lingkungan tempat tinggal (kos atau asrama) mahasiswa juga berpengaruh kuat terhadap perilaku konsumtif mahasiswa. Mahasiswa sering makan di tempat makan yang mahal, yang penting dekat dengan tempat kos atau asramanya. Kebutuhan makan yang umumnya adalah 5-7 ribu tiap makan menjadi lebih besar dari itu karena mereka memilih tempat makan yang sesuai dengan keinginan mereka.
Lingkungan pergaulan adalah faktor paling berpengaruh bagi mahasiswa Bidikmisi untuk bergaya hidup konsumtif. Disinilah kebutuhan mereka terbentuk. Agar keberadaanya diakui oleh teman sepermainan atau teman sekelompoknya. Mereka biasanya mengikuti pola hidup mahasiswa lain dalam mengkonsumsi barang yang untuk ukuran mahasiswa tersebut adalah standar, namun untuk ukuran mahasiswa Bidikmisi masih terlalu tinggi. Secara langsung ataupun tidak, mahasiswa Bidikmisi membeli barang yang tidak begitu mereka butuhkan seperti membeli pulsa untuk mengakses internet yang bagi mahasiswa dari keluarga kaya adalah hal yang wajar. Namun untuk mahasiswa bidikmisi menjadi keinginan yang terselubung dalam kebutuhan semu mereka.
Kebutuhan umum mahasiswa pada dasarnya hampir sama baik mahasiswa Bidikmisi maupun mahasiswa umum. Kebutuhan sekunder diluar keperluan kuliahlah yang berbeda. Jika mahasiswa dari keluarga kaya selalu memperoleh fasilitas yang diperlukan dari orang tuanya. Maka mahasiswa Bidikmisi pun berusaha memperoleh apa yang diterima mahasiswa lain. Namun masalahnya adalah kemampuan mereka dalam memenuhi kebutuhannya  tidaklah sama. Dalam hal ini mahasiswa Bidikmisi kesulitan untuk mengimbangi apa yang dimiliki oleh mahasiswa lain. Namun, demi pengakuan eksistensi dan kepentingan gengsi, maka mereka pun mengikuti apa yang mahasiswa lain lakukan. Inilah perilaku konsumtif yang dilakukan mahasiswa bidikmisi. Mereka membeli barang yang tidak benar-benar dibutuhkan serta membeli dengan standar orang-orang kaya.
Barang-barang yang dibeli oleh mahasiswa Bidikmisi bukanlah barang-barang yang sepenuhnya mereka butuhkan. Namun karena banyak faktor, mereka pada akhirnya harus membeli barang-barang yang memuaskan keinginan, barang yang terbeli karena keperluan gengsi, barang yang terbeli karena tuntutan pergaulan dan sebagainya.
Kondisi yang demikian menimbulkan banyak kontra dari mahasiswa lain, terutama dari mahasiswa dengan ekonomi pas-pasan namun tidak memperoleh beasiswa. Mereka maupun orangtuanya bersusah payah dalam memenuhi kebutuhan hidup maupun biaya operasional pendidikannya. Mereka bahkan lebih prihatin dalam mengkonsumsi sesuatu, karena sumber uang mereka hanya dari orang tuanya. Berbeda dengan mahasiswa Bidikmisi yang berlebih-lebihan dalam memanfaatkan uang yang mereka miliki tanpa memperhitungkan kondisi diluar keinginannya.
Penutup
Hasil analisis menunjukan bahwa perilaku konsumtif yang dilakukan mahasiswa Bidikmisi paling banyak disebabkan karena pergaulan mereka dengan mahasiswa lain yang notabene adalah mahasiswa dari keluarga yang mapan dalam hal finansial. Sehingga secara langsung maupun tidak langsung, mahasiswa Bidikmisi terpengaruh untuk ikut mengkonsumsi barang dan jasa yang dikonsumsi oleh mahasiswa lain yang kaya.
Barang yang dibeli oleh mahasiswa Bidikmisi tidak selama adalah barang-barang yang mereka butuhkan namun kebanyakan dari mereka yang membeli barang adalah sebagai pemenuhan hasrat atau keinginan semata. Uang yang mereka gunakan untuk membeli buku, membeli peralatan dan perlengkapan kuliah dan lain sebagainya bahkan tak lebih besar dari uang yang mereka gunakan untuk membeli pakaian, membeli pulsa, maupun untuk memenuhi keinginan mereka yang lain.
Dengan demikian mahasiswa Bidikmisi diharapkan mampu membentengi diri dengan lebih bijaksana dalam menggunakan uang yang merupakan amanah dari pemerintah maupun dari orang tua masing-masing dari mereka. Mahasiswa Bidikmisi juga diharapkan mampu menjaga diri dari pengaruh buruk teman-teman yang melakukan konsumsi yang tidak sesuai kebutuhan. Karena pengaruh lingkungan terhadap perilaku seseorang sangat besar, maka mahasiswa Bidikmisi maupun mahasiswa lain sebaiknya memilih lingkungan yang kondusif yang membawa mereka pada perilaku yang baik dan menjauhkan mereka dari perilaku yang konsumtif.
Daftar Pustaka
Damsar. 2011. Pengantar Sosiologi Ekonomi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Wulan Nindya Mantri. 2007. Perbedaan Gaya Hidup Konsumtif Mahasiswa UNNES dan UNIKA Dalam Kehidupan Kampus. Skripsi. Unnes
Nabila Viendy Noviar Putri .2011.Gaya Hidup Konsumtif Di Kalangan Mahasiswa Unnes Sebagai Upaya Peningkatan Prestise dalam Lingkungan Kampus. Skripsi. Unnes
http://bidikmisi.dikti.go.id/portal/?p=336

4 comments: