Wednesday, 17 September 2014

Tracking, Bagai 2 Sisi Mata Uang

Pendidikan khususnya pendidikan formal memegang peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia yang menjadi modal utama dalam pembangunan suatu bangsa. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut terdapat berbagai program yang dilakukan oleh sekolah. Salah satunya adalah dengan tracking. Tracking adalah praktek yang memberikan murid pada kelompok kurikulum khusus dan dasar pengelompokanya adalah pada kriteria-kriteria tertentu seperti skor tes, kemampuan bahasa, dan kriteria lain yang dimiliki oleh siswa.
Seperti kita ketahui, tak ada satu pun program yang sempurna. Dan praktek tracking ini tentu juga ada dampak negatif dan dampak positifnya. Sejauh mana tracking berjalan di sekolah akan dibahas dalam tulisan ini guna penyempurnaan progam dan demi terwujudnya tujuan pendidikan yang baik.
Tracking adalah suatu sistem pendidikan dimana siswa diinstruksionalkan secara berbeda menurut kelompok sesuai dengan kinerja akademik masa lalu, kinerja pada standar tes, atau bahkan kinerja yang diantisipasi. Tracking juga dikenal sebagai:
·         Kelompok instruksoional terpisah dalam kelas tunggal,
·         Program yang dipersiapkan untuk memasuki perguruan tinggi
·         Penempatan kelas yang lebih canggih, terhormat atau kelas remidial.
Para penganut teori konflik percaya bahwa tracking berdampak buruk pada perkembangan akademis siswa kedepannya. Mereka berpendapat dengan adanya tracking anak-anak akan terkotak-kotakan ke dalam kelompok-kelompok tertentu berdasarkan kemampuan mereka, di mana anak yang pandai akan berkelompok dengan anak pandai dan anak yang kurang pandai berkelompok dengan anak yang mempunyai kemampuan sama.
Tracking merupakan suatu bentuk pengelompokan siswa atau pelajar ke dalam kelas-kelas atau kelompok-kelompok berdasarkan perolehan nilai akademis, kelas yang di ikuti sebelumnya dan kriteria-kriteria yang lain yang disusun secara khusus (dalam buku :Sociology in Our time). Dari pengertian tersebut dapat di tarik kesimpulan bahwa tracking merupakan suatu bentuk pengelompokan siswa pada kelompok-kelompok kurikulum khusus dan teknik pembelajaran yang berbeda berdasarkan pada hasil perolehan nilai mereka, kelas atau kelompok sebelumnya, dan kriteria lain yang telah ditentukan. Di sekolah-sekolah saat Tracking lebih menunjuk pada pengelompokan secara kemampuan dan didasarkan pada asumsi bahwa pengelompokan secara kemampuan memudahkan untuk mengajar siswa-siswa yang memiliki kemampuan sama. Tracking mengelompokan siswa ke dalam kelompok “high,”,”middle”atau”low” dan pengelompokan ini sering menggunakan istilah-istilah yang lebih halus seperti “Blue Birds,”,”Red Birds,” dan “Yellow Birds,”.  Ruben Navarrette, Jr. (1997: 274-275), menyatakan bahwa Tracking mengakibatkan perbedaan percepatan kelompok, karena dengan metode ini satu kelompok lebih cepat dan kelompok lain cenderung tertinggal.
Dalam buku Seeing Sociology dijelaskan bahwa alasan yang mendukung praktek tracking adalah
1.      Siswa belajar lebih baik ketika mereka dikelompokan dengan mereka yang belajar pada tingkat yang sama.
2.      Peserta didik yang lamban dalam menerima pelajaran memerlukan perhatian khusus untuk memperbaiki akademik mereka yang kurang.
3.      Pelajar yang lambat mengembangkan sikap-sikapnya akan lebih positif ketika mereka tidak harus bersaing dengan mereka yang akademiknya lebih mampu.
4.      Kelompok siswa dengan ke mampuan serupa mudah menerima pelajaran daripada kelompok siswa dengan kemampuan yang berbeda.
Dalam sebuah penelitian now-classic, sosiolog jeannie Oakes (1985 menyelidiki bagaimana tracking mempengaruhi pengalaman akademik 13719 sekolah menengah dan murid sekolah tinggi di 297 kelas serta 25 sekolah diseluruh Amerika Serikat. “Masing-masing sekolah itu sendiri berbeda : ada yang besar, beberapa diantaranya sangat kecil, beberapa di tengah kota, dan beberapa lagi  terletak di negara pertanian yang hampir tak berpenghuni. Namun perbedaan yang dialami oleh siswa setiap hari di sekolah sebagian besar tidak berasal dari permasalahan darimana mereka tinggal dan seberapa mereka mengikuti sekolah melainkan dari perbedaan dalam masing-masing sekolah” (Oakes 1985, hal 2).
Oakes berpendapat bahwa meskipun banyak pendidik mengenali masalah yang terkait dengan Tracking, namun upaya untuk membatalkan Tracking telah bertabrakan dengan tuntutan kekuatan politik orang tua yang anaknya punya kemampuan lebih atau siswa berbakat, orangtua akan bersikeras bahwa anak mereka harus mendapatkan sesuatu yang lebih dari siswa lain, dan akibatnya tracking pun berlanjut (Wells dan Oakes 1996).
Tracking merupakan salah satu kebijakan sekolah dalam mencapai visi misi sekolah didunia pendidikan. Tujuannya yaitu untuk menyetarakan kemampuan sisiwa sehingga nantiya diharapkan memperlancar siswa maupun guru dalam proses belajar mengajar. Salah satu alasan mengapa sekolah melaksanakan praktek traking adalah karena tuntutan dari Orang tua yang menginginkan anaknya mendapatkan sesuatu yang lebih dari siswa lain. Bahkan ada juga beberapa orang tua yang berkuasa mendorong sekolah untuk menambah beberapa kelas favorit, atau bahkan tak jarang meminta guru untuk memasukan anaknya kedalam kelas yang terbaik.
Yang terjadi di kelas pada saat mengajar adalah guru cenderung malas mengajar di kelas yang non unggulan, karena siswa dikelas non unggulan lebih banyak berdiam diri atau pasif. Sebaliknya yang terjadi di kelas unggulan, guru lebih bersifat sebagai mediator bagi siswa karena siswa aktif dan mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi.
            Secara umum tujuan dari kebijakan tracking yang dilakukan oleh sekolah adalah untuk mengefektifkan proses belajar mengajar di kelas. Dengan adanya tracking guru menjadi tahu bagaimana kemampuan siswa dalam menangkap pelajaran yang di sampaikan. Sebagai contoh untuk kelas bilingual, guru akan tahu bagaimana cara menyampaikan materi pelajaran misalnya dengan Bilingual karena siswa yang ada dalam kelas tersebut memiliki kemampuan yang lebih dalam penguasaan bahasa dibandingkan dengan sisiwa lain diluar kelas bilingual.
            Tracking membantu mempercepat pemahaman terhadap kelas unggulan karena mereka dituntut untuk menjadi orang yang pintar, dan itu akan memotivasi mereka untuk lebih giat belajar. Tracking juga membantu siswa yang kurang cepat dalam memahami materi pembelajaran yang diajarkan oleh guru karena mereka diperlakukan sebagai seorang siswa yang lamban pula oleh gurunya sehingga mereka ditangani berbeda pula oleh pengajar.
            Selain itu tracking juga bertujuan sebagai tolak ukur kemampuan rata-rata siswa, kelas, atau sekolah karena digolongkan kedalam kelas-kelas tertentu jadi akan mudah dilihat kemampuan siswa, kelas atau sekolah yang unggul dalam bidang tertentu. Misalnya saat penerimaan siswa baru, calon siswa akan melihat sekolah mana yang favorit. Karena biasanya tracking terdapat pada sekolah-sekolah favorit misalnya Sekolah Standar Nasional (SSN), Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) atau Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dan sekolah lainnya.
            Jadi tracking bertujuan untuk membantu siswa yang pandai agar menjadi lebih pandai dan menjadikan siswa yang kurang pandai untuk digembleng agar menjadi pandai.
            Dalam pelaksanaanya dilapangan tracking tidak serta merta berjalan dengan lancar sesuai tujuan, tetapi ada beberapa akibat atau dampak yang ditimbulkan diantaranya adalah :
            Dampak positif :
·         Meningkatkan persaingan yang sehat diantara siswa karena ingin mendapatkan kelas terbaik atau favorit.
·         Untuk mencetak siswa yang unggul yang dijadikan contoh bagi siswa, kelas ataupun sekolah lain.
·         Meningkatkan rasa percaya diri siswa yang berada dikelas ‘khusus’ dibandingkan siswa diluar kelas tersebut.
·         Meningkatkan rasa percaya diri diantara siswa diluar kelas ‘ khusus’ karena kemampuannya merata.
·         Meningkatkan rasa kerja sama diantara siswa diluar kelas ‘khusus’ karena mereka merasa kurang.
·         Bisa meningkatkan semangat belajar baik dari kelas ‘khusus’ ataupun kelas biasa.
·         Mengurangi ketergantungan terhadap siswa lain dikelas karena kemampuan siswa cenderung merata.
·         Siswa yang pandai akan menjadi bertambah pandai.
Dampak negatif :
·         Secara tidak langsung tracking menimbulkan rasa sombong diantara siswa yang berada dalam kelas khusus karena merasa lebih dari yang lain.
·         Meningkatkan jiwa egoistik untuk siswa yang berada dalam kelas khusus karena rasa percaya diri mereka yang berlebih.
·         Menimbulkan kecemburuan atau perasaan iri bagi siswa diluar kelas ‘khusus’.
·         Menimbulkan sifat meremehkan bagi kelas ‘khusus’ karena menganggap kelas lain tidak lebih hebat dari kelasnya.
·         Menimbulkan gap atau jarak antar kelas sehingga merenggangkan hubungan antar kelas.
·         Menurunkan semangat belajar bagi siswa yang ambisius ingin masuk dalam kelas khusus namun gagal.
·         Siswa yang bodoh akan bertambah bodoh jika mereka menyesalkan nasib mereka yang masuk dalam kelas non unggulan.
            Dengan adanya tracking siswa yang pandai merasa istimewa sehingga berakibat pada perubahan sikap pada siswa yang pandai dari positiv ke negativ. Banyak dari siswa yang pandai menjadi sombong, egois, dan meremehkan siswa yang berada diluar kelas mereka. Sama halnya dengan siswa dari kelas ‘khusus’  siswa dari kelas yang kurang pandai pun mengalami perubahan sikap. Mereka cenderung pesimis, semangat belajar mereka turun, dan tak sedikit dari mereka yang iri terhadap siswa dari kelas khusus.
            Oleh karena itu, guru perlu melakukan tindakan pengendalian terhadap hal tersebut agar tidak berpengaruh negativ terhadap prestasi siswa baik dari kelas khusus maupun diluarnya.
            Salah satu tindakan yang dilakukan oleh guru di SMA N 1 Pemalang adalah dengan pendidikan karakter. Siswa dari kelas khusus ditekankan pada materi-materi tentang akhlak, mereka ‘disadarkan’ bahwa perubahan sikap yang mereka tunjukan adalah hal yang salah. Sebaliknya, siswa diluar kelas khusus diberikan motivasi-motivasi agar mereka optimis dan mampu menunjukan bahwa mereka juga mampu berprestasi.
            Praktek tracking yang terjadi di sekolah merupakan kebijakan dari sekolah untuk meningkatkan prestasi siswanya, namun dalam prakteknya tracking selain berpengaruh baik terhadap prestasi siswa juga mempengaruhi perubahan sikap siswa baik dari kelas unggulan maupun dari non unggulan. Mereka cenderung berubah kearah negativ meskipun tidak dipungkiri juga membawa dampak positiv. Namun diantara dampak positiv dan negativ yang terjadi dalam sekolah, tracking merupakan sesuatu yang sangat kejam bagi siswa yang kurang mampu. Karena praktek Tracking ini membuat jarak diantara kedua kelas yang membuat hubungan diantara keduanya seperti saling bermusuhan. Dan tracking telah menempatkan siswa yang kurang mampu sebagai musuh yang lemah dan yang sudah pasti kalah dari kelas unggulan. Padahal hal itu belum tentu terjadi. Bahkan siswa yang bodoh sekalipun, dia pasti potensi yang bisa dikembangkan.
Pengelompokan ini membuat siswa dari kelas unggulan di tempatkan pada status yang lebih tinggi dibanding siswa diluar kelas tersebut. Hal ini menimbulkan kesenjangan, baik dari siswa-siswi ataupun guru secara tidak sadar menganggap siswa dari kelas unggulan diatas kelas biasa. Dan stigma itu mempengaruhi kepribadian siswa kedua kelas tersebut. Siswa dari kelas unggulan merasa nyaman dengan posisi yang ditempatinya, namun sebaliknya siswa dari kelas di luar kelas unggulan harus menanggung beban atau penilaian orang yang buruk tentang mereka.
Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa tracking membawa dampak buruk bagi kepribadian siswa disamping dampak positivnya. Maka hal yang mungkin dilakukan adalah hanya dengan memperkecil dampak tersebut, karena sekolah juga tidak mudah untuk membatalkan atau membubarkan pengelompokan tersebut. Hal itu disebabkan karena kekuatan kepentingan pribadi yang mendorong agar tetap dilaksanakan.
            Maka salah satu cara untuk memperkecil pengaruh negatif tersebut adalah guru harus bersikap adil dalam memperlakukan siswanya. Pengertian adil dalam hal ini tidak harus sama, tetapi dengan tidak ada perlakuan ‘istimewa’ dari sang guru terhadap kelas tertentu. Guru harus memenuhi hak dan kewajiban seorang siswa secara adil.
Yang selanjutnya adalah dengan pendidikan karakter. Siswa dari kelas khusus ditekankan pada materi-materi tentang akhlak, mereka ‘disadarkan’ bahwa perubahan sikap yang mereka tunjukan adalah hal yang salah. Sebaliknya, siswa diluar kelas khusus diberikan motivasi-motivasi agar mereka optimis dan mampu menunjukan bahwa mereka juga mampu berprestasi. Hal ini dilakukan karena guru selain sebagai seorang pengajar juga sebagai pembentuk karakter muridnya.
Lalu siswa-siswi dari kedua kelas yang berbeda tersebut juga harus bersikap bijak dalam menanggapi permasalahan yang ditimbulkan akibat pengelompokan itu sendiri. Mereka tidak boleh terlena dengan posisi apa yang mereka tempati tetapi tetap berusaha sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan.
DAFTAR PUSTAKA
Ferante, Joan. 2011. Seeing Sociology. USA: Chengage Learning & Sales Support.
Kendall, Dian. 2008. Sociology In Our Time. Amerika: Thomson Higher.

0 comments:

Post a Comment