Pendidikan
khususnya pendidikan formal memegang peranan penting dalam meningkatkan dan
mengembangkan kualitas sumber daya manusia yang menjadi modal utama dalam
pembangunan suatu bangsa. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut terdapat
berbagai program yang dilakukan oleh sekolah. Salah satunya adalah dengan
tracking. Tracking adalah praktek yang memberikan murid pada kelompok kurikulum
khusus dan dasar pengelompokanya adalah pada kriteria-kriteria tertentu seperti
skor tes, kemampuan bahasa, dan kriteria lain yang dimiliki oleh siswa.
Seperti
kita ketahui, tak ada satu pun program yang sempurna. Dan praktek tracking ini
tentu juga ada dampak negatif dan dampak positifnya. Sejauh mana tracking
berjalan di sekolah akan dibahas dalam tulisan ini guna penyempurnaan progam
dan demi terwujudnya tujuan pendidikan yang baik.
Tracking
adalah suatu sistem
pendidikan dimana siswa diinstruksionalkan secara berbeda menurut kelompok
sesuai dengan kinerja akademik masa lalu, kinerja pada standar tes, atau bahkan
kinerja yang diantisipasi. Tracking juga dikenal sebagai:
·
Kelompok
instruksoional terpisah dalam kelas tunggal,
·
Program yang
dipersiapkan untuk memasuki perguruan tinggi
·
Penempatan
kelas yang lebih canggih, terhormat atau kelas remidial.
Para penganut teori konflik percaya bahwa tracking
berdampak buruk pada perkembangan akademis siswa kedepannya. Mereka berpendapat dengan
adanya tracking anak-anak akan terkotak-kotakan ke dalam kelompok-kelompok
tertentu berdasarkan kemampuan mereka, di mana anak yang pandai akan berkelompok
dengan anak pandai dan anak yang kurang pandai berkelompok dengan anak
yang mempunyai kemampuan sama.
Tracking
merupakan suatu bentuk pengelompokan siswa atau pelajar ke dalam kelas-kelas
atau kelompok-kelompok berdasarkan perolehan nilai akademis, kelas yang di
ikuti sebelumnya dan kriteria-kriteria yang lain yang disusun secara khusus (dalam buku :Sociology in Our time). Dari pengertian tersebut dapat di tarik kesimpulan bahwa tracking
merupakan suatu bentuk pengelompokan siswa pada kelompok-kelompok
kurikulum khusus dan teknik pembelajaran yang berbeda
berdasarkan pada hasil perolehan nilai mereka, kelas atau kelompok sebelumnya,
dan kriteria
lain yang telah ditentukan. Di sekolah-sekolah saat Tracking lebih
menunjuk pada pengelompokan secara kemampuan dan didasarkan pada
asumsi bahwa pengelompokan secara kemampuan memudahkan untuk mengajar siswa-siswa yang memiliki kemampuan sama. Tracking mengelompokan siswa ke dalam kelompok “high,”,”middle”atau”low” dan pengelompokan ini sering menggunakan istilah-istilah yang lebih halus
seperti “Blue
Birds,”,”Red Birds,” dan “Yellow Birds,”. Ruben
Navarrette, Jr. (1997: 274-275), menyatakan bahwa Tracking mengakibatkan
perbedaan percepatan kelompok, karena dengan metode ini satu kelompok lebih
cepat dan kelompok lain cenderung tertinggal.
Dalam
buku Seeing Sociology dijelaskan
bahwa alasan yang mendukung praktek tracking adalah
1. Siswa
belajar lebih baik ketika mereka dikelompokan dengan mereka yang belajar pada
tingkat yang sama.
2. Peserta
didik yang lamban dalam menerima pelajaran memerlukan perhatian khusus untuk
memperbaiki akademik mereka yang kurang.
3. Pelajar
yang lambat mengembangkan sikap-sikapnya akan lebih positif ketika mereka tidak
harus bersaing dengan mereka yang akademiknya lebih mampu.
4. Kelompok
siswa dengan ke mampuan serupa mudah menerima pelajaran daripada kelompok siswa
dengan kemampuan yang berbeda.
Dalam
sebuah penelitian now-classic, sosiolog jeannie Oakes (1985 menyelidiki
bagaimana tracking mempengaruhi pengalaman akademik 13719 sekolah menengah dan
murid sekolah tinggi di 297 kelas serta 25 sekolah diseluruh Amerika Serikat.
“Masing-masing sekolah itu sendiri berbeda : ada yang besar, beberapa
diantaranya sangat kecil, beberapa di tengah kota, dan beberapa lagi terletak di negara pertanian yang hampir tak
berpenghuni. Namun perbedaan yang dialami oleh siswa setiap hari di sekolah
sebagian besar tidak berasal dari permasalahan darimana mereka tinggal dan
seberapa mereka mengikuti sekolah melainkan dari perbedaan dalam masing-masing
sekolah” (Oakes 1985, hal 2).
Oakes
berpendapat bahwa meskipun banyak pendidik mengenali masalah yang terkait
dengan Tracking, namun upaya untuk membatalkan Tracking telah bertabrakan
dengan tuntutan kekuatan politik orang tua yang anaknya punya kemampuan lebih
atau siswa berbakat, orangtua akan bersikeras bahwa anak mereka harus
mendapatkan sesuatu yang lebih dari siswa lain, dan akibatnya tracking pun
berlanjut (Wells dan Oakes 1996).
Tracking
merupakan salah satu kebijakan sekolah dalam mencapai visi misi sekolah didunia
pendidikan. Tujuannya yaitu untuk menyetarakan kemampuan sisiwa sehingga
nantiya diharapkan memperlancar siswa maupun guru dalam proses belajar
mengajar. Salah satu alasan mengapa sekolah melaksanakan praktek traking adalah
karena tuntutan dari Orang tua yang menginginkan anaknya mendapatkan sesuatu
yang lebih dari siswa lain. Bahkan ada juga beberapa orang tua yang berkuasa
mendorong sekolah untuk menambah beberapa kelas favorit, atau bahkan tak jarang
meminta guru untuk memasukan anaknya kedalam kelas yang terbaik.
Yang
terjadi di kelas pada saat mengajar adalah guru cenderung malas mengajar di
kelas yang non unggulan, karena siswa dikelas non unggulan lebih banyak berdiam
diri atau pasif. Sebaliknya yang terjadi di kelas unggulan, guru lebih bersifat
sebagai mediator bagi siswa karena siswa aktif dan mempunyai rasa ingin tahu
yang tinggi.
Secara umum tujuan dari kebijakan
tracking yang dilakukan oleh sekolah adalah untuk mengefektifkan proses belajar
mengajar di kelas. Dengan adanya tracking guru menjadi tahu bagaimana kemampuan
siswa dalam menangkap pelajaran yang di sampaikan. Sebagai contoh untuk kelas
bilingual, guru akan tahu bagaimana cara menyampaikan materi pelajaran misalnya
dengan Bilingual karena siswa yang ada dalam kelas tersebut memiliki kemampuan
yang lebih dalam penguasaan bahasa dibandingkan dengan sisiwa lain diluar kelas
bilingual.
Tracking membantu mempercepat
pemahaman terhadap kelas unggulan karena mereka dituntut untuk menjadi orang
yang pintar, dan itu akan memotivasi mereka untuk lebih giat belajar. Tracking
juga membantu siswa yang kurang cepat dalam memahami materi pembelajaran yang
diajarkan oleh guru karena mereka diperlakukan sebagai seorang siswa yang
lamban pula oleh gurunya sehingga mereka ditangani berbeda pula oleh pengajar.
Selain itu tracking juga bertujuan
sebagai tolak ukur kemampuan rata-rata siswa, kelas, atau sekolah karena
digolongkan kedalam kelas-kelas tertentu jadi akan mudah dilihat kemampuan
siswa, kelas atau sekolah yang unggul dalam bidang tertentu. Misalnya saat
penerimaan siswa baru, calon siswa akan melihat sekolah mana yang favorit.
Karena biasanya tracking terdapat pada sekolah-sekolah favorit misalnya Sekolah
Standar Nasional (SSN), Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) atau
Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dan sekolah lainnya.
Jadi tracking bertujuan untuk
membantu siswa yang pandai agar menjadi lebih pandai dan menjadikan siswa yang
kurang pandai untuk digembleng agar menjadi pandai.
Dalam pelaksanaanya dilapangan
tracking tidak serta merta berjalan dengan lancar sesuai tujuan, tetapi ada
beberapa akibat atau dampak yang ditimbulkan diantaranya adalah :
Dampak
positif :
·
Meningkatkan persaingan yang sehat
diantara siswa karena ingin mendapatkan kelas terbaik atau favorit.
·
Untuk mencetak siswa yang unggul yang
dijadikan contoh bagi siswa, kelas ataupun sekolah lain.
·
Meningkatkan rasa percaya diri siswa
yang berada dikelas ‘khusus’ dibandingkan siswa diluar kelas tersebut.
·
Meningkatkan rasa percaya diri diantara
siswa diluar kelas ‘ khusus’ karena kemampuannya merata.
·
Meningkatkan rasa kerja sama diantara
siswa diluar kelas ‘khusus’ karena mereka merasa kurang.
·
Bisa meningkatkan semangat belajar baik
dari kelas ‘khusus’ ataupun kelas biasa.
·
Mengurangi ketergantungan terhadap siswa
lain dikelas karena kemampuan siswa cenderung merata.
·
Siswa yang pandai akan menjadi bertambah
pandai.
Dampak
negatif :
·
Secara tidak langsung tracking
menimbulkan rasa sombong diantara siswa yang berada dalam kelas khusus karena
merasa lebih dari yang lain.
·
Meningkatkan jiwa egoistik untuk siswa
yang berada dalam kelas khusus karena rasa percaya diri mereka yang berlebih.
·
Menimbulkan kecemburuan atau perasaan
iri bagi siswa diluar kelas ‘khusus’.
·
Menimbulkan sifat meremehkan bagi kelas
‘khusus’ karena menganggap kelas lain tidak lebih hebat dari kelasnya.
·
Menimbulkan gap atau jarak antar kelas
sehingga merenggangkan hubungan antar kelas.
·
Menurunkan semangat belajar bagi siswa
yang ambisius ingin masuk dalam kelas khusus namun gagal.
·
Siswa yang bodoh akan bertambah bodoh
jika mereka menyesalkan nasib mereka yang masuk dalam kelas non unggulan.
Dengan adanya tracking siswa yang
pandai merasa istimewa sehingga berakibat pada perubahan sikap pada siswa yang
pandai dari positiv ke negativ. Banyak dari siswa yang pandai menjadi sombong,
egois, dan meremehkan siswa yang berada diluar kelas mereka. Sama halnya dengan
siswa dari kelas ‘khusus’ siswa dari
kelas yang kurang pandai pun mengalami perubahan sikap. Mereka cenderung
pesimis, semangat belajar mereka turun, dan tak sedikit dari mereka yang iri
terhadap siswa dari kelas khusus.
Oleh karena itu, guru perlu
melakukan tindakan pengendalian terhadap hal tersebut agar tidak berpengaruh
negativ terhadap prestasi siswa baik dari kelas khusus maupun diluarnya.
Salah satu tindakan yang dilakukan
oleh guru di SMA N 1 Pemalang adalah dengan pendidikan karakter. Siswa dari
kelas khusus ditekankan pada materi-materi tentang akhlak, mereka ‘disadarkan’ bahwa
perubahan sikap yang mereka tunjukan adalah hal yang salah. Sebaliknya, siswa
diluar kelas khusus diberikan motivasi-motivasi agar mereka optimis dan mampu
menunjukan bahwa mereka juga mampu berprestasi.
Praktek
tracking yang terjadi di sekolah merupakan kebijakan dari sekolah untuk
meningkatkan prestasi siswanya, namun dalam prakteknya tracking selain berpengaruh
baik terhadap prestasi siswa juga mempengaruhi perubahan sikap siswa baik dari
kelas unggulan maupun dari non unggulan. Mereka cenderung berubah kearah
negativ meskipun tidak dipungkiri juga membawa dampak positiv. Namun diantara
dampak positiv dan negativ yang terjadi dalam sekolah, tracking merupakan
sesuatu yang sangat kejam bagi siswa yang kurang mampu. Karena praktek Tracking
ini membuat jarak diantara kedua kelas yang membuat hubungan diantara keduanya
seperti saling bermusuhan. Dan tracking telah menempatkan siswa yang kurang
mampu sebagai musuh yang lemah dan yang sudah pasti kalah dari kelas unggulan.
Padahal hal itu belum tentu terjadi. Bahkan siswa yang bodoh sekalipun, dia
pasti potensi yang bisa dikembangkan.
Pengelompokan
ini membuat siswa dari kelas unggulan di tempatkan pada status yang lebih
tinggi dibanding siswa diluar kelas tersebut. Hal ini menimbulkan kesenjangan,
baik dari siswa-siswi ataupun guru secara tidak sadar menganggap siswa dari
kelas unggulan diatas kelas biasa. Dan stigma itu mempengaruhi kepribadian siswa
kedua kelas tersebut. Siswa dari kelas unggulan merasa nyaman dengan posisi
yang ditempatinya, namun sebaliknya siswa dari kelas di luar kelas unggulan
harus menanggung beban atau penilaian orang yang buruk tentang mereka.
Seperti
yang telah dijelaskan diatas, bahwa tracking membawa dampak buruk bagi
kepribadian siswa disamping dampak positivnya. Maka hal yang mungkin dilakukan
adalah hanya dengan memperkecil dampak tersebut, karena sekolah juga tidak
mudah untuk membatalkan atau membubarkan pengelompokan tersebut. Hal itu
disebabkan karena kekuatan kepentingan pribadi yang mendorong agar tetap
dilaksanakan.
Maka salah satu cara untuk
memperkecil pengaruh negatif tersebut adalah guru harus bersikap adil dalam
memperlakukan siswanya. Pengertian adil dalam hal ini tidak harus sama, tetapi
dengan tidak ada perlakuan ‘istimewa’ dari sang guru terhadap kelas tertentu.
Guru harus memenuhi hak dan kewajiban seorang siswa secara adil.
Yang
selanjutnya adalah dengan pendidikan karakter. Siswa dari kelas khusus
ditekankan pada materi-materi tentang akhlak, mereka ‘disadarkan’ bahwa perubahan
sikap yang mereka tunjukan adalah hal yang salah. Sebaliknya, siswa diluar
kelas khusus diberikan motivasi-motivasi agar mereka optimis dan mampu
menunjukan bahwa mereka juga mampu berprestasi. Hal ini dilakukan karena guru
selain sebagai seorang pengajar juga sebagai pembentuk karakter muridnya.
Lalu
siswa-siswi dari kedua kelas yang berbeda tersebut juga harus bersikap bijak
dalam menanggapi permasalahan yang ditimbulkan akibat pengelompokan itu
sendiri. Mereka tidak boleh terlena dengan posisi apa yang mereka tempati
tetapi tetap berusaha sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan.
DAFTAR
PUSTAKA
Ferante,
Joan. 2011. Seeing Sociology. USA:
Chengage Learning & Sales Support.
Kendall,
Dian. 2008. Sociology In Our Time.
Amerika: Thomson Higher.
0 comments:
Post a Comment