Beberapa
waktu lalu saya berkunjung ke sebuah Sekolah Dasar. Saya kemudian berkenalan
dengan seorang siswa kelas 5 dan sedikit ngobrol basa-basi. Namun perbincangan terhenti
setelah saya menanyakan alamat rumah anak tersebut. Dia tidak mau menjawab dan
hanya mengatakan bahwa itu adalah privasi yang tidak boleh saya ketahui.
Saya mencoba memahami jawaban anak tersebut dengan menyadari bahwa alamat rumah adalah informasi pribadi yang berhak dia rahasiakan. Akan tetapi, saya sebenarnya kaget karena banyak diantara kita abai seberapa penting data pribadi itu. Terlebih di era sosial media ini, banyak orang mengunggah lokasi keberadaannya, perasaannya saat itu, dan berbagai informasi pribadi lainnya di sosial media. Seseorang dengan mudahnya memberikan data-data, baik disadari atau tidak ke publik.
Secara umum, orang bisa menyebut data sebagai deskripsi dari sesuatu atau kenyataan yang dapat direkam, dianalisis, dan ditata ulang.[1] Sementara data pribadi adalah data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya.[2]
Konsep
ataupun definisi mengenai data pribadi sebenarnya cukup beragam. Ia tidak
melulu informasi tentang urusan pribadi seseorang (domestic sphere), tetapi juga informasi tentang riwayat
professional dan kehidupan publik seseorang (professional and public life) karena urusan pribadi seseorang juga
beririsan dengan urusan publiknya (interpersonal
relationship).[3]
Sekilas,
informasi seperti nama lengkap, nomor handphone,
alamat, nama orang tua, dan foto selfie
tidak terlalu kita pikirkan untuk dibagikan di internet. Benarkah demikian?
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah mengapa data-data itu penting untuk dilindungi.
Sebenarnya pelanggaran terhadap data pribadi ini sudah banyak terjadi, termasuk
oleh perusahaan sekaliber Google dan Facebook. Penelitian dari IMDEA
mengungkapkan bahwa lebih dari 70% aplikasi smartphone melaporkan data pribadi
ke perusahaan pelacakan (tracking)
pihak ketiga seperti Google Analytics, Facebook Graph API atau Crashlytics.[4]
Dua
tahun belakangan ini Facebook mengalami serangkaian kasus berkaitan dengan data
pengguna, mulai dari bocornya data 87 juta data pengguna yang melibatkan
konsultan politik Cambridge Analytica sampai pada gugatan Jaksa Agung
Washington DC Karl Racine karena dianggap melanggar privasi. Facebook diketahui
mengumpulkan data pengguna yang kemudian dibagikan kepada pihak ketiga. Selama
bertahun-tahun Facebook dilaporkan membiarkan data penggunanya diakses secara
bebas oleh pihak ketiga.[5]
Sementara
itu google juga dituntut atas kasus "Wi-Spy" yang mengambil data wifi
rumah yang tidak dienkripsi, tanda pengenal, dan data pribadi lainnya. Data ini
diambil dari mobil yang digunakan untuk proyek pemetaan Google Street View.
Mereka dituduh melakukan pengumpulan data pribadi tanpa persetujuan pengguna.
Atas kasus itu dan akumulasi dari 227 kasus pelanggaran data pribadi lainnya, Alphabet
Inc, perusahaan yang menaungi Google dikabarkan harus membayar denda sebesar
US$11 juta atau sekitar Rp153 miliar (US$1= Rp13,960).[6]
Atas
apa yang selama ini terjadi dan bagaimana kultur masyarakat kita terhadap data
pribadi, dalam hemat saya muncul setidaknya dua penjelasan. Pertama, masyarakat
tidak benar-benar tahu apa yang terjadi dan apa yang bisa dilakukan dengan data
pribadi kita. Di jaman internet ini, masyarakat seperti terhegemoni oleh
informasi.
Dirjen
Aplikasi dan Informatika (Aptika) Kemenkominfo, Semuel Abrijani, dikutip dari
CNN, setidaknya menyebut lima alasan pentingnya menjaga data pribadi yaitu,
menghindari intimidasi online terkait gender, mencegah penyalahgunaan data
pribadi oleh pihak yang tidak bertanggungjawab, menjauhi potensi penipuan,
menghindari potensi pencemaran nama baik, dan hak kendali atas data pribadi.[7]
Masyarakat kita harus disadarkan akan pentingnya informasi pribadi ini. Selama ini kita merasa baik-baik saja membagikan informasi pribadi di internet. Namun, yang terjadi adalah data kita sangat berpotensi digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengambil untung dari akses informasi data kita.
[1]
Viktor Mayer-Schönberger, Big Data: A Revolution That Will Transform How We
Live, Work and Think (John Murray 2013), p 75.
[2] https://ppid.kominfo.go.id/jenis-informasi/inf-setiap-saat/data-pribadi-sistem-elektronik/
[3] https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt59cb4b3feba88/data-pribadi-dan-dua-dasar-legalitas-pemanfaatannya-oleh--daniar-supriyadi/
[4] https://theconversation.com/7-in-10-smartphone-apps-share-your-data-with-third-party-services-72404
[5] https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20190306090007-185-374901/data-facebook-bocor-kekayaan-zuckerberg-kini-hanya-rp878-t?
[6] https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20190723123046-185-414646/banyak-pelanggaran-data-pribadi-google-akan-didenda-rp153-m
[7] https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20190715201531-185-412391/5-alasan-mengapa-data-pribadi-perlu-dilindungi
0 comments:
Post a Comment