Saturday 16 August 2014

Catatan Lapangan Antropolog Amatir di KALBAR INDONESIA



Field Notes Boyan River Expedition 2013
By: Mukh. Imron Ali Mahmudi
Universitas Negeri Semarang

6 Juli 2013
Jam 12 siang, Pontianak. Turun di bandara Supadio Pontianak.
Menaikan barang ke trak (truk), lalu menuju ke Pelabuhan Pontianak setengah 1 siang. Sambil nunggu kapal (etek-etek) yang mengantar kami ke Meliau. Makan siang disana, banyak kapal yang naik turunkan barang dan penumpang disana, barangnya ada pupuk, dan lain-lain. Banyak orang-orang buang sampah di sungai. Sungainya kotor, banyak sampah, banyak minyak yang tumpah. Di sekitar dermaga ada warung-warung kecil, menjual makanan, minuman, dan snack-snack ringan. Harga 1botol besar aqua disana Rp. 6000, yang merk lokal harganya Rp. 5000. Calon penumpang banyak yang beli dan makan di warung sekitar pelabuhan atau dermaga. Kami menunggu etek-etek sampai jam 5. Perjalanan menyusuri sungai kapuas. Berhenti di warung makan milik orang melayu, mahal. Makan nasi ayam dan teh Rp. 16.000. Makan malam sampai sekitar jam 8. Mereka membuang sampah tetap di sungai. Melanjutkan perjalanan.



7 Juli 2013
Tidur. Bangun pagi sekitar jam 8. Kapal yang kami tumpangi transit di pasar tayan. Kami sarapan disana. Kebanyakan menu yang dijual adalah nasi uduk, nasi kuning, dan bubur. Di pasar itu banyak orang jualan tas, peralatan elektronik, toko emas, warung makan, dan lain-lain. Melanjutkan perjalanan. Berhenti di dermaga Kecamatan Meliau, kapal-kapal banyak yang berhenti disana. Kapal yang kami tumpangi menurunkan barang-barang seperti mebel, yamalube, dan lainnya. Melanjutkan perjalanan. Sampai di BHD logistik jam setengah 3. Kami turun, banyak Trak-trak pengangkut sawit yang berada di logitik, naik turun kapal. Kami menuju perkampungan tempat kami penelitian. Naik trak dengan kecepatan yang kencang, dengan jalan yang bergelombang namun halus. Kami melewati hutan sawit sampai di tempat pemberhentian, kampung atau dusun Sengkuang Daok. Saya seharusnya berada di KM3 atau Barak. Namun karena mas Diaz masih mengantarkan teman-teman yang lain maka saya menginap dulu di rumah pak Muhairin (ketua RT), disini ada Mamak (ibu), Datok (kakek) dari mamak, Erpan, dan Siti. Saya bersama mbak Nita, Wilis, dan mas Aji. Kami disambut baik disini. Kami disuguhi kue bikinan Erpan. Ceritanya karena hari minggu tadi sekitar jam 11 listrik masih menyala dan mamak menyuruh erpan untuk membuat adonan kue untuk disuguhkan kepada kami. Kue tersebut harus diblender terlebih dahulu sebelum nantinya di oven. Minumannya adalah es Kukubima. Kalau hari minggu keluarga ini bisa membuat es sampai sore karena kulkasnya menyala sampai jam 12 siang.
Jam setengah 5 kami keliling-keliling ke dusun. Ke rumah pak syafi’i, beliau sedang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif di Sanggau, apabila terpilih, beliau ingin membangun pabrik sawit supaya waktu panen sawit tidak ada yang ditolak. Beberapa waktu lalu seluruh karyawan di sengkuang daok mogok kerja hingga 3bulan karena pihak perusahaan terlalu banyak menyortir sawit yang masuk pabrik. Namun setelah itu sudah tidak terlalu ketat sortirannya.
Kami melanjutkan perjalanan ke rumah pak kadus, ke rumah emi (pak lek), disana ada hendra, dia baru saja diterima kuliah di Semarang. Kami selalu disambut baik bila bertamu, sering disuguhi. Setelah itu kami pulang ke rumah pak muhairin. Dalam perjalanan pulang ke rumah singgah listrik menyala sekitar jam 5, setengah 6an. TV, MP3, Salon menyala semua jalanan menjadi ramai oleh suara musik dan TV yang terdengar dari luar rumah. Disini (Sengkuang Daok) listrik menyala dari jam 5 sore sampai jam 6 pagi. Sampai rumah pak RT, istirahat.
Saya tinggal di rumah pak RT bersama wilis, mas aji, mbak nita, dan mas diaz. Jam 6 sore, mandi, makan malam pertama. Menunya sederhana, nasi, ikan asin, mie, dan terong. Ketika baru datang kami minum es, malam nya kami minum kopi, sambil ngobrol dengan tetangga (pak Jumadi) yang main di tempat kami. Cukup lama. Jam 9 saya dan mas aji diajak untuk berkunjung ke rumah bapak Jumadi. Kami menonton TV, disuguhi Pop Corn dan kopi susu. Kami nonton bola dan beberapa sinetron dongeng kerajaan, orang-orang disitu paham alur ceritanya, saya menebak mereka pasti nonton sinetron itu setiap malam. Ada tamu lagi datang, dia pak khairullah, tetangga samping rumah. Orang-orang disini suka merokok, ngobrol, dan bercanda. 1 hari bisa menghabiskan 3bungkus rokok. Kata pak Muhairin, kalo kita disuguhi, maka harus dihabiskan. Kami nonton TV sampai jam setengah 11, sebagian pemuda dusun nongkrong di warung-warung, sambil ngerokok. Kami pulang, tidur.



8 Juli 2013
Pagi, jam 5 bangun masih sepi orang. Jam 5 lebih sedikit mulai banyak orang yang bangun. Sholat, tidur lagi. Jam 6 pagi listrik mati, keluar, ngopi di ruang tamu dengan keluarga disini, sambil ngobrol dan ngerokok bagi yang merokok. Jam setengah 7 ada mas aji, datuknya erpan (dari ayahnya erpan), ngobrol jadi tambah rame. Ngobrol masalah ladang, karet, dan sawit. Si datuk hendak ke ladang, mau buka ladang. Tapi mampir ke rumah erpan dulu, nengok cucu. Di pagi hari, banyak orang berangkat ke ladang atau kebun naik motor. Rata-rata orang disini punya motor untuk pergi kemana-mana. Pak RT sendiri punya motor 3; ada RX king, Revo, dan Shogun. Hari itu pak (depan rumah) mau menimbang sawit. Kami sudah diajak tapi kesiangan. Kami mau ikut ke ladang Datok pun belum diijinkan, karena pergi ke ladang itu dari pagi sampai jam 3 sore. Hari itu pak RT beli TV Digital, nitip orang (tetangga) yang mau pergi ke Meliau naik motor. Tvnya (Digital) rusak, mungkin sudah lama di pakai selama 12 tahun.
Rata-rata orang disini punya TV parabola, bayarnya tiap bulan lewat Bank. Digital yang lama tidak dijual, tidak laku katanya. Pak RT termasuk keluarga yang kaya, setiap bulannya dia terima uang 20 jutaan dari hasil sawit. Dia punya 4 kapling sawit. 1 kapling sawit yang sudah bersertifikat dihargai 92juta rupiah. Dulu waktu beli Cuma 8-12 juta. Sekarang kebun sawit memang mahal, lebih-lebih yang sudah bersertifikat. Kebanyakan orang Cina punya banyak kapling. Orang cina tahu bagaimana mereka harus mengelola uang, mereka membeli kebun dengan menghutang ke Bank (di Meliau). Orang-orang desa awalnya belum mengenal bank, namun setelah mengatahui dari orang Cina, mereka berani pinjam uang ke bank. Dalam waktu 3 tahun sudah untung. Kebun karet sekarang sudah sedikit, harga karet turun semenjak harga BBM naik, sedangkan harga sawit naik. Perawatan karet juga lebih susah daripada perawatan sawit.
Kami makan pagi dengan menu yang sama, sederhana. Ada nasi, terong, ikan asin, kacang tanah (olahan). Selesai makan kami mandi di Sungai Boyan, orang-orang banyak yang mencuci dan mandi disana. Pak RT punya sampan, biasa dibuat untuk menyebrang ke kapuas/ meliau. Mandi disana bareng dengan anak-anak yang sedang berenang. Awalnya agak risih dengan air sungai yang keruh, namun saya anggap ini sebagai adaptasi fisik di sini. Selesai mandi badan agak gatal-gatal. Capek, tidur sampai jam setengah 1. Bangun tidur ada anak-anak sedang bermain. Orang-orang di Sengkuang Daok kalau siang banyak yang berkumpul dan mengobrol. Banyak juga yang tiduran dan buka baju karena memang panas sekali kalau siang. Waktu siang listrik tidak mengalir, jadi TV dan peralatan elektronik lainnya mati. Anak-anak yang punya HP biasanya menonton Video atau main game di HP nya. Banyak juga tetangga yang main MP3 dengan keras.
Harga bensin di Sengkuang Daok 9-13 ribu per liter, tetapi orang-orang disini tetap memakai motor untuk akses kemana-mana, jarang ditemui sepeda disini.
Keluarga yang saya tempati ini biasanya makan dua kali sehari. Makan pagi, sekitar jam 9an dan makan sore sekitar jam 5an. Sore itu saya makan dengan menu yang sama.
Setiap sore warga (anak muda dan orang tua) biasa berkumpul di rumah Pak RT untuk bermain badminton. Mereka membawa raket masing-masing, terkadang juga membawa kock, tapi dirumah pak RT menyediakan kock juga. Saya ikut, orang disini ramah. Di rumah pak RT ada penjual baju dari Pontianak. 2 orang. Mereka datang setiap 5bulan sekali. Mereka berasal dari Madura, tapi tinggal di Pontianak. Mereka biasa keliling kampung untuk menjual baju. Menurut warga desa, harga baju yang dijual 2 orang itu mahal. Kalo di sini (desa atau Meliau) harganya 150 ribu, orang madura itu bisa menjual seharga 300 ribu. Mereka juga menawarkan jasa kredit. Kalau harganya 150, dikredit 5 bulan total harganya bisa naik sebanyak 200 ribu.
Malam. Jam 8 saya pergi ke rumah Datoknya Erpan (ayahnya Pak RT). Disuguhi koko (coklat) dan kerupuk singkong. Sambil nonton TV dan mengobrol. Orang-orang di Sengkuang Daok banyak yang punya kapling. Mereka tidak pernah puas punya kapling banyak. Sebagai contoh adalah ayahnya Erpan, beliau punya 5 kapling. Penghasilan sawit tiap bulannya bisa mencapai 20 juta. Tapi belum cukup juga. Banyak juga orang dayak yang punya kapling sawit lebih dari 10. Setiap bulan bisa menghasilkan ratusan juta rupiah, tapi belum cukup juga. Sampai mobil (truk) nya 7 pun belum merasa cukup juga. Setiap kami bertamu pasti disuguhi banyak makanan seperti; teh, kopi, koko (coklat) dan jajan. Pernah adiknya pak Muhairin sedang memanen durian, lalu kejatuhan durian, 5 duri menancap di kepalanya, berdarah. Tapi tidak dibawa ke rumah sakit, cukup diobati di rumah saja katanya. Kami ngobrol apasaja disitu dan akhirnya harus pulang sekitar jam 10an karena hujan, kami dipinjami payung untuk pulang.



9 Juli 2013
Pagi, jam 6 keluarga pak muhairin ngopi, merokok, dan mengobrol. Melihat orang-orang sengkuang daok berduyun-duyun pergi ke kecamatan (Meliau) naik motor untuk menerima BLSM. Ada sekitar 22 KK yang menerima bantuan tersebut. bantuan tersebut dinilai tidak tepat sasaran karena tidak sesuai hasil survey. Orang-orang hanya diberi surat untuk datang ke kecamatan oleh kepala dusun. Banyak diantara mereka yang mempunyai kapling, punya penghasilan. Tidak seperti waktu penerimaan Bantuan Langsung Tunai (BLT), pak RT sudah melakukan survey dan mempunyai data warga yang membutuhkan bantuan sehingga pemberian bantuan pada saat itu tepat sasaran. Untuk pemberian BLSM ini banyak warga miskin yang tidak punya kapling, tidak punya penghasilan tetap, mengandalkan uang dari buruh kelapa sawit yang tidak menerima bantuan.
Di dusun Sengkuang Daok ini banyak anjing berkeliaran. Kebanyakan milik orang NTT, terkadang anjing itu memakan ayam-ayam warga. Pernah suatu hari anjing itu makan ayam milik pak muhairin. Pak Muhairin pun langsung membunuhnya dengan panah. Lalu orang NTT datang marah-marah menanyakan pembunuhan anjing miliknya. Setelah diceritakan, orang NTT sebenarnya mau mengganti ayam pak Muhairin dengan ayam yang baru, tapi alasan pak muhairin membunuh anjing itu adalah supaya anjing itu tidak membunuh ayam-ayamnya lagi. Orang NTT memakan daging anjing miliknya.
Pagi itu agak gerimis, orang-orang tetap ke ladang atau kapling dengan membawa motor. Ada juga yang jalan kaki, namun tidak banyak. Disini saya jarang menemukan sepeda digunakan oleh orang-orang untuk ke ladang. Sepeda hanya digunakan anak-anak SD untuk ke sekolah. Orang-orang disini jarang yang memiliki sepeda. Anak-anak SMP dari Sengkuang Daok yang bersekolah di Kuala Buayan biasa datang ke sekolah dengan naik motor, uang saku anak-anak sekolah pada umumnya adalah 5 ribu, cukup untuk membeli es dan kue, tidak ada sisa. Sedangkan uang saku anak SD umumnya yaitu 2 ribu. Cukup untuk membeli Nasi atau bubur dan es. Rata-rata sekolah SD dan SMP di desa Kuala Buayan melarang siswanya membawa Handphone. Tapi banyak anak-anak SMP yang membawa HP ke sekolah dengan sembunyi-senmbunyi. Apabila mereka ketahuan membawa HP oleh gurunya, maka HP nya akan diambil dan dikembalikan sewaktu pulang sekolah.
Di rumah-rumah warga sengkuang daok, hampir seluruhnya saya melihat hiasan dari sedotan yang dibentuk bunga-bunga, dan hiasan lainnya. Awalnya anak-anak diberi tugas oleh gurunya mengenai kerajinan dari sedotan itu. Lalu lama-kelamaan orang-orang tua ikut membuat kerajinan itu dari sedotan diajari oleh anak-anaknya dan oleh gurunya.
Orang-orang disini menyebut arah mata angin dengan istilah hulu, hilir, darat, dan laut. Istilah hulu mengartikan ke arah hulu sungai atau timur, istilah hilir mengartikan ke arah sungai kapuas atau barat, istilah laut mengartikan ke arah muara sungai kapuas atau ke arah selatan, istilah darat mengartikan ke arah hulu sungai kapuas atau arah utara.
Semalam sekitar jam 2-3 pagi desa Sengkuang daok mati lampu. Sewaktu menyalakan pelita tangan kiri pak muhairin terkena tumpahan minyak dan apinya merambat ke tangan. Tangannya terbakar dan bernanah, cukup parah. Pak muhairin mengobatinya dengan pasta gigi agar dingin, setelah itu dibersihkan lalu diberi oli. Pak Muhairin tidak membawanya ke Rumah sakit karena untuk ke rumah sakit, dibutuhkan waktu yang lama, dari dusun Sengkuang Daok harus ke arah hilir atau Logistik, lalu menyebrang sungai Kapuas, dan pergi ke Meliau untuk bisa sampai di Rumah sakit. Biaya untuk menyebrang sebelum kenaikan BBM sebesar 10 ribu, namun setelah kenaikan BBM naik menjadi 15 ribu tiap kali menyebrang.
Rata-rata rumah di Sengkuang Daok ini berbentuk panggung, agar apabila banjir rumah mereka tidak terkena luapan sungai Boyan, tapi sekarang sungai Boyan sedang surut. Rumah disini terbuat dari kayu lantainya, banyak pula yang sudah di keramik, dindingnya terbuat dari semen, banyak yang rumahnya berlantai dua. Disekitar rumah apabila masih ada lahan kosong dibuatkan tempat menjemur baju, dan sebagian orang menanaminya dengan pohon kelapa, sawit, dan lainnya. Di ruang tamu ada kursi mebel dan sebagian ruang lainnya bermodel lesehan dengan alas plastik atau karpet.
Karena di Sengkuang Daok listrik hanya menyala pada jam 5 sore sampai jam 6 pagi, maka setelah itu anak-anak bermain Hpnya, entah main game, nonton Video, maupun SMSan. Sewaktu keluarga Erpan digitalnya (seperti boster) rusak, dia menumpang menonton TV di tetangganya (depan rumah). Hampir setiap rumah disini memiliki TV 21 inch dan Parabola.
Sarapan, ada tamu (orang madura). Menunya nasi, sarden, ikan asin, dan mie, minum air putih. Selesai makan ibu erpan mengundang orang-orang di sekitar rumah untuk membeli pakaian yang dibawa orang madura, banyak yang datang. Mereka memilih, mencobanya, membeli, kebanyakan dengan kredit. Disini banyak anak-anak yang memakai kalung emas. Ada seseorang laki-laki sudah berkeluarga, tetangga erpan yang bekerja di Meliau dia punya HP disana, tapi di rumahnya tidak ada HP. Orang tersebut menelpon erpan, dia mau bicara dengan istrinya. Karena tidak punya HP maka istrinya itu dipanggil ke rumah Erpan oleh ibu erpan. Setelah itu suaminya menelpon lagi. Saya mendengar pembicaraan itu, dengan bahasa melayu. Si istri dan anaknya meminta banyak barang ke suaminya di Meliau. Dia meminta baju sekolah, sepatu sekolah, sepatu bola, mercon, baju bola dan lainnya.
Sekitar jam 1 saya, mas aji, mamak x (tetangga pak RT), dan erpan pergi ke hutan untuk mencari buah lingsum. Buah lingsum adalah buah sejenis dengan buah salak, namun kulitnya agak kemerahan, isinya lebih besar, dan ukurannya lebih kecil dari salak. Bentuknya seperti buah salak, kulitnya berduri. Dalamnya hampir sama seperti salak tapi yang ini lebih lunak.. Saya mendapat cukup banyak buah itu di hutan secara cuma-cuma. Buah seperti itu tidak diperjual belikan, masyarakat yang ingin memakannya tinggal memetik saja di hutan. Buahnya sangat masam, apalagi yang masih muda, masih merah. Kalau yang agak lumayan tua buahnya sedikit ada rasa manisnya. Biasa dimakan dengan gula dan cabai. Banyak yang suka buah ini, tapi sedikit yang mengambilnya di hutan.
Jam 2 saya, mas aji, dan pak muhairin pergi ke Trans 2 naik motor. Disana kami bertemu dengan saudaranya pak Muhairin, rumahnya di sebelah tugu Bhakti jaya, beliau memiliki warung, disana kami disuguhi es. Disana kami juga bertemu teman kami yang tinggal di Trans 2. Kebanyakan orang disana adalah orang jawa. Setelah agak lama kami melanjutkan perjalanan ke kebun kelapa sawit milik pak Muhairin, ada kolam disana. Dulu pak Muhairin tinggal di Trans, banyak orang transmigran yang tinggal disana. Namun mungkin karena tidak betah, orang-orang transmigran itu banyak yang pulang lagi ke jawa, bali, dan NTT. Mereka menjual tanahnya disana lalu pulang ke kampung halaman. Akhirnya tahun 2004 pak Muhairin pun pindah ke Sengkuang daok karena sudah tidak memiliki tetangga lagi disana. Pak muhairin memiliki 5 kapling kelapa sawit disana. Akses ke kebun pak Muhairin agak susah, jalannya dari tanah merah, licin, dan becek. Kami pulang ke rumah jam 4.
Di rumah saya bertemu dengan seorang anak, namanya Musa dia bersekolah dan tinggal di pondok pesantren di Pontianak. Biaya pendidikan sebulan disana sebesar 900 ribu, itu belum termasuk uang jajannya, dia tidak punya HP karena di pondok tidak diperbolehkan membawa HP. Tapi dia ingin memiliki HP. Karena masih libur sekolah maka dia di rumah, berangkat ke pontianak lagi bulan 8, setelah lebaran. Sebagian besar anak disitu suka berenang di Sungai Boyan dan bermain gasing, termasuk musa. Dia punya gasing yang terbuat dari kayu, gasingnya dibuat oleh orang tuanya. Ada juga anak yang bermain mercon. Baik mercon yang dari kertas maupun mercon dari bambu. Kalau mercon dari kertas, anak-anak biasa dibelikan  oleh orang tuanya di Meliau, 1 bungkus harganya seribu. Kalau mercon dari bambu membutuhkan minyak atau bensin untuk membunyikannya. Baik bambu maupun minyaknya mereka minta dari orang tua. Mercon-mercon itu cuma ada sewaktu menjelang hari-hari besar saja. Seperti ramadhan, lebaran, dan hari besar lainnya.
Jam 4 sore, waktunya orang-orang berkumpul di lapangan badminton depan rumah pak RT. Didatangi oleh orang-orang tua dan remaja laki-laki. Dalam menyambut bulan puasa ini warga di Dusun Sengkuang Daok ini mengadakan event tournament pertandingan Badminton. Lomba diikuti oleh pasangan ganda campuran, biaya pendaftarannya 100 ribu per pasangan, venue pertandingannya di SP 5, lumayan jauh dari dusun Sengkuang Daok, waktu pertandingannya mulai tanggal 11 setelah sholat tarawih jam 9 malam. Warga dusun Sengkuang Daok banyak yang mengikutinya. Setiap sore mereka sudah berlatih di lapangan depan rumah pak RT. Setidaknya mereka menghabiskan 4 kock dalam sehari untuk berlatih.
Saya diajak pak Muhairin untuk memetik kelapa di kebun depan rumahnya. Kami memetik agak banyak, sekitar 15an buah kelapa, satu songkro dorong pengangkut barang itu penuh dengan kelapa. Kami memetik kelapa yang muda dan yang tua. Yang muda kami kupas dan dibuat minuman-es kelapa muda-, yang tua disimpan untuk keperluan dapur keluarga nantinya. Kami juga membagi-bagikan buah kelapa itu ke tetangga sekitar rumah.
Maghrib, sholat, mandi, makan malam dengan menu ikan sarden dan ayam, minumannya es kelapa muda, masih bersama keluarga dan tamu orang madura. Selesai makan kami yang laki-laki pergi ke masjid Sengkuang Daok untuk melakukan shalat tarawih pertama naik motor. Sholat tarawih pertama disana penuh sampai ke luar ruang utama masjid, semuanya ada sekitar 14 shaf. Tarawih dimulai jam  7 sampai jam 8. Setelah sholat tarawih, jamaah bersalaman. Setelah itu saya ikut tadarus (membaca) Al-Qur’an di masjid bersama orang-orang tua dan anak-anak disana. Orang tua yang laki-laki sekitar 8 orang, pemuda hanya 1, sedangkan anak-anaknya sekitar 10 orang. Tadarus yang perempuan terpisah dengan yang laki-laki, mereka adalah kebanyakan orang tua dan remaja. Sembari tadarus, kami disuguhi makanan berupa kue dan minuman berupa kopi dan susu. Orang-orang sekitar masjid yang membawa makanan dan minuman tersebut. anak-anak paling antusias saat makanan dan minuman datang. Mereka terlihat paling banyak menghabiskan makanan. Sedangkan orang dewasa (tua) tampak santai menikmati makanan sambil merokok. Sebagian besar orang tua yang tadarus itu merokok. Tadarus dimulai setelah shalat tarawih dari jam 8 sampai jam 11, kami membaca 3 juz Al-Qur’an. Selesai tadarus, masih ada orang-orang dewasa laki-laki yang mengobrol di bagian belakang masjid. Saya pulang karena sudah mengantuk.



10 Juli 2013
Saur dengan menu mie, ayam, dan air putih bersama keluarga pak Muhairin dan 2 orang tamu penjual baju dari madura. Setelah saur kami nonton TV sambil ngopi dan ngeteh bersama di ruang tengah. Bangun tidur mencuci bersama mamak erpan di sumur. Orang-orang disini kalau sedang bekerja biasanya tidak puasa karena takut tidak kuat, taket teler katanya. Pagi itu saya pergi ke SP 5 melihat tempat penambang emas. Disini banyak penambang emas. Untuk menambang emas, dibutuhkan minimal 6 orang dan 1 set alat penambang emas. Emas yang telah diambil kemudian dikumpulkan lalu dijual ke pengepul emas di Meliau. Lalu pengepul itu mengolah menjadi berbagai macam perhiasan. Ada bos-bos yang membuka penambangan emas ini. Bahkan ada yang membuka sampai 32 set alat penambangan. Setiap ada pembukaan penambangan biasanya ada keributan. Keributan itu dipicu karena adanya pencemaran lingkungan air. Walaupun jarak tempat penambangan dengan sungai agak jauh, tapi air bekas penambangan itu biasanya sampai ke sungai bercampur dengan air sungai. Kalau air bekas tambang emas bercampur dengan air sungai maka akan menjadi gatal-gatal apabila digunakan untuk mandi. Kulitnya bisa mengelupas karena airnya mengandung mercury. Kalau warga berdemo, nanti resikonya ditanggung bosnya atau pemilik modal. Setelah dari penambangan, saya bersama pak muhairin pergi ke hutan untuk mencari bambu, rencananya bambu itu akan kami buat mercon bumbung. Kami mengambil 2 batang pohon bambu. Kami bawa pulang dengan motor. Harga minyak di Sengkuang Daok 10 ribu per liter. Untuk membunyikan 1 batang mercon bumbung setidaknya dibutuhkan 1 liter minyak tanah.
Rata-rata warga sengkuang Daok berlangganan TV parabola, karena kalau menggunakan antena biasa tidak ada sinyal TV yang masuk. Termasuk pak Muhairin, beliau memiliki TV 21 inch dan Parabola. Channel yang ditampilkan TV parabola ini mencapai 300an lebih baik dari dalam maupun dari luar negeri. Biaya berlangganannya 20 ribu per bulan. Apabila tidak bayar pajak maka Tvnya hanya bisa menayangkan channel dalam negri saja. Biaya listrik keluarga pak muhairin sebesar 40an ribu per bulan. Umumnya warga Sengkuang Daok membayar 20-30an ribu per bulan untuk listrik. Terkadang warga membayar 2 buan sekali. Tidak seperti di SP 5 dan daerah lainnya yang tidak dialiri listrik. Mereka memakai Genset untuk kebutuhan listrik sehari-hari. Biaya yang dikeluarkan untuk membeli minyak untuk keperluan genset adalah 700an ribu perbulan.
Saya keliling dusun banyak menemui anak-anak sedang naik motor, bermain gasing, dan bermain truk-truk mainan. Saya tertarik melihat mainan truk-trukan. Harganya lebih dari 40ribu di Meliau atau terkadang ada orang yang berjualan keliling. Orang tua biasa membelikan untuk anaknya. Di Meliau memang terdapat barang-barang yang mampu memenuhi kebutuhan warga dusun Sengkuang Daok. Orang butuh apasaja pasti ada di Meliau. Mulai dari semen dan peralatan bangunan lain, peralatan dan perlengkapan dapur, sampai mainan anak dan kebutuhan sekolahnya semua ada di Meliau.
Kalau tidak puasa orang-orang Sengkuang Daok makan 2 kali sehari. Pagi jam 9an dan sore jam 4an. Termasuk keluarga pak Muhairin.
Di hutan atau di kebun karet atau sawit ada beberapa hewan liar seperti ular cobra, tupai, dan burung-burung seperti puyuh, jalak dan sebagainya. Banyak warga Sengkuang Daok yang berburu di hutan menggunakan senapan angin. Apabila mereka mendapatkan Jalak terkadang dijual ke Jawa atau juga dipelihara. Dulu orang kalimantan mengambil jalak dari jawa, sekarang jalak di jawa habis dan orang jawa mengambil jalak dari kalimantan. Apabila mendapatkan burung puyuh biasanya disembelih dan dimakan.
Disini banyak anak-anak kecil yang sudah bisa naik motor, anak-anak kecil sudah diajari untuk mengendarai motor. Disini banyak sekali motor yang tidak berplat atau tidak ada nomornya polisinya. Mereka tidak membayar pajak karena mereka merasa meskipun sudah membayar pajak, tapi tetap saja jalan-jalan rusak tidak diperbaiki. Keamanan disini cukup terjamin, mungkin karena di kampung. Motor yang diletakan di luar rumah beserta kuncinya pun tidak hilang. Banyak anak-anak atau remaja yang berkumpul di Batu (dekat jembatan kearah Trans 2) untuk sekadar nongkrong, cari sinyal, ngobrol disore hari. Mereka biasa menggunakan motor untuk kesana. Kebanyakan orang-orang sengkuang daok menggunakan nomor M3 atau Telkomsel di HP mereka. Karena memang sinyal di Sengkuang daok hanya ada indosat dan telkomsel. Biaya untuk 1 hari sms nomor Telkomsel adalah 1350, sedangkan biaya sms sehari untuk nomor M3 adalah 300. Disini tidak dijumpai konter, tapi ada 1 warga yang berjualan pulsa, namanya om No, harga untuk pulsa 5 ribu adalah 7 ribu, untuk pulsa 10 ribu adalah 12 ribu, harga untuk pulsa 20 ribu adalah 22 ribu.
Saya berbuka puasa di rumah Emi. Kami berbuka menggunakan es kweni dan combro. Sederhana. Semuanya bikinan sendiri. Saya pulang ke rumah pak Muhairin dengan jalan kaki. Di rumah ini sudah berbuka puasa, menggunakan gorengan dan es.
Sholat tarawih di Masjid Sengkuang Daok, berangkat kesana bersama keluarga pak Muhairin menggunakan motor. Dari 12 shaf yang ada di masjid semuanya penuh. 6 shaf laki-laki, 6 shaf perempuan. Kebanyakan yang tarawih disana adalah orang tua, sebagian anak-anak dan remaja. Selesai tarawih dilanjutkan dengan tadarus Al-Qur’an. Laki-laki mengaji dengan menggunakan microphone, yang perempuan mengaji terpisah dengan laki-laki, tidak menggunakan microphone. Jumlah orang yang tadarus adalah 20 orang laki-laki kebanyakan dari mereka adalah orang tua, sebagian lagi anak-anak dan 15 orang perempuanyang kebanyakan dari mereka adalah orang tua dan remaja. Saat tadarus ada sedikit jajanan dari warga sekitar masjid untuk orang-orang yang tadarus. Selesai tadarus atau tarawih keluarga pak Muhairin duduk-duduk sambil nonton TV dan minum-minum es.



11 Juli 2013
Saur keluarga pak Rin, menunya adalah Nasi, mie, ikan sarden, gorengan, sayur daun pepaya, dan minum air putih. Selesai makan sahur, ngeteh bareng sambil nonton TV sekeluarga dari jam setengah 4 sampai jam 5. Imsak jam 4 lebih 5menit. Saat subuh, pak rin dan Datok ke masjid menggunakan motor, yang lain tidak ke masjid.
Datok, Erpan, dan siti mandi di sungai Boyan, 100 meter dari rumah. Mamak epan dan pak rin mandi di kamar mandi rumah. Selesai mandi Datok memetik buah pisang yang masih muda di samping rumah.
Laki-laki pergi ke kebun naik motor, sedangkan perempuan banyak yang jalan kaki. Mereka pergi ke kebun sekitar jam 8-9an. Jam 9an warga biasanya menyapu, menjemur pakaian, menjemur kasur, dan melakukan pekerjaan domestik lainnya. Pedagang sayur berkeliling kampung Sengkuang Daok, ada 3 pedagang sayur yang menggunakan motor.
Disini banyak sekali orang berseliweran menggunakan motor dan membuka bajunya, karena kondisinya memang panas apalagi di siang hari. Disini mayoritas warganya adalah suku Melayu, sebagian lainnya adalah orang Dayak, orang Jawa, dan orang NTB. Orang melayu beragama Islam, mereka berpuasa di bulan ramadhan, orang dayak mayoritas beragama Kristen atau Katholik, mereka tidak berpuasa dan sering merokok di siang hari walaupun di bulan ramadhan, namun ada juga orang dayak yang pindah ke agama islam. Orang jawa rata-rata beragama islam.
Saya ke rumah pak ilham (kakaknya pak Rin), rumahnya di belakang SD N 35 Sengkuang Daok. Beliau sedang membuat sampan, kayunya memotong sendiri di hutan menggunakan gergaji mesin punya sendiri, sampan itu tidak dijual, tapi untuk digunakan sendiri. Harga sampan ukuran panjang 10 meter kira-kira bisa mencapai 400 sampai 500an ribu.
Di samping SD ada rumah kepala SD N 35 Sengkuang Daok, namanya pak Suparman, beliau orang jawa.
Disini, kalau orang jawa memiliki lahan pekarangan rumah bisa dijadikan uang, mereka biasa memanfaatkannya dengan menanami berbagai macam tanaman seperti lombok, ketela pohon, pisang, dan lain-lain. Orang jawa dulu waktu datang ke Sengkuang Daok giat bekerja, ulet, mau jadi kuli panggul, pekerjaan apapun mau dilakukan. Bahkan kalau sehari jadi kuli panggul, orang jawa bisa mendapat sampai 3 juta sehingga orang-orang yang dulunya tidak punya kapling, sekarang bisa punya kapling. Dalam merawat kapling sawitpun berbeda, orang jawa lebih jor-joran dalam memberi pupuk sehingga hasilnya pun bisa banyak, biasanya orang jawa bisa menghasilkan 7 ton tiap kali panen untuk 1 kapling.
Orang melayu kalau punya lahan pekarangan rumah tidak dimanfaatkan, hanya menganggur saja lahannya. Kalau merawat sawitpun mereka tidak memberi pupuk secara teratur. Mereka sayang kalau harus “membuang” pupuk untuk sawit. Hasilnyapun kalau orang melayu punya lahan 1 kapling biasanya cuma bisa menghasilkan 3 ton. Orang-orang jawa juga berani pinjam uang di Bank untuk membeli kapling sawit, mereka berani berinvestasi sawit. Kalau orang melayu tidak berani pinjam uang di Bank, sebisa-bisanya mereka tidak meminjam uang. Kalaupun terpaksa harus pinjam uang, mereka biasanya cuma pinjam uang di warung-warung kecil. Orang melayu juga tidak bisa kalau Cuma minum air putih setiap hari demi mengirit atau menghemat pengeluaran. Berbeda dengan orang jawa disini, mereka mau hidup susah-susah untuk kekayaan.
Pak ilham punya sapi 4, sapinya dilepas di hutan-hutan, walaupun tidak di kandang tapi sapinya tidak hilang. Bahkan sapinya bisa mengenali pemiliknya. Terkadang kalau sebulan sekali pak ilham menengok, memberi makan. Hanya dengan klakson sepeda motornya, sapi-sapinya bisa mendatangi pak ilham. Orang-orang di sini banyak yang memiliki sapi, namun sapinya tidak dikandang. Bahkan ada yang memiliki sapi sampai 30an ekor.
Pak ilham punya 3 sepeda motor, 2 kapling sawit. Pak ilham punya 3 anak, anak pertama bernama Rina sempat sekolah SMP di Kuala Buayan. Karena jauh dari rumah, dia meminta dibelikan rumah di Buayan. Setelah dibelikan rumah dia hidup sendiri di sana sehingga kesehatannya kurang diperhatikan, akhirnya baru beberapa bulan sudah sering sakit-sakitan. Setelah cukup lama tidak masuk sekolah karena sakit akhirnya Rina memutuskan untuk keluar dari sekolah. Guru-guru disana sudah membujuknya untuk tetap melanjutkan sekolah, termasuk bapak ibunya, tapi Rina tidak mau sekolah dan sekarang dia menganggur saja di rumah. Anak kedua pak ilham baru SD kelas 6, kalau nanti masuk SMP dia mau sekolah dengan syarat dibelikan motor baru. Pak ilham pun nanti akan memenuhi permintaan si anak. Bagi pak ilham pendidikan itu penting, jika memang harus hidup susah dengan makan nasi dan garam pun kalau untuk pendidikan anak pak ilham mau membiayainya. Namun tergantung kemauan si anak juga, apabila dia bersemangat sekolah maka akan didukung penuh. Namun kalau tidak berkeinginan sekolah, maka percuma saja bila didukung penuh dari keluarga.
Orang-orang disini suka membeli ataupun membuat mercon, mulai dari mercon bambu sampai mercon obat (kertas). Kalau mercon bambu biasanya orang-orang mengambil di kebun mereka, kalau yang punya kebun. Kalau yang tidak punya kebun mereka biasanya membeli seharga 10 ribu per batang pada orang yang punya pohon bambu. Kalau mercon yang kertas atau yang pakai obat biasanya masyarakat membelinya di Meliau, atau kalau ada orang keliling dusun mereka membelinya. Mercon-mercon seperti itu menjadi hobi bagi orang-orang disini, khususnya pada saat bulan ramadhan dan mendekati lebaran. Sehabis tarawih biasanya ada yang menyalakan mercon. Mereka membeli mercon sampai 100 ribuan. Kalau malam takbiran atau malam lebaran, mercon sangat banyak dibunyikan oleh orang-orang disini hampir setiap rumah punya mercon. Bahkan uang yang mereka gunakan untuk membeli mercon di saat malam takbiran sampai 500 ribu.
Ayah musa bapak Bahasan Harahap adalah orang batak. Bapak Musa adalah ketua Komite Sekolah di SD no. 35 Sengkuang Daok dan juga ketua pengurus Masjid Dusun Sengkuang Daok. Ibu musa adalah orang melayu, sekeluarga beragama islam, mereka memiliki 3 kapling kebun sawit. Keluarga musa buka puasa menggunakan bakwan, es bululuk (kolang kaling) buahnya mencari dihutan. Ayahnya suka mencari burung di hutan, kalau mendapat burung hias burungnya dipelihara. Tetapi kalau burungnya sejenis puyuh dan lain-lain yang bisa dimakan biasanya mengolahkan untuk dijadikan lauk. Dirumah musa terdapat 3 motor dan 1 sampan. Megapro, jupiter, dan vega R. Megapro biasa digunakan abang musa untuk sekolah. Abang musa sekolah di Pontianak sekarang SMA, musa juga di Pontianak sekarang kelas 1 SMP, dia di pondok pesantren, sedangkan adiknya sekarang sekolah di SD no.35 Sengkuang Daok kelas 2. Adik musa kalau ke SD naik sampan biasanya. Musa pada saat liburan hanya bermain-main menggunakan motor. Kalau sore dia berkumpul dengan teman-temannya di Batu (jembatan ke arah Trans 2).
Keluarga pak rin berbuka puasa dengan menu Es leci, kerupuk singkong (singkongnya mencari di sekitar rumah), dan kue corobikang. Semuanya buatan sendiri, tidak ada yang membeli. Selesai berbuka, mereka makan bersama. Menunya adalah nasi, ikan, tempe, tempe bacem, dan mie.
Tarawih di masjid, berangkat dengan pak Jumadi menggunakan motor. Laki-laki 4 shaf, perempuan 4 shaf. Banyak yang kosong. Selesai tarawih dilanjutkan dengan tadarus, laki-lakinya 8 orang, perempuannya 12 orang. Dari jam 8-10. Suguhan jajanannya adalah kopi susu dan kue. Di masjid orang-orang berkata bahwa 3 tahun terakhir mahasiswa datang ke dusun Sengkuang Daok ini, jarang sekali ada yang ikut acara-acara di masjid. Mahasiswa kalau malam asik bermain laptop di rumahnya. Kalau ada acara yang makan-makan barulah mereka datang. Mereka mengharapkan mahasiswa disini itu bisa berbagi pengalaman ilmunya dengan mereka. Banyak orang disini menganggap diri mereka bodoh dan menganggap mahasiswa sebagai orang-orang pintar. Sehingga apabila mahasiswa tidak berbaur dengan masyarakat, mereka terkadang minder dengan mahasiswa.



12 Juli 2013
            Makan Saur dengan keluarga Bang rin. Menunya adalah Nasi, ikan bawal, ikan bandeng, mie, air putih. Setelah makan sahur, minum kopi atau teh bersama keluarga di ruang tengah sambil nonton TV. Setelah imsak dan sholat subuh, kami tidur. Bangun jam setengah 7an. Mamak membeli ikan di penjual sayur keliling, langganan setiap harinya. Mamak erpan mencari sayur pakis di dekat KM3 untuk dimasak nanti sore. Siang sekitar jam 9 ada penjual sayuran yang berkeliling lagi. Pelanggannya adalah ibu-ibu Dusun Sengkuang Daok. Ibu-ibu itu biasa membeli keperluan dapurnya untuk memasak maupun berbuka puasa pada penjual sayur keliling itu. Penjual sayur itu membeli barang dagangannya dari Meliau. Sekitar setengah jam dari Sengkuang Daok. Barang yang dijual di tempat tukang sayur itu antara lain adalah pare, kobis, semangka, ikan, tahu, jagung, bahan kolak (kolang kaling), agar-agar, pepaya, cabe, sagu, dan lainnya. Biasanya penjual itu menghabiskan barang dagangannya dalam sehari, keliling kampung Sengkuang Daok menggunakan motor.
            Jam setengah 12 melaksanakan Sholat Jumat di Masjid Sengkuang Daok, jamaahnya adalah warga laki-laki sengkuang Daok. Kebanyakan dari mereka adalah orang tua dan anak-anak, sebagian lainnya adalah remaja kampung. Dari 12 shaf (baris) yang tersedia di Masjid itu, 7 shaf yang terisi. Shalat jumat dilaksanakan sampai jam setengah 1. Setelah sholat Jumat, sebagian orang tua mengobrol sambil berbaring di masjid bagian luar sampai jam setengah 2. Setelah itu mereka pulang ke rumah. Banyak yang menggunakan motor.
            Menurut pak Rin, hampir 90% warga Sengkuang Daok memiliki kapling sawit. Kira-kira belasan keluarga saja yang tidak mempunyai lahan sawit. Dari belasan keluarga itu sebagian ada yang bekerja menoreh di lahan karetnya, sebagian ada yang bekerja sebagai buruh, sebagian lagi sebagai guru, dan lain-lain. Sebagian orang yang tidak mempunyai lahan sawit adalah karena mereka menjualnya. Disini setiap rumah hampir pasti memiliki motor, minimal 1. Terkadang tuntutan untuk membeli motor itulah yang menyebabkan sebagian masyarakat menjual lahan sawitnya. Diantara orang yang tidak memiliki lahan sawit adalah Pak Musa, Pak Karel, Pak Munajang, Pak Pri, Pak Bodeng, Pak Suparman, Pak Mistam.
            Dari bekerja sebagai buruh atau menoreh karet biasanya masayarakat mendapatkan uang sebesar 3 juta perbulan. Sebagian orang lagi ada yang bekekerja sebagai buruh pemotong kayu hutan. Namun menurut ayah Hayati, buruh kayu di Sengkuang Daok itu agak malas. Biasanya mereka meminta upah dibayar dimuka, kerjanya belakangan. Ayah hayati bahkan lebih sering menyewa atau mengambil tenaga burug dari Meliau meskipun biayanya lebih mahal dari buruh di Sengkuang Daok. Namun ayah Hayati lebih percaya pada buruh di Meliau karena kerjanya lebih profesional.
            Sore-sore, sekitar jam setengah 4an. Remaja ABG dan anak-anak muda dusun Sengkuang Daok biasanya menghabiskan waktu sampai maghrib dengan bermain motor atau duduk-duduk nongkrong di Batu (dekat jembatan menuju Trans 2). Sedangkan sebagian anak muda dan orang tuanya biasanya berkumpul di depan rumah pak RT untuk bermain Bad Minton. Mereka bermain dari jam setengah 4 sampai jam 5 lebih. Sore itu mereka menghabiskan 2 kok. Kok nya biasa mereka beli secara bergantian di warung. 1 koknya seharga 3 ribu.
            Berbuka puasa dengan menu es cincau, gorengan, rolade, dan pisang. Makan malam dengan menu nasi, ikan goreng, jamur (sayur), dan air putih. Setelah itu nonton TV sambil ngobrol, ngrokok, dan ngeteh atau ngopi.
            Shalat tarawih, laki-laki 4 shaf, perempuan 5 shaf dari jam 7 sampai jam 8. Setelah itu tadarus dari jam 8 sampai jam 10. Laki-laki yang tadarus 10 orang, perempuan 12 orang. Suguhan jajanannya adalah kue lapis, kue corobikang, minumannya kopi. Hari itu menyelesaikan 3 juz. Kebanyakandari yang tadarus adalah orang tua, anak-anak berkurang. Perempuan tetap sama dengan hari-hari sebelumnya yaitu ada orang tua dan remaja.



13 Juli 2013
            Makan sahur jam 3 pagi. Menunya nasi, ikan goreng, bakwan, jamur, sayur kangkung, minumnya air putih. Setelah sahur, minum coklat sambil nonton TV, bapak merokok.
            3 tukang sayur lewat sekitar jam 9an berkeliling kampung Sengkuang Daok. Jam 11nya ada 2 tukang sayur lagi yang berkeliling. Yang dijual oleh tukang sayur itu rata-rata adalah sama. Diantaranya adalah sayur, cincau, cendol, jeruk, waluh, terong, agar-agar, sozis goreng, tahu, ayam, cabe, teri, bawang, sawi, bawal, tauge, tempe, jagung, dan lain-lain. Mamak erpan sekali beli hari itu menghabiskan uang 25 ribu. Ibu jumadi membeli tahu seharga 5 ribu. Penjual sayur lainnya selisih beberapa menit lewat, yang dijual adalah kolang kaling, bawang, agar-agar, cincau, sayur, susu botol, jahe, cabe, jagung, sozis mentah, ikan tuna, jeruk, dan lain-lain.
            Keluarga pak rin membuat pagar dari bambu untuk halaman belakang rumah. Pagar itu dibuat agar menghalangi anjing-anjing yang berkeliaran yang ingin masuk ke dalam rumah lewat belakang, sebelum diberi pagar terkadang ada anjing yang masuk dapur lewat belakang. Bambu yang untuk dibuat pagar itu diambil / ditebang oleh pak rin di kebunnya sendiri. Diangkut menggunakan motor dari kebun ke rumah.
            Di Sengkuang Daok banyak orang yang memiliki gergaji mesin sendiri, biasanya mereka gunakan untuk menebang kayu di hutan. Kayunya digunakan untuk keperluan membuat sampan, membuat rumah, dan ada pula yang dijual. Harga kayu disini cukup mahal, 1 meter kayu papan itu bisa mencapai 100 ribu. Kayu papan itu ada yang digunakan untuk membatasi tambak, membuat sampan, dan lainnya.
            Setiap sore kecuali hari minggu, mamak erpan membeli es batu untuk berbuka puasa. harganya seribu per bungkus. Biasanya erpan membeli 2 bungkus es batu. Penjualnya adalah orang yang ada di samping masjid Sengkuang Daok. Sebenarnya keluarga Erpan memiliki kulkas, namun karena listriknya hanya menyala pada jam 5 sore sampai jam 6 pagi maka tidak bisa digunakan untuk membuat es. Esnya pada sore hari biasanya sudah hancur. Kecuali hari minggu, listrik menyala pada jam 5 sore sampai jam 12 siang, jadi kulkasnya bisa digunakan untuk membuat es batu. Tapi penjual es yang ada disamping masjid itu juga menggunakan freesher untuk membuat es batu, namun karena membuatnya mulai dari sore maka esnya bisa tahan lama. Penjual es itu menggunakan air hujan untuk membuat es batu.
            Sore hari, kalau air sungai tidak pasang atau kalau tidak hujan datok, Erpan, dan siti mandi di sungai boyan. Sore itu mereka mandi di sungai. Meskipun di rumah ada kamar mandi dan ada airnya. Pak rin dan mamak lebih sering mandi di kamar mandi rumah.
            Mamak biasa memanfaatkan tanaman-tanaman di sekitar rumah seperti tebu, pisang, jamur, daun singkong, daun pepaya, dan sebagainya. Tebu biasa diolah mamak sebagai sayuran, yang diambil adalah pucuknya yang masih muda. Namun bukan tebu pada umumnya yang biasa kita lihat di Jawa. Kalau pisang mamak biasa mengambilnya di sekitar rumah, dulu banyak sekali pisang di belakang rumah. Namun sekarang sudah agak berkurang karena mati dan ditanami tanaman lain. Pisang yang masih muda biasanya diolah sebagai sayur. Kalau yang agak matang biasanya digoreng atau dijadikan kolak. Sedangkan yang sudah matang dimakan langsung. Mamak tidak pernah menjual pisang ke pengepul ataupun ke pasar. Kalau jamur, mamak biasa mengambilnya di dekat KM 3, bukan kebun milik sendiri, namun tumbuh liar disana. Biasanya diolah sebagai sayuran. Kalau daun singkong, mamak biasa mengambilnya di rumah Datok (dari ayah erpan), atau di sekitar rumah kalau ada. Sama seperti daun singkong, daun pepaya juga diambil disekitar rumah. Biasanya diolah sebagai sayur. Selain itu juga ada pohon kelapa di sekitar rumah dan di kapling sawit di trans milik pak Rin. Beberapa kali dipetik, yang muda untuk es kelapa muda, yang tua diambil kelapanya untuk keperluan dapur, tidak pernah di jual meskipun banyak buahnya.
            Buka puasa dengan keluarga pak rin. Menunya adalah es, ikan, bakwan, nasi, sayur jamur, nasi, sayur pisang muda, ikan panggang, ikan goreng, dan air putih. Selesai berbuka, mamak membuat kolak pisang. Di keluarga ini, ada 3 sesi saat berbuka puasa.
1.      Hidangan pembuka (takjil)
Adalah hidangan yang disajikan pas berbuka puasa (takjil) untuk membatalkan puasa, biasanya menunya adalah Es cincau, bakwan, kurma, dan makanan kecil lainnya yang manis-manis. Biasanya dilakukan atau berlangsung di ruang makan atau ruang belakang.
2.      Hidangan inti (makan besar)
Adalah hidangan yang disajikan setelah berbuka puasa atau setelah sholat maghrib. Biasanya menunya adalah Nasi, sayuran, gorengan, ikan, ayam, mie, air putih dan sebagainya. Biasanya dilakukan di ruang makan atau ruang belakang.


3.      Hidangan penutup (cuci mulut)
Adalah hidangan yang disajikan setelah makan besar, sebelum tarawih atau setelahnya. Menunya biasanya adalah teh, kopi, coklat, kolak pisang, buah-buah kecil dan lainnya. Biasanya berlangsung sambil nonton TV dan ngobrol-ngobrol santai di ruang tengah.
Biasanya kalau hidangan penutupnya seperti kolak dan lainnya belum habis, bisa dimakan lagi pada waktu sahur.
Shalat tarawih di masjid Sengkuang Daok. Laki-lakinya 5 shaf, kebanyakan adalah orang tua, sebagian lainnya adalah remaja dan anak-anak. Perempuannya 5 shaf, kebanyakan adalah orang tua, sebagian lainnya adalah remaja, anak-anak agak jarang. Berlangsung selama 1 jam, dari jam 7 sampai jam 8 malam.
Setelah tarawih, dilanjutkan dengan tadarus Al-Qur’an. Laki-lakinya ada 12 orang, perempuannya ada 10 orang. Disuguhi oleh warga sekitar berupa susu, kopi, dan gorengan. Berlangsung selama 3 jam, dari jam 8 sampai jam 11 malam.



14 Juli 2013
Makan sahur dengan menu nasi, mie, ayam panggang, sayur pisang, dan air putih. Kalau makanan sisa makan malam masih ada, biasanya dihangatkan untuk dimakan lagi waktu makan sahur. Setelah makan sahur dilanjutkan dengan minum coklat, kopi, atau makan kolak sambil nonton TV, ngrokok (bagi yang merokok, dan mengobrol di ruang tengah. Setelah imsak dan sholat subuh biasanya orang-orang tidur dan bangun lagi sekitar jam 7 atau 8. Pada saat malam hari, keluarga ini mengecharge daya batu Hpnya. Kalau mati lampu biasanya menyalakan pelita menggunakan minyak tanah.
Jam 9, ada penjual sayur yang berhenti didepan rumah. Mamak membeli sawi seharga 3 ribu, terong 2 ikat 10 ribu, dan jeruk 1 plastik 5 ribu.
Pandangan orang melayu (pak lek) tentang orang dayak dan orang madura berbeda. Menurut pak lek, orang madura itu awalnya baik, namun lama kelamaan menjajah dan bisa saja berbuat jahat. Bahkan menurut pak lek, madura itu  kependekan dari Madu Racun. Awalnya memberi madu, setelah itu diberi racuni. Kalau orang dayak berbeda, mereka baik, namun apabila sekali disakiti, pembalasannya bisa lebih kejam dari yang diterimanya. Orang dayak juga pendendam. Namun di Sengkuang Daok ini orang dayaknya tidak se ekstrim dulu. Bahkan mereka banyak yang sudah masuk islam. Dulu orang dayak dan orang madura pernah bertarung atau berperang. Terkenal sekali ceritanya, entah diawali dari apa. Namun yang jelas permusuhan itu menewaskan banyak sekali korban jiwa. Bayi-bayi mati, ibu-ibu dipenggal kepalanya dan digantung di pinggir-pinggir jalan. Bahkan lautan (sungai kapuas sampai berwarna merah. Tragedinya terjadi di Meliau sampai pulau Tayan. Orang-orang Sengkuang Daok tidak ada yang ikut-ikut urusan tersebut, mereka satu dusun diungsikan semua oleh polisi di seberang.
Di rumah pak lek ada anak-anak yang biasa mengaji Al-Qur’an. Guru ngajinya adalah mamak Emi. Biasanya dimulai sekitar jam 1 sampai jam 3an. Sore itu 2 anak, Dio dan kakanya yang mengaji.
Siang sekitar jam 2, banyak ibu-ibu yang memancing ikan di sungai boyan dan anak-anak muda yang membawa senapan, berburu burung di hutan.
Orang Sengkuang Daok banyak yang nikah muda. Mereka rata-rata tidak menyelesaikan pendidikannya di SMP dan lebih memilih menikah. Banyak sekali yang baru berumur belasan tahun namun sudah menikah. Bahkan ada juga yang baru berusia 16 tahun namun sudah memiliki anak.
Anak-anak muda atau remajanya biasanya suka berseliweran menggunakan motor, tidak menggunakan helm. Rata-rata anak-anak disini sudah bisa mengendarai motor. Mereka kebanyakan tidak punya Surat Ijin Mengemudi (SIM), karena mereka hanya berkendara di sekitar dusun saja. Bahkan banyak motor yang tidak ada plat atau nomor polisi kendaraannya. Motor untuk anak-anak muda biasanya dipenuhi stiket atau skotlet. Untuk membeli dan memasang skotlet motor, mereka bisa dapatkan di BHD. Untuk skotlet dan jasa pemasangannya, 1 motor dikenakan biaya sampai 300 ribuan. Sedangkan untuk skotlet Handphone bisa mereka dapatkan di Meliau, harganya lebih dari 20 ribu. Banyak remaja disini yang memasang skotlet HP maupun skotlet atau stiker untuk motor. Stiker motor contohnya adalah berupa tulisan-tulisan unik, misalnya stiker di motor Emi adalah “KANSAS (Kami Anak Nakal Satu Saat Akan Sadar)” dan masih banyak tulisan unik lainnya.
Sore itu saya berjalan di rumah Datok (dari ayah Epan). Disana ada orang sedang mengambil buah kolang kaling atau orang Sengkuang Daok menyebutnya buah bululuk. Awalnya buah yang masih hijau diambil dari pohonnya, lalu dibakar supaya getahnya hilang dan mudah diambil. Setelah itu dibelah menjadi 2 dan diambil daging buahnya atau isinya. Lalu dimasukan ke air bersih dan buah bululuk pun siap diolah sebagai bahan campuran es atau kolak. Erpan juga suka mencari atau meminta buah bululuk pada Datoknya untuk diolah sendiri di rumahnya. Biasanya buah ini diolah untuk menu berbuka puasa. Orang-orang disini jarang yang menjualnya, kebanyakan dari mereka mengolahnya untuk dikonsumsi sendiri.
Sore-sore sekitar jam 3, banyak anak-anak dan anak muda yang bermain gasing. Mereka membuat gasing sendiri dari kayu. Biasanya dari kayu yang kuat. Kalau anak-anak dibuatkan oleh bapaknya. Talinya dari rafiah yang dianyam seperti tali tambang atau dari kulit pohon yang dianyam. Rata-rata anak disini punya dan bisa memainkan gasing.
Datok (dari ayah Erpan) baru mengambil karet yang sudah dicetak, setelah dicetak, lalu di rendam di kolam.
Disini ada posyandu setiap tanggal 15. Bidannya didatangkan dari Kuala Buayan. Di posyandu ini juga melayani pemberian obat KB.
Orang jawa kalau memupuk sawit biasanya tidak perhitungan, tetapi kalau orang melayu cenderung sayang atau eman-eman. Seolah-olah memberi pupuk bagi orang melayu adalah seperti membuang uang. Namun mereka belum tahu kalau sawit diberi pupuk yang cukup maka sawitnya akan berbuah banyak.
Kalau hari minggu, listrik di Sengkuang Daok menyala lebih lama yaitu dari jam 5 sore sampai jam 12 siang. Selama itu banyak dihabiskan oleh anak-anak untuk menonton TV. TV, salon, Kulkas dan peralatan elektronik lainnya menyala. Mamak Erpan kalau hari minggu membuat batu es sendiri.
Di rumah pak Rudi, kepala dusun Sengkuang Daok. Sekarang pak Rudi sedang mengurusi masalah PBB, Hak Guna Lahan (HGU) di dusun Sengkuang Daok ini. Kemarin banyak warga yang memprotes atau tidak puas terhadap pembagian dana BLSM pada pak Rudi. Padahal pak Rudi Cuma menyampaikan data orang-orang yang menerima dana BLSM dari kecamatan. Memang tidak sesuai target karena yang digunakan adalah data warga miskin di tahun 2008. Namun nama yang muncul dari pemerintah memang seperti itu dan pak Rudi tidak tahu menahu masalah tersebut, mengapa nama-nama tersebut yang muncul.
Dulu waktu pemilihan umum kepala dusun Sengkuang Daok pak Rudi mengalahkan pamannya sendiri. Waktu itu, pak Rudi sebenarnya tidak bernafsu untuk menjadi Kepala Dusun, namun karena sudah menjadi pilihan masyarakat, maka beliau berusaha menjalankannya dengan baik. Dalam pemilu kepala dusun di Sengkuang Daok, masyarakat tidak melihat dari pendidikannya, namun melihat kepercayaan orang tersebut di masyarakat. Orang yang mampu masuk dalam golongan masyarakat muda, golongan masyarakat tua, golongan masayarakat anak-anak, golongan masyarakat miskin, kaya, dan lainnya. Itulah yang dipercaya memimpin masyarakat. Hal ini terbukti dengan terpilihnya pak Rudi sebagai kepala dusun Sengkuang Daok. Beliau mengalahkan pamannya sendiri yang notabene adalah orang yang berpendidikan tinggi. Setidaknya lebih tinggi dari pak Rudi pendidikannya.
Diantara orang yang tidak punya lahan adalah Bu Suci dan pak Ridwan.



15 Juli 2013
Makan sahur dengan keluarga bang Rin, menunya adalah nasi, ikan, jamur, air putih, setelah itu minum teh sambil nonton TV. Datok makan 2 kali nambah, mamak 1 kali nambah, siti 1 kali nambah, bapak 1 kali nambah. Mamak tidak menyisakan makanannya di piring.
Bang Rin panen sawit di Trans 2, hamparan 18. Kebun itu milik sendiri, 1 kapling. Panen dari jam 7 sampai jam 2. Kebun itu di panen sebulan sekali, biasanya pada tanggal 15. Dari rumah naik motor. Pak Rin menyewa 3 buruh panen sawit, bang Yayan, bang Man, dan Bang Agus. Bang Yayan, umurnya 21 tahun, dia masih bujangan, orang melayu dan muslim. Bang Man, umurnya 24 tahun masih bujangan, orang melayu dan seorang muslim. Bang Agus umurnya 20 tahun, dia sudah menikah dan punya 1 anak, dia orang dayak dan muallaf. Ketiganya bekerja sebagai buruh sehari-harinya karena tidak punya lahan. Kalau bekerja, walaupun bulan puasa mereka dan orang-orang sekitar Sengkuang Daok biasanya tidak puasa karena bekerja di kebun itu membutuhkan banyak tenaga. Mungkin kalau mereka berpuasa, mereka tidak akan kuat memanen seharian dan bekerja maksimal, hasilnya mungkin sedikit. Padahal sawit harus di penen tepat waktu, kalau tidak buahnya bisa busuk, kalau busuk buahnya tidak bisa dijual, kalu dijualpun biasanya di kembalikan oleh perusahaan. Mulai dari memotong daun atau blaraknya, mengambil sawitnya, sampai mengangkutnya. Untuk memotong daun dan sawit kalau pohonnya tinggi menggunakan alat yang berbentuk seperti galah dan sabit diujungnya kalau pohonnya rendah (dibawah 5meter) bisa menggunakan Dodos. Setelah dipotong, sawit diangkut dari tengah kebun ke tepi jalan agar mudah diambil track. Untuk mengangkutnya ke tepi jalan bisa menggunakan dodos di tangan atau alat seperti wadah yang dipikul di punggung.
1 pohon sawit terdiri dari beberapa tandan (gerombolan biji-biji sawit), biasanya kalau pohonnya bagus bisa mencapai 4/5 tandan. 1 tandannya bisa mencapai 20 kilo kalau pohonnya bagus, kalau yang kecil beratnya sekitar 10 kilo. Biasanya sekali angkut menggunakan pemikul itu bisa langsung 3 sampai 5 tandan. Kalau masih kuat bisa ditambah menggunakan dodos bisa ditambah 1 tandan lagi di tangan. Setelah mengangkut tandan, mereka juga memunguti brondolan. Brondolan adalah biji sawit yang jatuh dari tandannya karena jatuh dari pohon yang terlalu tinggi atau jatuh karena terkena dodos. Biasanya brondolan itu bisa mencapai 400 kiloan.
Hari itu bang rin membawa bekal makanan untuk 2 kali makan, makan pagi dan makan siang, menunya nasi, ikan, jamur, dan sayur. Minumannya Es Extra Jos. Rokoknya ULTRA biasanya dijatah 1bungkus per orang. Semuanya masakan mamak dari rumah. Upah buruh tersebut adalah Rp. 150/kg ditambah konsumsi per orang. Kalau tidak diberi konsumsi, upahnya menjadi Rp. 200/kg/orang. Biasanya kapling itu mengasilkan 3 Ton sawit, jadi upah untuk buruhnya Rp. 150.000/ orang. Kalau buruhnya 3 maka upah buruh untuk satu kali panen adalah Rp. 450.000
Sebenarnya bang Rin sendiri bersama keluarganya bisa memanen sendiri, namun karena beliau mau berbagi pekerjaan serta menghargai pekerjaan mereka maka bang Rin menyewa mereka. Kalau mereka tidak diberi pekerjaan pak Rin merasa kasihan, padahal mereka juga butuh uang apalagi bang Agus yang sudah punya keluarga. Bang Agus mengandalkan pemasukan keuangan keluarganya dari bekerja sebagai buruh sawit. Biasanya mereka mendapatkan upah sampai 3 juta perbulan kalau sedang banyak yang menyewa. Kalau bang yayan uangnya biasanya habis untuk main-main saja, tidak ada tabungan. Sedangkan untuk bang Agus untuk menghidupi keluarganya.
Ada 2 istilah untuk kebun sawit, kebun plasma dan kebun inti. Kebun plasma adalah kebun yang dikelola sendiri atau pribadi, tanahnyapun milik pribadi atau swasta. Mulai dari penanaman, pemupukan, perawatan, panen, sampai penjualannya dikelola sendiri oleh pemiliknya. Sedangkan kebun inti adalah kebun yang dikelola oleh pemerintah, tanahnya milik pemerintah. Untuk pengelolaannya, pemerintah memiliki karyawan yang menanam, memupuk, merawat, dan mengolahnya. Biasanya kalau kebun plasma dipanen 1 atau 2 bulan sekali. Sedangkan kebun inti bisa dipanen seminggu sekali, bahkan untuk pohon yang kecilpun sudah bisa dipanen. Yang membedakan kedua kebun itu adalah perawatannya, pemberian pupuknyapun berbeda. Kalau kebun inti lebih baik dan banyak pupuknya dibandingkan kebun plasma. Kalau orang-orang yang memiliki kebun plasma terkadang masih merasa sayang untuk memberi banyak pupuk, seolah-olah mereka membuang uang saja kalau memberi pupuk banyak. Namun sekarang orang-orang sudah mulai sadar untuk memberi pupuk secara intensif. Sekarang istilahnya orang memupuk sawit itu adalah menanam uang, bukan lagi membuang uang. Perbedaan lainnya antara plasma dan inti adalah dapat dilihat dari susunan penanamannya, kebun inti biasanya lebih lurus, lebih rata, lebih rapi susunan pohonnya dibandingkan kebun plasma. Hasil panen kebun inti dibawa dan diolah ke PTPN (Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara), orang-orang Sengkuang Daok sering menyebutnya PTP. Sedangkan hasil sawit kebun plasma dijual dan diolah di pabrik swasta, diantaranya adalah BHD (Bintang Harapan Desa), dan lainnya.
Kebun pak Rin ini adalah kebun plasma. Jadi kebunnya di tanami, dipupuk, dirawat oleh pak Rin sendiri. Hasilnyapun dijual ke swasta, biasanya pak Rin menjualnya ke BHD (Bintang Harapan Desa). Awalnya buah sawit yang telah dikumpulkan di tepi jalan itu ditimbang, setelah itu diangkut oleh track yang sebelumnya dipesan oleh pak Rin, setelah itu diangkut ke BHD. Di BHD hanya menerima buah yang bagus saja, yang masih segar dan banyak isinya (belum mobrol). Kalau ada yang jelek atau sedikit isinya dalam satu tandan, biasanya dikembalikan lagi kepada pemiliknya. Kalau dikembalikan, biasanya pak Rin dan petani sawit menjualnya ke perusahaan swasta lainnya. Biasanya masih diterima. Untuk menghindari dikembalikannya buah sawit tersebut, biasanya buah sawit yang kecil-kecil tandannya itu dipecah-pecah dan dimasukan sebagai brondolan.
Jam 2 pulang panen. Pindah panen di kapling lainnya di trans baru dibekas rumah pak rin yang dulu menggunakan motor. Disana ada kolam, kami memancing mendapatkan ikan 1 ekor, ikan gabus. Setelah memancing, pak Rin mengambil buah kelapa yang masih muda untuk berbuka puasa dan juga rebung untuk dibuat sayur, untuk makan malam. Di kebun pak rin banyak terdapat pohon atau tanaman yang bisa dimanfaatkan buahnya seperti pisang, rebung, kelapa, singkong, dan lainnya. Pulang jam 5.
Berbuka puasa dengan menu Es kelapa muda, bakwan, rolade (olahan daun singkong goreng), kolak ubi dan kolang-kaling. Makan malam dengan menu nasi, ikan, mie, sayur, jamur, sambal.
Tarawih di masjid Sengkuang Daok, laki-laki 4 shaf, perempuan 5 shaf. Tadarus sampai jam 10, laki-laki 8 orang, perempuan 8 orang.
Di rumah bang Rin orang-orang menonton TV sampai jam 11.



16 Juli 2013
Makan sahur dengan menu nasi, mie, telor, ikan asin, sayur, dan air putih. Setelah sahur, keluarga pak rin minum teh sambil merokok dan menonton TV sampai jam 5. Kebun sawit pak Rin masih panen 1 kali lagi, jadi beliau tidak berpuasa, namun tetap ikut makan sahur.
Hasil panen yang kemaren adalah 3,9 ton. Penghasilan kotornya sebelum dipotong adalah Rp. 1380/kg. Namun setelah dipotong dengan biaya transportasi track untuk mengangkut dari kebun ke pabrik, biaya potongan brondolan, dan potongan berat kotor penmasukannya sebesar Rp. 1200/kg. Jadi penghasilan pak rin untuk kapling sawitnya di hamparan 18 itu sebesar Rp. 4.680.000. Dipotong lagi untuk upah buruh sebesar Rp. 150/kg/orang yaitu masing-masing Rp. 585.000. karena pak rin menyewa 3 buruh maka uang yang harus dikeluarkan untuk membayar buruh totalnya adalah Rp. 1.755.000. Jadi penghasilan bersih Pak rin untuk kebun sawit 1 kaplingnya di hamparan 18 adalah Rp. 2.925.000.
Dulu pak Rin pernah panen 3 kali sebulan yaitu tiap tanggal 10, 20, dan 30. Namun kalau dihitung-hitung. Menurut Pak Rin, panen 3 kali sebulan dengan panen 2 kali sebulan lebih menguntungkan panen 2 kali sebulan. Karena pak rin harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk ongkos konsumsi tiap kali panen bagi buruhnya. Untuk 1 kali panen, seorang buruh diberi jatah 3 kali makan, kalau 3 kali panen maka pak Rin harus mengeluarkan 9 porsi makanan setiap bulannya. Masih untung yang 2 kali panen. Karena hasilnyapun tidak jauh berbeda antara yang 2 kali panen dan 3 kali panen.
Riwayat kebun pak Rin yang di hamparan 18. Awalnya pak Rin membeli kebun sawit ini 1 kapling seharga 2 juta di tahun 2008. Sekarang harganya di taksir orang sampai mencapai 93 juta karena hasilnya bagus. Namun pak rin tidak mau menjualnya karena bagi pak Rin, kebun sawit adalah investasi paling baik untuk masa depan dibandingkan untuk membeli rumah, emas, dan lainnya. Dulu pak rin pernah menjual kebun sawitnya, sekarang beliau menyesal telah menjualnya. Rasanya sayang kalau harus menjual kebun sawit.
Sore sekitar jam 4, pak rin didatangi tamu yang mau menawarkan kebun sawitnya 1 kapling untuk dijual. Harga yang ditawarkan sekitar 60 juta. Pak rin sebenarnya ada niat untuk membeli lagi kapling sawit. Namun karena masih belum ada waktu untuk mengurusnya, jadi beliau menundanya. Sebenarnya misalkan beliau membelinya sekarangpun bisa. Misalnya harganya 60 juta. Beliau bisa meminjam uang di bank sebesar 80 juta. Pelunasannya bisa diangsur, biaya angsurannya bisa minimal 3 juta perbulan. Uang yang dipinjam digunakan untuk membeli kebun sawit sebesar 60 juta. Sisanya 20 juta untuk cicilan per bulannya sampai 6 bulan dan bulan-bulan selanjutnya dibayar menggunakan uang hasil panen sawit yang dibelinya. Dalam waktu 1 tahun, hutangnya di Bank bisa terlunasi.
Sore sekitar jam 4 ada orang-orang yang bermain badminton di depan rumah pak Rin seperti biasanya. Setiap sorenya yang bermain badminton adalah orang-orang yang sama. Biasanya adalah Pak rin, bang jumadi, bang karel, abang yang ompong, ilham, abang yang petugas PLN, Yuri, bapak Yuri, pak Bos, dan lainnya. Sore itu saya berkenalan dengan Yuri, dia adalah lulusan SMA di Meliau. Sekarang dia sudah diterima di STIE Totalwin Semarang, Jl. Kh. Shaleh. Alasan untuk dia kuliah di semarang adalah karena ingin mencari pengalaman yang lebih dan suasana baru. Dia ingin merasakan pendidikan di Jawa. Ayah Yuri memiliki Kapling sawit, memiliki sapi juga. Yuri kuliah di semarang tidak melalui jalur beasiswa. Berbeda dengan Hendra, yang juga akan kuliah di kampus yang sama dengan Yuri. Hendra kuliah di STIE Semarang ini berkat jalur beasiswa yang diajukan sekolah pada kabupaten karena prestasi Hendra di sekolah yang cukup baik.
Pak jumadi setiap tanggal 15 atau 16 perbulannya menyetorkan uangnya ke koperasi simpan pinjam di Sanggau. Setiap datang kesana pak jumadi menyimpan uang 3juta. Jalan menuju sanggau membutuhkan waktu kurang lebih 2 jam. Jalannya rusak parah. Untuk datang ke sanggau beliau harus membeli bensin 2 liter di penyebrangan BHD seharga 24 ribu untuk pemberangkatan dan 18 ribu di Sanggau untuk 2 liter. Meskipun begitu, pak Jumadi tetap menyimpan uangnya di Sanggau karena tidak ada pilihan lain, di Sanggau tempatnya enak, nyaman untuk simpan pinjam meskipun jauhh tapi tetap dijalani. Sekalian jalan-jalan dan silaturahmi ke rumah mertuanya. Beliau hari itu membeli oleh-oleh berupa buah untuk keluarga mertua dan keluarga di rumah. Buah yang dibeli adalah jeruk 1 kilogram seharga 15 ribu dan anggur setengah kilogram seharga 35 ribu. Jadi total pengeluaran bang jumadi untuk 1 kali pulang pergi Sanggau hari itu adalah 92 ribu.
Cita-cita pak Jumadi adalah ingin menyekolahkan anaknya minimal SMA, karena dulu bang Jumadi hanya lulusan SMP. Bagi bang Jumadi, pendidikan anak itu harus melebihi pendidikan orang tuanya. Apabila sama apalagi lebih rendah daripada pendidikan orang tuanya, maka orangtua tersebut dianggap gagal mendidik anak. Akan pak Jumadi, yang pertama adalah Rahayu, atau biasa dipanggil Ayu. Sekarang dia kelas 1 SD, cita-citanya adalah ingin menjadi Bidan. Pak Jumadi mendukung penuh cita-cita anaknya. Yang penting ada kemauan dari anak maka akan didukung penuh oleh orang tua. Bahkan kata pak Jumadi, meskipun harus kerja keras, banting tulang, makan ngiritpun demi anak akan beliau jalani yang penting anaknya bisa sukses menggapai cita-citanya. Anak kedua pak Jumadi adalah Ratih. Dia masih 3 tahun.
Sama seperti bapak Hayati atau bapak Muis. Beliau ingin memondokkan anaknya di Pontianak. Kata Bapak Muis, sekolah di sekitar sini agak percuma. Sepulang sekolah si anak mendapatkan pengaruh lingkungan yang buruk. Anak muda di sekitar sini kurang baik pergaulannya. Jadi beliau mendingan menyekolahkan anaknya di tempat yang terjamin saja. Dulu bapak muis juga sekolah atau mondok di Pontianak, sehingga beliau ingin anaknya meneruskan perjuangannya. Kalau bisa anaknya mondok sampai ke Ponorogo di pondok Gontor atupun di Hafidz-hafidz Qur’an seperti yayasannya ustadz Yusuf Mansur yang mencetak penghafal Al-Qur’an. Kalau perlu Bapak Muis rela makan nasi dan garam untuk membiayai sekolah anaknya, yang terpenting adalah anaknya berpendidikan tinggi.
Sedangkan Erpan, anak Pak Rin ingin sekolah SMA di Jogja. Bapak Erpan sudah memberi restu, sedangkan mamak Erpan masih khawatir apabila harus melepaskan anaknya jauh dari keluarga. Apalagi kata mamak erpan, untuk pergi ke jawa tidak seperti pergi ke Sanggau ataupun ke Pontianak yang bisa dilakukan kapan saja. Kalau pergi ke Jawa harus pikir-pikir masalah uang dulu. Tidak bisa sesukanya.
Kata Pak Ilham, Orang melayu suka minum minuman yang ada rasanya, seperti sirup, teh, kopi, coklat, es, dan lain-lain selain air putih. Kalau tidak minum itu rasanya kurang puas.
Berbuka puasa dengan menu es cincau, pisang goreng, jeruk.  Setelah itu makan malam dengan menu nasi, rebung, mie, udang dan telur. Setelah berbuka, pak rin menyembelih ayamnya. Biasanya pak rin menyembelih ayam 1 bulan sekali, setelah gajian. Hari itu beliau menyambelih 2 ayam. Pak Rin memiliki beberapa ayam peliharaan. Beliau tidak pernah memberi jatah makan ayam-ayamnya. Beliau membiarkan ayamnya mencari makan sendiri disekitar rumahnya. Ayamnya hanya diberi makan apabila ada sisa nasi. Walaupun begitu ayamnya selalu kembali ke kandangnya. Kebanyakan orang di Sengkuang daok juga tidak memberi makan ayamnya secara rutin. Namun ayamnya hanya dibiarkan berkeliaran di sekitar rumah untuk mencari makan sendiri.



17 Juli 2013
Sahur dengan keluarga Pak Rin jam 3 pagi dengan menu Nasi, Ayam, rebung, ikan dan air putih. Setelah itu minum kopi. Jam setengah 5 semua anggota keluarga tidur lagi sampai jam setengah 7 pagi.
Jam 7 pagi saya mengobrol di ruang tamu bersama pak Rin. Beliau bercerita mengenai riwayat kebunnya yang di hamparan 18. Dulu tahun 2008 beliau membelinya seharga 22 juta. Beliau meminjam uang ke Bank 40 juta. 22 juta untuk membeli kapling sawit dan sisanya untuk membeli motor King. Menurut beliau motor King inilah yang cocok digunakan di daerah seperti ini karena kuat untuk digunakan naik turun bukit, kuat untuk digunakan pergi ke kebun sawit yang terkadang jalannya becek dan berlumpur. Oleh karena itulah pak Rin membeli motor King.
Hamparan adalah kumpulan dari kapling sawit. 1 hamparan biasanya terdiri dari 30 sampai 34 kapling. Sedangkan 1 kapling luasnya adalah 2 hektar.
Siang sekitar jam 10, Bang Yayan berkunjung ke rumah Pak Rin. Bang Yayan adalah buruh kepercayaannya Pak rin. Namun dia bekerja tidak hanya kepada Pak Rin. Kalau disuruh bantu-bantu panen dia mau. Bayarannya sebulan bisa mencapai 3 juta kalau sedang rajin memanen sawit. Namun karena dia belum berkeluarga, uangnyapun tidak ditabung. Bang Yayan hanya menggunakan uangnya untuk main-main saja. Untuk jalan-jalan pergi ke keramaian, pergi ke gawai bermain Kolok-kolok atau judi, membeli minuman, dan lain-lainnya. Uangnya tidak pernah tahan lama. Paling beberapa hari saja sudah dihabiskan. Selain bekerja sebagai buruh panen sawit, bang Yayan juga sering disewa untuk bermain bola di Keramaian. Setiap main dia dibayar 100 ribu dan minuman dari bosnya. Biasanya yang sering mengadakan turnamen adalah di Suak Mansi.
Keramaian adalah sejenis pesta ataupun perayaan yang diadakan oleh masyarakat melayu. Sesuai namanya, acara tersebut ramai. Biasanya acaranya adalah pertandingan sepakbola, volly, dan lomba-lomba lainnya.
Gawai adalah sejenis pesta yang diadakan oleh orang-orang Dayak untuk merayakan suatu hal. Biasanya acaranya adalah minum-minum arak maupun tuak, judi, dan lain sebagainya.
            Pak Rin pergi ke koperasi di Sanggau setiap pertengahan bulan untuk menyetorkan uangnya.
            BHD adalah kependekan dari Bintang Harapan Desa. Yaitu salah satu pabrik sawit swasta yang ada di kecamatan Meliau.
            Setiap sore sekitar jam 4 ada orang yang berkeliling kampung Sengkuang Daok menggunakan motor Revo yang menjual makanan untuk buka dan beberapa sayuran. Biasanya yang dijual adalah semangka, tomat, tahu, mentimun, sozis, tauge, buncis, bakpao, gelang, sawi, labu, sayuran, jahe, dan lain sebagainya. Selain itu ada juga ibu-ibu yang berkeliling dengan jalan kaki membawa tampah atau tremos es yang menjual Apam (martabak) dan Cendol untuk menu berbuka puasa.
            Saya pergi ke batu bersama pemuda-pemuda kampung naik motor untung nongkrong,sekadar melihat orang lewat dan bercanda sambil ngobrol-ngobrol bareng disana. Disana ada Emi, Hendra, Bandi, Min, Ilham, Musa dan beberapa pemuda lain kira-kira 10 orang. Orang Dayak di Sengkuang Daok yang perempuan setiap sore mencari rumput di hutan untuk makan ternak babi mereka. Mereka beramai-ramai bersama ibu-ibu lain, berjalan kaki sekitar jam 4 sampai jam 5 sore. Membawa karung dan parang.
            Buka puasa bersama keluarga Bang Rin, ada Pak Rin, Mamak, Datok, Siti, mbak Nita, Wilis, Mas Aji, Mas Diaz, dan Rizka. Sementara itu Erpan tidak ikut berbuka karena dia tidak puasa. dia menonton TV sendirian di Ruang tengah. Menunya adalah Es campur, gelang (seperti donat namun tidak ada coklatnya), bakpao, apam (martabak), kroket, pisang goreng. Setelah berbuka, langsung makan malam. Bapak dan mamak tidak ikut makan. Bapak dan mamak makan malam kalau tidak setelah berbuka puasa biasanya setelah tarawih. Menu makan malamnya adalah nasi, ayam goreng, sayur rebung, udang, dan air putih. Setelah makan malam dilanjutkan dengan minum kopi.
            Setelah berbuka puasa, saya pergi ke Bhakti Jaya, ke rumah Pak Susilo untuk mengantar Rizka. Pak Susilo adalah orang Jawa yang bertransmigrasi ke  kalimantan. Di rumahnya terdapat 2 TV. 1 TV parabola 21 inch, dan satunya adalah TV Pro ukuran 28 inch, rumahnya keramik, bagus. Disana saya disuguhi es kukubima, es buah, makan nasi, pecel, gorengan, ikan, kerupuk dan lainnya. Pulangnya saya dioleh-olehi pisang 1 tandan untuk dibawa pulang ke Sengkuang Daok.
            Hendra setiap hari menoreh di kebun karetnya sendiri. Keluarga hendra terdiri dari bapak hendra, mamak hendra, bang ari (sudah berkeluarga dan punya rumah sendiri), bang dede, dan hendra. Bang Dede dan Hendra biasanya membantu ayahnya menoreh kalau sedang liburan. Hendra saat ini adalah lulusan SMA. Sekarang dia sudah diterima di STIE Semarang melalui jalur beasiswa. Beasiswanya 80 %, sisanya dibayar hendra sendiri. Hendra di semarang bersama Yuri, namun Yuri tidak memperoleh beasiswa. Dia membayar biaya perkuliahan sendiri.



18 Juli 2013
            Makan sahur jam 3 pagi. Menunya adalah nasi, opor ayam, udang, mie, dan air putih. Setelah sahur, duduk di ruang tengah sambil ngopi dan makan pisang, menonton TV, mengobrol, dan pak Rin merokok. Di rumah, Cuma pak Rin yang merokok. Dulu Datok waktu muda sering merokok karena diajak teman-temannya, namun karena sudah tua beliau akhirnya memutuskan untuk berhenti merokok. Terakhir merokok kira-kira tahun 2004, sampai sekarang Datok tidak merokok lagi. Jam 5 semuanya tidur, jam setengah 7 bangun.
            Jam 8 saya pergi ke SD N 35 Sengkuang Daok. Letaknya dari rumah pak Rin adalah kira-kira 300 meter disebelah hulu (timurnya). Sekolah tersebut berbentuk huruf L terbalik. Menghadap ke hilir dan laut. Disana terdapat 7 ruangan. 6 diantaranya adalah untuk ruang kelas dan yang 1 untuk ruang kantor guru dan kepala sekolah sekaligus ruang perpustakaan. 3 komplek ruang kelas yang menghadap ke laut adalah bangunan baru, sudah hampir setahun dibangun . Di sebelah laut (utara) sekolah juga terdapat 3 rumah dinas berjejer. Rumah yang paling utara ditempati oleh Pak Suparman, kepala Sekolah SD N 35 Sengkuang Daok. Beliau kelahiran Semarang, Jawa Tengah. Sudah hampir 2 tahun bertugas dan menempati SD tersebut. 4 dari 6 Guru di situ adalah orang jawa. 2 guru lainnya adalah orang Melayu.
Kami mengobrol dengan Bapak Suparman. Beliau memiliki istri dan 2 orang anak. Anak pertama laki-laki kelas 3 SD, anak kedua perempuan kira-kira umur 3 tahun. Beliau tinggal di rumah dinas, rumah asalnya adalah di Pontianak, di tempat orangtuanya. Beliau sehari-hari bekerja hanya sebagai kepala sekolah. Beliau tidak memiliki kapling sawit maupun kebun karet. Beliau tidak berniat untuk membeli lahan karena keberadaannya di Sengkuang Daok belum menetap. Guru-guru maupun kepala Sekolah di daerah Meliau sering dipindahtugaskan. 2 tahun lalu beliau pernah menjadi kepala sekolah di Karawang. Namun mungkin apabila sudah menetap disana, beliau berniat juga untuk memiliki lahan sawit. Istri beliau adalah orang jawa, kelahiran Semarang. Kesehariannya di rumah sebagai ibu rumah tangga, mengurus anak dan rumah. Istrinya tidak bekerja diluar karena tidak ada pekerjaan yang bisa dikerjakan di luar. Penghasilan keluarga tersebut hanya berasal dari bapak Suparman.
“Apabila dibilang cukup, ya cukup. Kalau dibilang tidak cukup, ya tidak cukup. Tapi ya dicukup-cukupkan sajalah”, kata pak Suparman saat ditanya mengenai penghasilannya sebagai Kepala Sekolah untuk menghidupi keluarganya.
Karena harga disini mahal, maka beliau berinisiatif untuk menanam sayur-sayuran disebelah rumahnya. Sekarang sudah mulai tumbuh tanaman seperti lombok, ketela pohon, dan lain-lain. Hasil kebunnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Setelah dari Sekolah kami berjalan menuju perkampungan, berhenti di rumah bang i. Disana ada tukang Emas dari Cirebon, namun sekarang tinggal di Pontianak. Panggilannya adalah bapak Belalang. Beliau sudah sangat tua, bekerja sebagai tukang (pengrajin) emas kira-kira 60 tahun. Mendekati lebaran biasanya banyak orang-orang yang memakai jasanya. Beliau bisa mengubah / membuat berbagai macam bentuk kerajinan seperti kalung, cincin, gelang, maupun giwang dari emas dan perak. Selain itu ada juga orang yang meminta untuk menyepuh atau mencucikan emasnya yang sudah kusuh, kotor, atau sudah tidak berkilau lagi. Untuk membuat kalung beliau mematok harga 200 ribu, untuk cincin dan gelang harganya 40 ribu. Beliau membedakan tarif untuk orang dayak dan orang melayu karena alasan agama, minat, dan kekayaan. Orang melayu kebanyakan adalah orang islam, beliau tidak memasang harga mahal karena untuk amal juga. Selain itu orang dayak juga lebih berminat dan lebih sering dalam memakai jasa beliau karena orang-orang Dayak biasanya kaya. Untuk membuat Cincin ataupun gelang, beliau memasang tarif 75 ribu untuk orang Dayak. Dalam membuat atau membentuk perhiasan, pak belalang tidak mengambil atau mengurangi berat emas atau perak pelanggannya.
Di Sengkuang Daok sendiri, saya menunggu pak belalang membuat gelang pesanan ibu yang rumahnya di samping masjid Sengkuang Daok. Untuk membuat 1 gelang, dibutuhkan waktu kurang lebih 2 jam. Pertama emas di bakar, lalu di palu untuk dibentuk, begitu terus menerus sampai menjadi bentuk yang diinginkan. Setelah terbentuk, emas tersebut dibersihkan menggunakan air emas supaya mengkilap. Selain ibu XX, ibunya Bang I juga menyepuh atau mencuci koleksi emasnya kepada bapak tersebut. Untuk jasa mencuci perhiasan, pak belalang memasang tarif 10 sampai 15 ribu per unit perhiasan. Kata pak Belalang, untungnya keliling di kampung ini adalah ketika sudah ada yang memakai jasanya maka teman-teman atau tetangga lainnya langsung berdatangan mengetahui informasi keberadaan pak Belalang.
“Kalau di desa kata beliau jaringan komunikasinya masih kuat. Kalau ada ramai-ramai sedikit, orang-orang segera tahu dan berdatangan”, kata Pak Belalang
Banyak warga Sengkuang Daok terutama ibu-ibu yang memiliki simpanan emas dan perhiasan lainnya. Mereka membeli emas karena buah kerja kerasnya sebagai petani karet maupun petani sawit. Biasanya mereka selesai bekerja jam 12 siang. Setelah pulang menoreh, ibu-ibu biasanya memancing di sungai untuk membuat lauk. Mereka memancing sambil menunggu tukang sayur yang lewat. Di sini ada 6 penjual sayuran yang berkeliling kampung dengan waktu yang berbeda-beda. Masing-masing penjual sayur memiliki pelanggannya sendiri-sendiri. Karena masyarakatnya ada yang bekerja dari pagi sampai siang, ada yang di rumah, ada yang kadang bekerja kadang tidak, jadi mereka bertemu dengan tukang sayur yang jadwalnya bertepatan dengan waktu mereka di rumah. Sehingga penjual sayuran memiliki pelanggan, jadwal keliling, dan daerah pemberhentian yang berbeda-beda.
Jam setengah 2, saya pergi ke rumah Hendra, dia baru selesai mandi karena pulang dari kebun untuk menoreh. Setiap hari, kalau cuacanya bagus Hendra bersama bapaknya, bang dede dan bang ari menoreh dari jam 5 sampai jam 1 siang. Mereka sekeluarga menoreh dengan menaiki sampan karena lokasi kebunnya lumayan jauh dari rumahnya. Setelah menaiki sampan, mereka masih harus berjalan kaki untuk sampai ke lokasi kebun karetnya. Kira-kira dibutuhkan waktu 1 jam untuk sampai ke kebun. Bang Dede menoreh di kebunnya sendiri, bapak Hendra dan Hendra menoreh di kebun yang lain, dan bang Ari menoreh di kebun yang lain pula. Mereka memiliki 3 kebun yang berbeda. Biasanya Bang Dede pulang terlebih dahulu, lalu menjemput Hendra dan bapaknya. Setelah menoreh, mereka mandi di sungai, setelah itu biasanya istirahat atau tidur atau sekadar ngobrol-ngobrol di depan rumah dengan tetangga dan teman-temannya.
Dulu hendra sekolah SD di Sengkuang Daok, SMP nya di Buayan. Waktu kelas 7 SMP, dia tinggal di Buayan di rumah orang Madura. Disana dia tidak membayar namun dibebani untuk mengurus rumah, menyelesaikan pekerjaan rumah sehari-harinya seperti: mencuci piring, menyapu, mengepel, dan lain-lain. Namun dia diberi makan oleh si pemilik rumah. Dia bertahan dengan keadaan tersebut demi sekolahnya. Daripada dia harus jalan kaki dari Sengkuang Daok ke Kuala Buayan, dia lebih memilih jalan kaki dari rumah orang madura tersebut di Buayan sampai ke sekolah yang jaraknya kira-kira 1 kilometer meskipun harus bekerja keras di rumah tersebut. Namun setelah naik ke kelas 8 SMP dia tidak lagi tinggal di rumah orang Madura. Dia lebih memilih ngekos karena tidak kuat tinggal di rumah orang madura tersebut, disana keras sekali kehidupannya. Sebelum makan dia harus menyelesaikan pekerjaan rumah terlebih dahulu, kalau tidak selesai dia tidak mendapat jatah makan. Dia tinggal di kos sampai lulus SMP.
Kakak hendra, bang Dede lebih berat lagi. Dia dulu sekolah SMP di Buayan juga, namun selama 3 tahun dia jalan kaki dari rumah di Sengkuang Daok sampai Kuala Buayan. Jaraknya kira-kira 5 kilometer. Ditempuh dengan jalan kaki kira-kira membutuhkan waktu 1 jam lebih. Dia setiap hari berangkat jam 5 pagi, melewati sungai boyan dan berjalan kaki bersama temannya. Kalau pulang dia juga berjalan kaki. Pada waktu itu jarang yang menggunakan motor. Tidak seperti sekarang, anak SMP sudah memegang motor untuk ke sekolah bahkan untuk main-main. Namun bang Dede mampu menjalani hal itu setiap harinya sampai lulus SMP. Dia akhirnya melanjutkan untuk bersekolah SMA di Meliau, disana dia mengekos. Karena jarak dari rumah ke Meliau cukup jauh. Namun baru kelas 1 SMA dia harus berhenti sekolah karena mengalami kecelakaan motor bersama temannya di Meliau. Pada waktu itu bang Dede belum cukup mahir mengendarai motor namun dia mengendarai motor milik temannya, memboncengkan temannya dan akhirnya menabrak motor. Setelah dibawa, diperiksa di rumah sakit, ternyata dia mengalami Amnesia. Selama 3 bulan diam di rumah tidak mengenali orang-orang di rumah. Selama itu pula dia menganggur dan akhirnya memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikannya di Sekolah. Di rumah dia hanya bermain gitar, tidak melakukan aktifitas lain. Akhirnya sampai sekarang menganggur. Setelah sembuh bang Dede mencoba mencari pekerjaan, menjadi buruh di pabrik namun tidak lama dia keluar. Dia lebih senang bekerja tidak ada yang menyuruh daripada bekerja dengan disuruh-suruh atasannya. Sekarang kegiatannya sehari-hari adalah menoreh kebun karet milik bapaknya yang diberikan padanya. Uang hasil pekerjaannya menoreh diberikan pada orang tua untuk membantu membiayai pendidikan adiknya, hendra. Sebagian lainnya dia simpan untuk keperluannya secukupnya. Dia tidak mengambil semua hasil kerja kerasnya karena ingin berbalas budi dengan orang tuanya.
“Anak-anak muda disini kalau sudah bekerja biasanya uangnya digunakan sendiri, tidak ada yang disisihkan untuk orang tuanya. Kalau saya sih balas budi dulu pada orang tua semampunya saya mas, mungkin nanti sampai saya mau menikah atau punya keluarga sendiri”, kata bang Dede.
Setelah lulus SMP hendra memang melanjutkan sekolah di Ponti. Orang Sengkuang Daok lebih sering mengatakan Ponti untuk menyebut kota Pontianak. Untuk keperluan sehari-hari dan sekolahnya dia dibiayai bapak dan kakaknya. Disana dia tinggal di rumah pamannya yang di Pontianak. Pamannya juga memberi jatah makan untuk Hendra 3 kali sehari-hari. Untuk membalas budi pamannya dia sering membantu keluarga pamannya dengan mengurus sawah, mengurus rumah, dan lain-lain. Namun tidak ada paksaan disana. Selama 3 tahun Hendra bertahan dan menyelesaikan pendidikannya di Ponti. Ada sedikit hambatan pada waktu itu, satu bulan sebelum ujian Nasional dia sempat tidak masuk sekolah karena sakit mata. Namun akhirnya dia bisa mengerjakan soal ujian dengan baik dan lulus. Setelah lulus SMA, karena dia termasuk 3 besar peringkat tertinggi di Sekolahnya. Dia mendapatkan beasiswa dari daerah dan kini dia sudah diterima di STIE Totalwin Semarang. Melalui beasiswa tersebut dia akhirnya bisa melanjutkan sekolah, mungkin kalau tidak ada beasiswa dia tidak bersekolah lagi. Dengan beasiswa itu yang seharusnya membayar 10 juta, dia memperoleh keringanan 90% dan hanya membayar sekitar 1 jutaan untuk biaya masuknya.
Dari Sengkuang Daok sendiri, Hendra bersama Yuriadin sekolah di STIE Totalwin. Namun Yuri tidak mendapatkan beasiswa. Biaya pendidikannya ditanggung sendiri. Mungkin bagi keluarga Yuri tidak begitu keberatan untuk menyekolahkan anaknya ke Jawa karena bapaknya memiliki kapling sawit dan beberapa ekor sapi untuk menghidupi keluarga dan untuk membiayai kebutuhan sehari-harinya. Pendapat beberapa orang mengenai Yuri adalah katanya Yuri itu kurang pintar di Sekolahnya. Bahkan dulu waktu SD pernah tidak naik kelas. Oleh karena itulah dia tidak mendapatkan beasiswa prestasi. Namun karena kekayaannya dia bisa sekolah di Jawa. Karena tidak mendapatkan beasiswa artinya dia harus membayar biaya pendidikan penuh, untuk uang masuknya sendiri dia harus membayar sekitar 10 juta. Dulu Yuri Sekolah SMP di Kuala Buayan bersama Hendra, namun SMA nya di Sanggau, di pondok pesantren.
Nanti kalau di Semarang mereka berdua rencananya akan mengekos bersama. Awalnya Hendra ingin mengajak Yuri di pondok pesantren, namun Yuri tidak mau karena pengalaman buruknya di Pondok pesantren dulu di Sanggau yang sangat bebas. Mereka berusaha untuk mencari kos yang dekat dengan kampus karena untuk akses dari kos ke kampus mereka berencana untuk jalan kaki. Untuk Yuri alasan tidak menggunakan motor adalah karena sulit mengirimnya. Namun untuk Hendra, alasan tidak menggunakan motor adalah karena tidak mau menambah besar biaya hidup disana. Selain itu menurut Hendra, kalau dirinya diberi fasilitas yang enak justru akan membuat malas belajar. Apalagi setelah kejadian kecelakaan yang menimpa Bang Dede, Hendra dilarang untuk meminjam motor milik temannya. Bahkan bapak Hendra pernah marah ketika Hendra meminjam motor milik temannya. Akhirnya baik Hendra maupun bang Dede sampai sekarang tidak pernah meminjam motor milik orang lain.
Di keluarga Hendra, baik Hendra, bang Dede, bang Ari, maupun bapaknya semuanya sangat hobi mencari ikan di sungai. Setiap seminggu sekali hampir pasti mereka mencari ikan. Mereka menyelam di malam hari atau memancing di siang hari. Biasanya Hendra dan Bang Ari mencari ikan dengan menyelam. Menyelam adalah mencari ikan dengan menggunakan semeter atau tembakan manual menggunakan tangan. Caranya adalah dengan menyelam mencari di sekitar kayu yang ada disekitar sungai, biasanya ikan ada di sekitar kayu-kayu tersebut. Setelah menemukan ikan, langsung ditembak menggunakan semeter. Sedangkan Bapak Hendra dan bang Dede biasanya mencari ikan di pinggiran sungai menggunakan sampan dengan jaring atau dengan memancing karena mereka tidak kuat dingin menyelam di sungai. Biasanya hasil yang didapat dari menyelam adalah ikan besar-besar, kalau pandai menyelam bisa dapat banyak. Namun kalau mencari ikan di pinggiran biasanya hasilnya ikan kecil dan sedikit. Biasanya mereka menyelam dari jam 7 sampai jam 11 malam kalau di hari biasa. Tetapi kalau di bulan puasa, mereka mulai dari setelah shalat tarawih sampai jam setengah 12.
Terakhir bang Dede memancing di sungai boyan dari jam 9 sampai jam 1 siang mendapatkan ikan sekitar 60 ekor. Walaupun mereka mendapatkan banyak ikan namun ikan hasil memancing maupun menyelam tidak pernah mereka jual. Mereka memancing hanya untuk hobi saja, ikannya digunakan untuk lauk di keluarganya. Orang-orang di Sengkuang Daok kalau memiliki sesuatu baik hasil sayur-sayuran, hasil memancing, hasil ternak ayam, maupun tumbuh-tumbuhan di sekitar rumah lebih sering digunakan untuk keperluan sehari-hari di rumah tidak untuk dijual. Di sekitar rumah Hendra sendiri terdapat pohon durian, sirsak, pekawai, dan beberapa sayuran. Keluarga Hendra tidak pernah menjualnya, kalau ada orang yang berminat membelinya terkadang malah diberikan secara gratis. Bahkan kalau pohon durian atau rambutannya tidak berbuah, mereka justru membeli pada orang yang berjualan keliling kampung ataupun membelinya di pasar.
Ibu-ibu di sengkuang Daok juga sering memancing ikan setelah mereka bekerja di kebun.
Asal muasal orang dayak dulu adalah orang-orang yang tinggal di hulu sungai. Biasanya semakin ke hulu, semakin banyak orang Dayaknya. Sedangkan orang Melayu tinggal di hilir sungai, biasanya di sepanjang atau sekitar hilir sungai. Oleh karena itu, rumah orang-orang melayu berbentuk panggung tinggi berlantai 1 untuk menghindari banjir. Dulu bahkan rumah orang-orang melayu tinggi lantainya bisa sampai 3-5 meter, termasuk rumah Hendra. Biasanya dibawah rumahnya digunakan untuk menumbuk padi. Ada juga yang digunakan untuk mengikat hewan peliharaan, menaruh kendaraan, dan menyimpan barang-barang rumah. Namun seiring perkembangan jaman, mengingat harga kayu juga sangat mahal maka rumah orang-orang melayu tetap panggung namun tidak setinggi dulu. Tingginya lantainya kira-kira 1 meter. Untuk menghindari banjir biasanya mereka membangun lantai 2 di rumahnya. Sekarang di Sengkuang Daok sudah banyak sekali yang rumahnya berlantai 2. Selain itu sekarang banyak rumah orang melayu yang lantainya menggunakan keramik dan temboknya menggunakan semen. Kalau orang jaman dulu, hampir seluruh bagian rumahnya mulai dari tangga di depan rumah, lantai, maupun temboknya menggunakan kayu dan papan, kecuali atapnya yang menggunakan genteng. Dulu juga banyak yang menggunakan daun pohon Bululuk atau pohon Enau atau Kolangkaling sebagai atap rumah.
Berbuka puasa dengan keluarga Pak Rin, menunya adalah Es campur, Bakpao, gelang, kurma, bakwan, martabak, nanas, dan pisang. Setelah berbuka, dilanjutkan dengan makan malam, menunya adalah nasi, ayam, terong, kacang, bakwan, air putih, dan sayur tempoyak. Dilanjutkan  dengan menonton TV, mengobrol sambil merokok di ruang tengah.
19 Juli 2013
Makan sahur dengan keluarga Pak Rin, menunya adalah nasi, telor, sayur tempoyak, sayur terong, dan sayur kacang. Setelah makan sahur, dilanjutkan dengan berkumpul di ruang TV sambil minum teh, nonton TV, dan merokok.
Di SD N 35 Sengkuang Daok anak-anak yang muslim mulai kelas 2 diwajibkan untuk memakai jilbab. Sedangkan yang beragama non muslim tidak diwajibkan memakai jilbab, rok selutut, dan baju lengan pendek. Kebanyakan murid disana adalah orang Melayu dan orang Dayak. Orang Melayu beragama islam, sedangkan orang Dayak beragama katolik. Mereka menggunakan pakaian atas putih dan bawah merah di hari Senin dan Selasa. Menggunakan batik bercorak biru dan putih pada hari Rabu dan Kamis. Disini ada 2 macam batik, yaitu batik untuk kelas 3, 4, 5, dan 6 dan sedangkan untuk kelas 1 dan 2 menggunakan batik model baru yang berbeda. Pada hari Jumat dan Sabtu mereka menggunakan seragam pramuka. Guru disana banyak yang orang jawa. Dari 7 guru termasuk kepala sekolah, Cuma Pak Suparman dan Bapak yang tinggal di Meliaulah yang tidak punya lahan sawit maupun karet. Sedangkan guru yang lain memiliki lahan sawit ataupun karet yang diurus oleh suami atau istrinya dirumah.
Mengobrol dengan Datok Erpan dan bapaknya pak Jumadi. Dulu awal masuk ada listrik adalah tahun 90an yaitu sekitar tahun 1995 atau 1996. Sekitar tahun 80an perusahaan BHD mulai didirikan. Pada tahun 1991 dan 1992 perusahaan mulai menanam bibit sawit dan pada tahun yang sama mereka membuat jalan poros untuk akses perawatan serta pengangkutan hasil panen sawit dari kebun menuju perusahaan. Sedangkan masyarakat mulai menanam bibit plasma sekitar tahun 1996. Setelah itu adanya transmigran di tahun 1993 juga diikuti pembangunan SMP di Kuala Buayan pada tahun 1997. Murid yang sekolah disana kebanyakan adalah anak dari transmigran serta pegawai perusahaan. Di Sengkuang Daok sendiri, dulu awalnya ada sekolah adalah sekitar tahun 1986 yaitu SD Impres.
Jam 9 penjual sayuran lewat dan mampir ke rumah mamak. Harga: Ayam Rp. 45.000 per kilogram, terong Rp. 15.000 per kilogram, lombok Rp. 35.000 per kilogram. Hari itu Mamak mengeluarkan uang sebanyak 65.000 untuk membeli tauge, ayam, tahu, dan kobis. Untuk melengkapi kebutuhan dapurnya, Erpan mencari daun selada di rumah Datoknya. Disana Datok Erpan memiliki pekarangan rumah yang dimanfaatkan untuk ditanami sayur-sayuran. Pak Rin pergi ke kebun pekarangannya di Trans untuk mengurusi kolam. Setelah pulang beliau mendapatkan ikan lele 3. Ikan itu dimasak untuk menu makan malam.
Berbuka puasa dengan menu Es, bakwan, roti, dan pisang. Disana ada Mamak, Datok, dan Siti. Bapak dan Erpan tidak ikut berbuka karena tidak puasa. Bapak tidak puasa karena hari itu bekerja di kebun, sedangkan Erpan tidak puasa karena sekolah. Mamak sering membuat bakwan sendiri daripada membeli yang sudah matang. Menurut mamak, harga tepung 1 kilogram itu sama dengan harga 10 bakwan di warung yaitu Rp.10.000 karena harga 1 bakwan di warung adalah seribu. Padahal dari tepung 1 kilogram itu mamak bisa membuat 20an bakwan. Ukurannyapun kalau di warung agak tipis. Jadi lebih baik membuat sendiri daripada membeli.
Makan malam bersama keluarga, semua anggota keluarga ikut. Menunya adalah nasi, opor ayam, ikan lele goreng hasil tangkapan bapak di kolam tadi siang, sayur lempok, yaitu sayuran yang diolah menggunakan buah durian, dan sayuran. Setelah makan kami duduk di depan TV sambil mengobrol, nonton TV, dan pak Rin merokok.
Shalat tarawih di masjid Sengkuang Daok. Saya berangkat bersama Datok Erpan naik motor. Jumlah laki-lakinya 3 shaf. Terdiri dari mayoritas orang tua, sebagian lainnya anak-anak, dan beberapa remaja. Sedangkan Betinanya 4 shaf. Terdiri dari orang tua dan remaja, serta beberapa anak-anak. Orang Sengkuang Daok menyebut perempuan dengan istilah betina. Sedangkan menyebut laki-laki dengan istilah laki ataupun laki-laki.
Setelah shalat tarawih dilanjutkan dengan tadarus. Datok Erpan pulang diantar oleh orang. Tadarus terdiri dari 7 orang laki-laki dan 9 orang betina. Laki-lakinya kebanyakan adalah orang tua, anak-anak hanya 3 orang. Sedangkan perempuannya kebanyakan orang tua, remajanya hanya 2, biasanya adalah emi. Sambil tadarus, beberapa warga sekitar mengirim suguhan berupa jajanan untuk dihidangkan pada pembaca Al- Quran. Hari itu kami disuguhi kopi, es sirup, gelang, dan bakpao. Bapak-bapak yang ikut tadarus merokok semua. Mereka merokok sambil mengobrol setelah mereka bergiliran membaca atau setelah selesai tadarus di serambi belakang masjid. Sedangkan Betinanya ada juga yang merokok, diantaranya adalah Mamak Emi dan Mamak Tori (istrinya pak Supii). Mereka mengobrol sejenak setelah selesai tadarus. Biasanya tadarus untuk betina selesai jam 9. Sedangkan tadarus laki-laki selesai jam setengah sebelas sampai jam sebelas.
Saya mengobrol dengan bang Juki, beliau orang Nganjuk, Jawa Timur. Menurut beliau orang Jawa yang membutuhkan biaya banyak untuk mudik dan kembali lagi ke Kalimantan. Untuk keluarganya 1 orang kira-kira kalau di total membutuhkan uang sampai 5 juta karena daerahnya di pedalaman sehingga harus beberapa kali pindah angkutan. Karena di keluarganya terdapat 5 orang anggota keluarga maka untuk bisa pulang semua ke Nganjuk dan kembali ke Kalimantan membutuhkan uang 25 juta. Uang itu di gunakan untuk transportasi, transportasinyapun dihitung naik kapal, kalau naik pesawat bisa lebih mahal lagi. Selain transportasi biaya lainnya adalah untuk membeli oleh-oleh, memberi angpau untuk saudara-saudara termasuk untuk orang tua, untuk makan selama di Jawa, dan lain-lain. Oleh karena itulah selama 7 tahun ini bang Juki belum lagi mudik ke Jawa karena harus berpikir ulang masalah uang. Untuk lebaran tahun ini pun keluarga Bang Juki tidak mudik ke Jawa. Bahkan Bang Juki sudah merasa kalau Kalimantan adalah rumahnya, jadi mau pulang kemana lagi kalau tidak ke rumahnya.
Pak Harahap adalah orang Batak beliau dari Sumatra. Anggota keluarganya adalah 5 orang. Beliau memiliki kebun sawit dan menjadi Tokay pupuk sawit. Tokay adalah pengepul. Untuk mudik ke Sumatra juga dibutuhkan biaya yang banyak. Untuk keluarganya kira-kira membutuhkan uang sekitar 5 jutaan per orang. Biasanya beliau kalau pulang ke Sumatra naik pesawat. Keluarga Beliau setidaknya pulang ke Sumatra 1 tahun sekali. Untuk tahun ini rencananya beliau pulang sebelum lebaran sekeluarga, naik pesawat.
Jam 11 semua orang yang tadarus pulang, pak Supii, bang Juki, bapak i jalan kaki. Pak Harahap, bang ompong, naik sepeda motor.



20 Juli 2013
Makan Sahur dengan keluarga Pak Rin, ada Datok dan Mamak. Bapak, Erpan dan Siti tidak ikut sahur karena tidak puasa. Bapak Erpan pergi ke kebun untuk mencangkul pagi nanti, Erpan tidak puasa karena sekolah, Siti tidak sahur karena malas bangun. Bapak makan pagi jam 8. Sedangkan Erpan makan pagi sekitar jam 10, setelah pulang sekolah. Siti makan pagi juga setelah pulang sekolah, sekitar jam 9.
Mengobrol dengan Datok. Kata Datok, sampai kapanpun karet itu masih berharga karena dibandingkan sawit, permintaan karet itu akan terus menerus ada, jadi setiap haripun kita bisa menjual karet. Tidak seperti sawit yang terkadang tidak laku. Dulu harga karet mencapai Rp.20.000 per kilogram, namun sekarang turun menjadi Rp.10.000 per kilogram. Meskipun begitu, banyak masyarakat yang lebih menginginkan kebun sawit daripada kebun karet karena memang penghasilan dari menoreh jauh lebih kecil daripada menggarap sawit. Dulu orang-orang hampir saja mengubah lahan karetnya menjadi tanaman sawit, bahkan ada orang yang sudah menebang pohonnya. Namun karena ada beberapa masalah dengan perusahaan sawit seperti, mereka sangat ketat dalam menyortir buah sawit, jadi banyak hasil panen petani sawit yang tidak laku dijual. Akhirnya masyarakat berdemo dan perusahaanpun menghentikan proses produksi hampir selama setengah tahun. Warga menjadi trauma dengan sawit dan akhirnya mereka yang sudah menebang pohon karetnya tadi kembali menanami lahannya dengan pohon karet. Namun kondisinya sekarang sudah stabil, harga sawit bahkan sekarang naik sedangkan harga karet turun. Bukan tidak mungkin nanti pada tahun 2020 perkebunan di Meliau sudah menjadi perkebunan sawit semua. Sekarang saja lahan karet sudah sedikit sekali. Namun karena dalam menanam sawit dibutuhkan waktu sekitar 7-10 tahun untuk bisa dipanen, maka dibutuhkan waktu untuk mengubah lahan karet menjadi lahan sawit, apalagi bagi yang tidak memiliki modal banyak.
Penjual sayur pertama lewat jam setengah sepuluh. Barang yang dijual adalah buncis, susu, tahu, sabun, ikan bawal, agar-agar, terasi, ayam, sayur, jeruk, kolangkaling, dan lainnya. Hari itu mamak Erpan membeli cincau dan kolangkaling seharga 30 ribu. Cincau dan kolangkaling itu digunakan untuk menu berbuka 1 hari, terkadang bisa 2 hari.
Penjual sayur kedua lewat jam 10. Barang yang dijual adalah lombok, teri, wafer (dalam bungkus kecil), sayuran, bawang, labu, jagung, tomat, kulit sapi, kecambah, sozis goreng, terong, capcai, buncis, ikan, bakso, dan lain sebagainya. Di tempat itu mamak membeli capcai seharga 15 ribu.
Bapak Rin berangkat ke kebun sekitar jam setengah 9. Disana bapak mencangkul untuk memperbaiki kolam. Setelah mencangkul, bapak memancing di kolam. Sekitar jam 10, bapak menelpon orang rumah dan menyuruh mas Diaz untuk menjemputnya karena tangan bapak dipatil oleh ikan lele. Pulang-pulang beliau membawa 2 ikan lele dengan panjang kira-kira 40 centimeter.
Tangan pak Rin sakit, berdarah sampai tidak bisa digerakkan. Menurut orang disini, ikan lele memiliki racun dan bisa juga racun ikan tersebut adalah berasal dari makhluk ghaib. Jadi cara pengobatannya adalah dengan diberi air putih dan dioakan oleh orang-orang tertentu yang pintar dan diberi obat-obat ramuan. Sebenarnya obat tersebut tidak hanya digunakan untuk mengobati gigitan lele saja, tetapi juga bisa digunakan untuk mengobati gigitan ular dan hewan berbisa lainnya. Ada beberapa orang yang pandai mengobati dengan jampi-jampi atau doa. Diantaranya adalah bapak Muis. Kalau tidak diobati dengan hal tersebut, mungkin baru setengah hari saja bisa pingsan karena fisiknya tidak mampu menahan rasa sakit.
Jam 11 penjual sayuran yang berbeda lewat lagi. Namun tidak mampir ke rumah mamak. Penjual tersebut memiliki titik-titik pemberhentian yang berbeda dengan penjual sayur lainnya. Ibu-ibu banyak yang memancing di sungai, tempat-tempat yang sering digunakan adalah di belakang warung pak Rabuansyah, di seberang sungai (berseberangan dengan warung pak Rabuansyah), di depan masjid, dan di belakang rumah pak Supii. Peralatan yang digunakan untuk memancing adalah kail, umpan berupa cacing atau mie instan yang sudah dimasak, dan toples untuk wadah ikannya. Bapak-bapak menggunakan waktu siang untuk duduk-duduk diteras rumah atau tidur siang karena capai setelah bekerja di ladang atau kebun.
Jam 1 anak-anak bermain gasing di sekitar rumah mereka. Ada beberapa tempat yang digunakan anak-anak untuk bermain gasing, diantaranya adalah di depan warung pak Rabuansyah, di depan masjid, di depan rumah pak Ilham, dan di depan rumah bang Yayan.
Oleh orang-orang tua, anak perempuan disebut betina, sedangkan anak laki-laki disebut laki-laki. Itu adalah bahasa kampungnya. Kalau oleh anak muda sekarang, mereka menggunakan kata cowok dan cewek untuk menunjukkan laki-laki dan perempuan. Panggilan untuk bapak oleh anak adalah ayah, sedangkan untuk ibu adalah mamak. Panggilan untuk seorang bapak oleh masyarakat (bukan anak) adalah bapak atau ayah dan diikuti dengan nama anak laki-laki atau nama anak pertama. Contohnya adalah Ayah Epan untuk menunjukan panggilan pada bapak Muhairin (bapaknya Erpan). Ayah Muis untuk menunjukan panggilan pada Bapaknya Muis. Panggilan untuk ibu oleh masyarakat (selain anak) pun sama, yaitu mamak dan diikuti nama anak pertama atau anak laki-laki. Contohnya adalah Mamak Erpan, untuk menunjukan panggilan pada ibu dari Erpan. Mamak Emi, untuk menunjukkan panggilan pada ibu dari Emi.
Kepemilikan barang-barang di rumah Hendra. Diantaranya adalah TV parabola dan TV LCD, laptop ACER seharga 4 juta milik hendra, lemari TV, lemari pakaian, lemari barang pecah belah, kursi ruang tamu, bunga hias dari sedotan, kulkas, 2 mesin spit air, mesin listrik bergenerator, kompor gas, 4 kamar tidur, ruang tamu, kamar mandi, dan lainnya.
Menu buka puasa keluarga Emi adalah kelapa muda (tidak menggunakan es batu tapi menggunakan air dingin), kue tambi, dan air putih. Menu makan malamnya adalah nasi, telur dadar, sozis tumis, sayuran, dan es segar sari. Setelah makan malam biasanya keluarga Emi minum kopi atau teh atau coklat. Menu yang digunakan untuk makan sahur biasanya menggunakan menu makanan yang sama dengan menu makan malam. Jadi mereka hanya memasak diwaktu sore, di waktu sahur tinggal memanaskan saja. Menu sahur hari itu adalah nasi, telur dadar, sozis, tumis, dan sayur. Minumannya es rasa-rasa (marimas, segar sari, kukubima, dan lain-lain). Setelah sahur dilanjutkan dengan minum kopi, teh, atau coklat sambil merokok. Di keluarga Emi bapak dan mamaknya merokok. Keluarga ini sering memanfaatkan tanaman-tanaman di sekitar rumah untuk dimasak sebagai sayuran dan keperluan dapur lainnya.
Mamak Erpan membuat bakwan sendiri untuk berbuka puasa. Mamak jarang membeli gorengan karena harganya mahal. Misalnya adalah bakwan yang harganya seribu per buah. Berbuka  puasa dengan keluarga Pak Rin. Menunya adalah es cincau dan agar-agar. Setelah berbuka dilanjutkan dengan makan malam. Menunya adalah nasi, ikan lele, rotan, tempe, tumis, tempoyak. Setelah makan malam dilanjutkan dengan minum kopi. Sekitar jam setengah 7 ada penjual bakso keliling lewat di depan rumah Pak Rin. Erpan dan Siti membeli bakso 2 porsi. 1 porsi harganya Rp. 10.000.
Sholat tarawih dengan Datok Epan di masjid. Laki-laki berjumlah 4 shaf, betinanya 4 shaf. Setelah tarawih, dilanjutkan dengan tadarus. Laki-lakinya berjumlah 7 orang, betinanya 12 orang. Suguhan untuk tadarusnya adalah kopi, agar-agar, gorengan. Setelah tadarus saya pulang sekitar jam 10. Di rumah Pak Rin ada tamu, yaitu bang Khairullah dan Bapak Muis. Mereka sedang menjenguk Pak Rin yang sakit tangannya sambil menonton TV, minum kopi dan coklat, makan agar-agar, merokok, ngobrol dan bercanda. Sampai jam setengah 11 mereka pulang. Setelah itu seluruh keluarga Pak Rin tidur.



21 Juli 2013
Makan sahur dengan keluarga Pak Rin. menunya adalah nasi, ikan, tempe, dan tumis kacang. Semua anggota keluarga Pak Rin ikut makan sahur. Setelah itu mereka minum teh dan kopi.
Hari ini adalah hari minggu. Maka listrik menyala dari jam 5 sore kemarin sampai jam 12 nanti siang. Erpan menonton TV dari jam 8 pagi sampai jam 12 siang. Setelah listrik padam, dia pergi ke sungai untuk mandi.
Saya pergi ke pasar Meliau. Untuk menuju ke Meliau dari Sengkuang Daok, harus menggunakan motor menuju ke penyebrangan BHD Logistik, setelah itu menyebrang sungai kapuas sampai desa Mayam. Untuk Menyebrang dikenakan biaya sebesar Rp. 10.000 per motor. Kalau tidak membawa motor dikenakan biaya Rp. 5.000 per orang.  Dari Sengkuang Daok ke desa Mayam dibutuhkan waktu kira-kira 20-30 menit. Dari desa Mayam dilanjutkan menuju ke pasar Meliau kira-kira membutuhkan waktu sekitar 20-30 menit. Jadi kurang lebih total perjalanan dari Sengkuang Daok ke Meliau adalah 1 jam. Dari Sengkuang Daok menuju ke pasar Meliau kira-kira menghabiskan bensin sebanyak 1 liter. Jadi untuk pulanng pergi dibutuhkan 2 liter bensin. Harga 1 liter bensin di Sengkuang Daok adalah Rp.9000 sedangkan di Meliau harganya adalah Rp. 8000. Jadi kalau di total semuanya, uang yang dikeluarkan untuk pulang pergi ke Meliau untuk ongkos transportasinya adalah sekitar Rp. 40.000.
Di Pasar Meliau terdapat penjual berbagai macam keperluan rumah tangga. Seperti perlengkapan dan peralatan rumah, perlengkapan dan peralatan dapur, toko HP, konter, dan kamera, berbagai macam makanan dan minuman, mainan, mercon, berbagai jenis baju, perlengkapan sekolah, warnet dan game center, dan sebagainya. Disana juga terdapat masjid, didalam  masjid tersebut ada AC dan kipas angin. Banyak orang-orang yang tidur di masjid pada siang hari karena suhu diluar sangat panas.
Di Meliau saya bertemu dengan pak Suparman, Kepala Sekolah SD N 035 Sengkuang Daok. Beliau bersama istri, dan 2 anaknya sedang memeriksakan mata anaknya yang sakit. Istrinya juga terlihat membawa barang belanjaan.
Sebagian anak-anak di Sengkuang Daok setiap hari kecuali hari jumat belajar mengaji Al-Quran di rumah Mamak Emi. Setiap hari mereka meluangkan waktunya dari jam 2 sampai jam 3 sore. Kira-kira 10 anak yang mengaji disana. Untuk mengaji disana tidak dipungut biaya, jadi siapapun yang mau belajar bersama Mamak Emi dipersilahkan untuk bergabung.
Jam 4, remaja nongkrong di batu, orang-orang tua bermain badminton di lapangan depan rumah Pak Rin. Erpan membeli es batu untuk berbuka puasa. Berbuka puasa dengan keluarga Pak Rin. Menunya adalah es dan agar-agar. Sekitar jam setengah 7 malam, listrik padam. Di keluarga pak Rin menyalakan pelita untuk menerangi rumah. Makan malam dengan menu nasi, ayam, dan tempe. Setelah makan malam, karena lampu masih padam, keluarga Pak Rin berkumpul di ruang tamu sambil mengobrol.
Menurut Mamak Erpan, banyak orang-orang Sengkuang Daok yang suka menghambur-hamburkan uangnya untuk membeli petasan di bulan puasa. apalagi mendekati lebaran, biasanya mereka berpesta petasan di malam hari. Bahkan biaya yang dikeluarkan untuk membeli petasan terkadang sampai ratusan ribu. Di keluarga Erpan, daripada uang dihabiskan untuk membeli petasan lebih baik digunakan untuk membeli baju baru, kue lebaran, dan sebagainya yang lebih bermanfaat. Terkadang ketika malam lebaran, Siti dan Erpan cuma bisa melihat orang-orang yang menyalakan petasan dari depan rumah karena tidak diperbolehkan oleh Mamak membeli petasan. Menurut mamak, melihat orang menyalakan petasan itu rasanya sama saja dengan menyalakannya, jadi untuk apa membeli petasan. Lebih baik menonton petasan yang dinyalakan orang saja.



22 Juli 2013
Makan Sahur dengan keluarga Pak Rin. semua anggota keluarga ikut kecuali Erpan dan Siti. Pak Rin ikut makan sahur meskipun tidak puasa karena nanti akan panen sawit. Menunya adalah nasi, rotan, abon, dan opor ayam. Dilanjutkan dengan minum kopi, setelah itu tidur sampai jam 6.
Panen sawit di hamparan 31, SP 6, milik pak Rin. Pak Rin menyewa 1 buruh yaitu bang Yayan. Disini kaplingnya dipanen 1 bulan sekali. Sawitnyapun  kurang dirawat karena belum ada cukup waktu dan juga medan kebunnya jelek jadi hasilnyapun sedikit. Di kebun tersebut bahkan masih banyak kayu-kayu besar yang berserakan. Diantaranya adalah kayu meranti yang panjangnya hampir 30 meter, diameternya kira-kira 100 centimeter. Kami panen dari jam setengah 7 pagi sampai jam 1 siang.

Setelah pulang ke rumah ada penjual baju dan sepatu dari Kuala Buayan di rumah Mamak. Beberapa ibu-ibu datang ke rumah Mamak untuk menawar baju. Mamak membelikan Erpan sandal dan membelikan baju untuk siti. Pak Rin sudah mencari sepatu untuk digunakan bermain badminton, namun karena tidak ada yang cocok, beliau tidak jadi membelinya.
Sekitar jam 2, saya dan mas Diaz mengantar Pak Rin untuk belanja bulanan keperluan-keperluan dapur di Kuala Buayan. Saya berboncengan dengan Pak Rin, sedangkan mas Diaz membawa motor dengan wadah di belakangnya. Pak Rin pergi berbelanja di Toko Sinar Baru di Kuala Buayan. Biasanya keluarga Pak Rin berbelanja barang-barang keperluan rumah tangga seperti ini setiap habis gajian atau di tengah-tengah bulan. Disana menjual berbagai macam kebutuhan keluarga. Diantaranya yang dijual disana adalah perlengkapan dan peralatan mandi, kecantikan, dan dapur, jajanan, perlengkapan bangunan, peralatan rumah tangga. Toko tersebut memasok barang dagangannya dari pasar Meliau ataupun dari Pontianak melalui jalur sungai menggunakan ketek-ketek.
Disana Pak Rin Membeli fortune, racun nyamuk baygon bakar, baygon semprot, kopi, kaleng susu enak, sabun giv, sabun cuci, 1 kardus Indomie, sabun cuci pakaian, pasta gigi, garam, gula, telur, 1 dirigen minyak goreng, beras, jajanan dan lainnya. Uang yang dikeluarkan untuk belanja barang-barang tersebut adalah Rp. 543.000.
Arti dari kuala adalah muara. Jadi Kuala Buayan adalah Muara sungai Boyan. Sedangkan arti dari Sengkuang Daok adalah buah sengkuang daok. Buah sengkuang daok berbeda dengan buah sengkuang biasa. Ukurannya lebih besar daripada buah sengkuang biasa. Jadi dulu di dusun Sengkuang Daok terdapat banyak buah sengkuang daok, oleh karena itu dusunnya dinamakan dusun Sengkuang Daok.
Menu berbuka di keluarga Hendra adalah ketok ubi (singkong direbus, ditumbuk, dan dicampur dengan gula dan kelapa parut), es campur (cincau campur dengan cendol), dan gorengan. Menu makan malamnya adalah nasi putih, ikan asin (balor), jerok pucok ubi (daun singkong permentasi), cabe belacan (sambal terasi), tempoyak, lalap pucuk kunyit. Biasanya menu makan malam ini dimakan lagi ketika makan sahur. Jadi mamak Hendra tinggal memanaskan lauk ataupun membuat lauk sederhana dengan waktu yang cepat. Mamak Hendra lebih suka masak di sore hari karena lebih santai waktunya.
Berbuka puasa dengan keluarga Pak Rin. Semua anggota keluarga ikut.  Menunya adalah apam (martabak manis), es, dan jajanan berupa kue (membeli). Setelah itu dilanjutkan dengan makan malam, menunya adalah nasi, rotan, abon, dan tempe. Setelah makan malam sekeluarga berkumpul di ruang tengah sambil ngopi dan nonton TV.
Shalat tarawih bersama Datok menggunakan motor. Laki-laki berjumlah 3 shaf, perempuannya juga 3 shaf. Setelah sholat tarawih dilanjutkan dengan tadarus Al-Quran. Jumlah laki-laki yang mengikuti tadarus adalah 7 orang, sedangkan perempuannya berjumlah 4 orang. Menurut Bang Juki, semangat dan kehadiran orang dalam sholat tarawih dimanapun itu baik di Jawa maupun di Kalimantan ketika awal-awal ramadhan memang terlihat banyak. Namun ketika memasuki pertengahan mulai berkurang, lalu ketika mendekati lebaran biasanya ramai lagi jamaahnya. Hal ini umum terjadi dimana-mana. Kami disuguhi kopi, susu, dan agar-agar.



23 Juli 2013
Sahur di keluarga Hendra. Disana ada Mamak hendra, Bapak hendra, Bang Dede, dan Hendra. Bang Ari, kakak Hendra yang pertama sudah berkeluarga sendiri sehingga makan pun bersama istrinya di rumahnya sendiri. Menu sahurnya adalah nasi putih, ikan asin (balor), jerok pucok ubi (daun singkong permentasi), cabe belacan (sambal terasi), tempoyak, lalap pucuk kunyit. Setelah makan sahur, di keluarga ini juga mengobrol di ruang tengah sembari nonton TV dan ngobrol antar anggota keluarga.
Di SD 035 Sengkuang Daok, pelajaran dimulai jam 7 pagi dari kelas 1 sampai kelas 6. Sedangkan untuk kepulangannya masing-masing kelas berbeda. Untuk kelas 1 selesai sekolah jam 9 pagi. Kelas 2 dan 3 selesai sekolah jam 11 siang. Untuk kelas 4, 5, dan 6 selesai sekolah jam 12 siang.
Di keluarga Hendra setiap harinya menoreh karet milik sendiri. Setiap hari bapak Hendra dan bang Dede menoreh untuk menghidupi Hendra dan Mamaknya dari jam 5 pagi sampai jam 2 siang. Kalau sedang di rumah, biasanya Hendra juga membantu bapaknya untuk menoreh. Biasanya hasil yang diperoleh kalau cuacanya bagus setiap harinya adalah sekitar 15 kilogram. Mereka sekeluarga biasanya dibagi menjadi 2. Bapak dan Hendra di satu kebun, sedangkan Bang Dede sendirian di kebun lainnya. Masing-masing kebun menghasilkan 7 kilogram sawit. Jadi totalnya kira-kira 14 kilogram per hari. Namun ketika cuacanya buruk atau ketika pohonnya sedang ganti daun dan mengeluarkan bunga, maka getah yang didapat berkurang biasanya cuma 3 kilogram perhari. Apalagi kalau sedang hujan, pohon karet tidak bisa ditoreh. Jadi cuaca yang bagus adalah saat setelah hujan lalu panas. Misalnya dua hari yang lalu hujan lalu hari ini cuacanya panas, maka getah karet yang bisa diambil bisa banyak. Namun apabila terlalu lembab, pohon karet bisa dimakan krukut (rayap) dan akibatnya adalah bisa mati dan akhirnya tumbang. Kesalahan pada saat menoreh seperti memotong terlalu dalam pada batangnya juga bisa menyebabkan pohon dimakan rayap dan akhirnya mati lalu tumbang.
Biasanya keluarga Hendra menjual karetnya di Kuala Buayan. Sebenarnya di Sengkuang Daok, di warung milik pak Rabuansyah juga membeli karet, namun karena harganya lebih murah dari toko di Buayan maka Bapak Hendra lebih sering menjualnya ke Buayan meskipun jaraknya lebih jauh. Pak Rabuansyah adalah pengepul karet dan sawit. Harga karet sekarang di Sengkuang Daok adalah Rp. 9000 per kilogram. Sedangkan harga karet di Kuala Buayan adalah Rp. 10.000 per kilogram. Setiap bulan keluarga Hendra pergi ke Buayan untuk menjual karet sekalian berbelanja kebutuhan bulanan seperti beras, gula, kopi, teh, coklat, telur, tepung, dan lain-lain. Kalau perlengkapan dapurnya ada yang habis sebelum jadwal belanja, biasanya Bang Dede pergi ke Buayan untuk membeli lagi. Pendapatan keluarga Hendra dari menjual karet setiap bulannya adalah sekitar 3 juta. Sedangkan mereka menghabiskan uang untuk belanja bulanan biasanya hampir Rp. 1700.000. Belum lagi untuk belanja harian seperti membeli sayur dan keperluan dapur, rata-rata mamak membeli sayur setiap harinya menghabiskan uang Rp. 10.000.
Sebelum memiliki kebun karet, Hendra dulu sempat merasakan hidup susah. Bapaknya bekerja sebagai buruh. Untuk makan nasi saja belum pasti. Terkadang makan singkong. Untuk makan ayam saja dalam setahun bisa dihitung kira-kira 1 kali. Namun sekarang berkat kebun karet, kondisi ekonomi keluarga Hendra bisa dikatakan stabil. Sekarang kira-kira untuk makan daging ayam saja minimal 3 bulan sekali. Namun kalau dikatakan sekarang sudah mapan, ya belum. Karena untuk biaya sekolah saja Hendra terkadang masih kekurangan. Mungkin kalau dia tidak mendapatkan beasiswa, Hendra tidak akan bisa sekolah apalagi sampai ke Semarang. Ayah Hendra sebenarnya memiliki tabungan sejak Hendra SMA untuk biaya kuliah Hendra, namun di tengah perjalanan sering digunakan untuk keperluan yang mendadak. Misalnya pada tahun 2011, Hendra merasa sudah sangat membutuhkan Laptop untuk mengerjakan tugas-tugas dan menunjang proses belajar di SMA sehingga Ayahnya mengambil uang tabungan tersebut sebesar 4 juta untuk dibelikan Laptop ACER. Selain itu pada tahun 2012 Hendra juga sempat mengalami sakit mata sehingga harus dioperasi dan Ayah Hendra mengambil uang tabungan tersebut untuk biaya operasi mata Hendra. Namun berkat beasiswa PMPD (penjaringan minat putra daerah) dari kabupaten Hendra bisa melanjutkan pendidikannya sampai ke bangku kuliah. Meskipun begitu bagi Hendra konsumsi itu yang sederhana saja, seadanya saja tidak usah berlebihan. Hendra bahkan siap hidup irit ketika nanti di Semarang. Dia siap mencari kost yang agak jauh dari kampus jika itu lebih murah. Bagi dia jarak 1 kilometer termasuk masih dekat. Bahkan jika ada pondok pesantren yang menawarkan harga yang lebih murah dari kost, Hendra siap untuk tinggal disana. Hendra memiliki 2 motor di rumah. Ketika di Semarang nanti, dia berencana untuk jalan kaki saja tidak membawa motor. Padahal di rumah yang bisa mengendarai motor hanya Hendra dan Bang Dede, bapak dan mamak Hendra tidak bisa mengendarai motor. Hendra tidak membawa motor karena supaya lebih irit dan prihatin dengan keadaan keluarganya. Selain itu Hendra juga tidak memiliki SIM (surat ijin mengemudi). Di keluarga Hendra tidak ada yang memiliki SIM karena biaya membuat SIM di sana itu mahal menurut Hendra yaitu sekitar Rp. 200.000. Bagi Hendra semakin seseorang itu diberi fasilitas yang nyaman maka semakin menyepelekan terhadap ilmu sehingga nantinya sulit dalam menerima pelajaran. Hendra juga bercerita ketika nanti sudah di Semarang dan dia tidak bisa pulang walaupun pada saat liburan atupun lebaran karena tidak ada biaya untuk pulang ke Kalimantan, dia siap untuk tidak pulang dan tinggal di kampus.
Orang-orang di Sengkuang Daok makan 2 kali atau 3 kali sehari, tergantung dari pekerjaannya. Semakin berat pekerjaan yang dilakukan misalnya ketika panen sawit, maka biasanya dia makan lebih banyak dari biasanya. Namun umumnya masyarakat makan 3 kali sehari. Termasuk keluarga Hendra, keluarga Bandi, keluarga pak Rin, dan keluarga Emi. Jika mereka makan 2 kali, bukan karena kekurangan, namun karena sedang tidak nafsu makan saja.
Di Sengkuang Daok kelihatannya mudah untuk bekerja, gajinya juga banyak, namun sebenarnya sama saja dengan di Jawa karena kebutuhan di sini dan di Jawa berbeda. Harga barang-barang yang ada di Kalimantan lebih mahal daripada yang ada di Jawa. Jadi meskipun orang-orang memiliki penghasilan banyak, namun karena pengeluarnnya juga banyak maka kekayaan yang dimilikipun sama saja sebenarnya. Contohnya adalah Pak Bos yang punya trak sendiri, pak Rabuansyah yang memiliki kapling dan toko, kehidupannya biasa-biasa saja meskipun penghasilannya cukup tinggi.
Istilah-istilah yang digunakan masyarakat Sengkuang Daok dalam menyebutkan lahan:
1. Kapling yaitu untuk menyebutkan lahan yang ditanami sawit.
2. Kebun yaitu untuk menyebutkan lahan yang ditanami karet.
3. Ladang atau Uma untuk menyebutkan lahan yang ditanami padi (sawah).
4. Kebun yaitu lahan yang ditanami sayuran dan tanaman-tanaman lain.
5. Rimba yaitu untuk menyebutkan hutan yang masih lebat.
Sore hari ada penjual buah labu dan semangka. Penjualnya orang Sengkuang Daok, namun berbelanja buah dari pulau limbung, yaitu daerah dekat pulau Tayan. Untuk pergi kesana digunakan transportasi air berupa ketek-ketek. Harga semangka perkilonya adalah Rp. 8000. Mamak membeli semangka seharga Rp. 20.000. Datok membeli tape seharga Rp. 5000 di tempat orang jualan keliling.
Berbuka puasa dengan keluarga Pak Rin. Menunya adalah es campur (susu, semangka, tape), kerupuk singkong (membuat sendiri), kerupuk udang, bakwan, dan apam.
Makan malam di keluarga Bang Bandi dengan menu nasi, ikan nila goreng, ayam goreng, sayur kangkung, timun, dan sambal terasi. Disana ada bapak Bandi, Mamak Bandi, Bandi, dan Zul (adik Bandi). Sebenarnya Bandi punya adik lagi yaitu Zamroni atau biasa dipanggil Apeng. Namun dia tidak ikut makan malam di rumah Bandi karena sudah punya keluarga sendiri. Rumahnya disebelah kiri rumah Bandi, sekarang dia sudah memiliki 1 orang anak. Awalnya Bang Apeng sama-sama Sekolah SMA dengan Bandi, namun memutuskan untuk berhenti sekolah karena ingin bekerja membiayai sekolah Bandi. Setelah Bandi Kuliah Bang Apeng menikah, dan kini sudah punya rumah sendiri meskipun kecil-kecilan. Sekarang Bandi kuliah di Untan (Universitas Tanjungpura) Pontianak, semester 5, jurusan Hukum.
Shalat tarawih di Masjid Sengkuang Daok, jumlah laki-lakinya 2,5 shaf dan perempuannya 3 shaf. Tadarus Al-Quran, jumlah laki-lakinya ada 5 orang dan perempuannya berjumlah 4 orang.



24 Juli 2013
Makan sahur dengan keluarga Pak Rin. Erpan dan Siti tidak puasa. Walaupun sudah SMP namun Erpan sering tidak kuat kalau berpuasa. Pak Rin juga tidak berpuasa karena pagi nanti mau mencangkul di ladang, namun beliau tetap mengikuti makan sahur. Menunya adalah nasi, sayur, labu, sayur tempe, kerupuk, tempe goreng, sambal, dan air putih. Setelah sahur sekeluarga pak Rin minum coklat sambil nonton TV. Listrik di rumah pak Rin dibagi dengan tetangga sebelah kanan rumah. Kalau tetangga sedang memasak menggunaka magicom dan di rumah pak Rin sedang menyalakan TV dan kulkas biasanya listrik langsung mati. Sering keluarga Pak Rin mengalah dengan mematikan salah satu diantara Kulkas dan Televisi.
Pagi sekitar jam 5 sampai jam setengah 7 masih banyak orang berangkat ke kebun untuk menoreh. Terkadang mereka membawa senapan sekalian untuk berburu binatang yang ada di kebun seperti burung. Namun yang sering membawa senapan adalah orang-orang dayak.
Transmigran perkebunan atau sering disebut dengan Trans adalah orang yang melakukan transmigrasi dari program pemerintah dan mereka diberi lahan untuk diolah sebagai pekerjaan mereka. Di sini terdapat beberapa Trans. Trans 1 ditempati oleh orang Jawa, Trans 2 ditempati oleh orang Jawa dan NTT, Trans 3 dan 4 ditempati oleh orang Jawa, Trans 5 ditempati oleh orang Bali.
Tukang sayur ke 1 dengan bunyi klakson “Bibbib,, bibbib,, bibbibb,,” lewat kira-kira pukul 09.40 WIB, motornya adalah Vega putih, penjualnya memakai topi. Biasanya mangkal atau berhenti di depan rumah mamak Erpan, sebelum jembatan kecil Sengkuang Daok, sebelum masjid Sengkuang Daok, di sekitar rumah Hendra, dan lain-lain terkadang berubah-ubah.
Tukang sayur ke 2 lewat sekitar jam 09.41 WIB. Penjual ini adalah orang Sengkuang Daok, menaiki motor Jupiter MX warna biru, biasanya tidak membunyikan klakson, tetapi langsung berhenti ditempat-tempat langganannya seperti di depan rumah Erpan, di depan warung pak Rabuansyah, di depan rumah pak Supii, di depan rumah Hendra, dan lain-lain terkadang berubah. Barang yang dijual adalah sayuran, jagung, agar-agar, tahu, ikan, bawang, buncis, labu, dan lain-lain namun tidak ada jajanannya.
Tukang sayur ke 3 lewat sekitar jam 10.25 WIB. Menggunakan motor Jupiter Z warna biru. Bunyi klaksonnya adalah “bip bip bip bip,,,, bip bip bip bip,,,,”. Biasanya berhenti di depan warung pak Rabuansyah, di depan rumah bang I, di sekitar rumah Datok Erpan, dan lain-lain terkadang ganti-ganti.
Tukang sayur ke 4 lewat sekitar jam 12.00 WIB. Menggunakan motor Vega ZR warna merah. Bunyi klaksonnya adalah “Bip,,,   bip,,,   bip,,,” jeda agak lama. Biasanya berhenti di daerah sebelum masjid, setelah masjid, dan daerah lapangan.
Sebenarnya terdapat 5 penjual sayuran di Sengkuang Daok. Namun 1 penjual lainnya sudah pulang ke Jawa karena menikah. Mungkin nanti setelah lebaran penjual tersebut kembali berjualan. Diantara ke 5 penjual tersebut, 3 diantaranya sudah berjualan sejak lama yaitu penjual nomor 1, 2, dan 4. sedangkan 2 lainnya baru beberapa bulan berjualan di Sengkuang Daok. Perbedaan diantara kelima penjual tersebut adalah cara memanggil pelanggan, yaitu dengan bunyi klakson yang berbeda, barang yang dijual, tempat berhenti, dan waktu lewat atau berkeliling di Dusun Sengkuang Daok. Namun terkadang harga yang dijual juga berbeda.
Di depan rumah Pak Rin ada warung milik pak khairullah. Disana menjual berbagai macam makanan dan minuman ringan dan juga bensin. Makanan yang dijual diantaranya adalah mizone, ale-ale, kratingdaeng, minuman bersoda seperti fanta dan sprite, es, pop ice, marimas, taro, ciki-ciki, rokok, kerupuk, roti bungkusan, permen, extra joss, agar-agar, dan makanan kecil lainnya. Di warung pak Khairullah ini yang banyak mengambil peran adalah istrinya. Mulai dari belanja keperluan warung, sampai menjual makanan, minuman, dan bensin di warung semuanya dikerjakan oleh istri bapak Khairullah. Pak khairullah bekerja sebagai petani sawit dan terkadang menjaga anaknya di rumah ketika istrinya pergi. Warung pak Khairullah buka mulai jam setengah 8 pagi sampai maghrib, namun terkadang di malam hari juga masih buka.
Di Sengkuang Daok banyak anak kecil yang sakit-sakitan, biasanya karena diganggu makhluk lain. Untuk mengobatinya biasanya ada orang yang menjadi orang tua angkat dan memberi nama baru untuk si anak. Orang disana menyebutnya dengan dengan membeli anak. Orang tua barunya memberi nama baru, memberikan baju, namun tidak mengurus atau merawat anak tersebut secara terus menerus sampai dewasa. Hak dan kewajiban mengasuh anak tersebut tetap orang tua kandungnya. Tempat tinggalnyapun tetap bersama orang tua kandungnya. Contohnya adalah bapak Jumadi, sekilas terdengar adalah nama orang Jawa padahal pak Jumadi adalah orang melayu namun sudah diangkat anak oleh bapak barunya yaitu orang dari Jawa. Awalnya nama lahir pak Jumadi adalah Awalludin namun karena sering sakit-sakitan maka diganti. Ada juga yang diangkat sebagai anak ketika baru lahir, contohnya adalah Brahma, seorang anak yang diangkat sebagai anak oleh mbak Hepi, seorang mahasiswa UGM yang melakukan penelitian di Sengkuang Daok. Erpan juga memiliki orang tua angkat orang Kopu.
Luas kebun karet keluarga Hendra adalah lebih dari 1 hektar. Pohonnya kira-kira 100 pohon. Mereka masih memiliki beberapa lahan kosong namun masih berisi rumput-rumput dan tanaman kecil lainnya. Rencananya akan mereka tanami sawit, namun sekarang masih proses untuk ditanami. Awalnya mereka membakar lahan untuk mengosongkan tanaman yang bisa mengganggu proses pertumbuhan sawit, setelah itu ditanami sawit. Jadi agar sawit dapat tumbuh dengan baik, dalam 1 lahan sawit itu hanya ditanami sawit saja tidak ada tanaman lain selain sawit.
Jarak antar pohon karet yang baik adalah 3-4 meter. Kalau sembako dan BBM naik, dan kalau sedang banyak karet maka harga karet turun, sekarang harga karet sampai Rp. 9000. Sedangkan kalau sedang musim hujan ataupun karet sedang sedikit maka harganya naik. Bulan Januari kemarin, harganya sampai Rp. 23.500.
Biasanya Bang Dede mendapatkan 7 kilogram karet sehari. Bapak Hendra mendapatkan 8 kilogram karet sehari. 1 bulan rata-rata mereka mendapatkan 19 kotak ukuran 10 cm x 7 cm x 4 cm. Biasanya dalam 1 bulan mendapatkan 150 kilogram. Kalau karet yang cair (yang bagus) dijual dengan harga Rp. 9000. Sedangkan karet yang sudah jelek atau sudah berbentuk bulatan atau gumpalan itu harganya bisa setengahnya.
Mamak membeli es 2 bungkus. Berbuka puasa dengan keluarga Pak Rin. Menunya adalah es, kue bolu, es maram, krupuk singkong, apam, dan roket. Makan malam dengan menu nasi, gori, teri, ikan goreng, dan mie. Dilanjutkan dengan minum kopi.
Sholat tarawih di masjid Sengkuang Daok. Jumlah laki-lakinya 3 shaf, betina 4 shaf. Tadarus Al-Quran, jumlah laki-lakinya 6, betinanya 5 orang. Setelah shalat tarawih saya ikut Hendra mengayang.
Mengayang adalah mencari ikan dengan cara menyelam dan membawa tembakan yang disebut semeter, membawa senter untuk menerangi ikan yang ada di sungai, dan kacamata renang berbentuk lingkaran satu lubang. Langkah pertama adalah membersihkan kacamata menggunakan daun kayu sampai keluar busanya agar bersih dan bening. Menyiapkan bateray, dan mulai menyelam lalu mencari ikan dan ditembak. Saya mengayang bersama Hendra, Bang Dede, Bang Ari, Bang Bandi, Wilis, Mas Aji, dan Mas Kingkong mulai dari jam setengah 9 sampai jam 12. Kami cuma mendapatkan 5 ikan. Tempatnya adalah di sungai Boyan, kami jalan kaki menuju sungai. Jenis ikan yang ada di sungai Buayan adalah Tapah yaitu ikan berukuran besar namun datangnya musiman, ikan baung, ikan buntal (bisa menggigit daging orang), ikan jelawat, ikan TT (dibut NTT karena hitam), tengkuyung (keong), bantak, dan ikan lainnya. Untuk menuju ke sungai buayan, kami bertemu dengan hewan smadak, yaitu semut merah yang apabila diinjak akan langsung menyebar dan menggigit.



25 Juli 2013
Sahur dengan keluarga pak Rin. Menunya adalah nasi, ikan teri, gori, ikan goreng, dan air putih. Setelah itu dilanjutkan dengan minum teh bersama.
Jalur laut adalah jalur di sepanjang samping aliran sungai Buayan yang ada di Sengkuang Daok. Jalur darat atau sering juga disebut jalan belakang  adalah jalur dari depan rumah pak Rin sampai lapangan Sengkuang Daok. Jalan poros adalah jalan dari perusahaan BHD yang dilewati oleh truk perusahaan yang mengantarkan buah sawit dari kebun sampai perusahaan.
Pak Rin bermain badminton dari jam 4 sampai jam 5. Saya ikut remaja-remaja Sengkuang Daok berkumpul di batu. Hampir sebagian besar remaja dusun Sengkuang Daok nongkrong di batu. Kira-kira jumlah mereka adalah 10 sampai 15 orang. Mereka pergi ke batu dengan menaiki motor. Obrolan mereka bermacam-macam mulai dari arak, minum-minuman, bercandaan, dan lainnya. Disana mereka mengobrol sambil merokok walaupun di bulan puasa.
Saya memancing di sungai Buayan dengan Erpan, Siti, Mbak Nita, Wilis, Mbak Parti, dan Mas Aji. Disana kami mendapatkan 9 ekor ikan kecil-kecil.
Berbuka puasa dengan keluarga Pak Rin. Menunya adalah es sirup, kolak ubi, dan pisang goreng. Makan malam dengan menu nasi, sayur gori, gori goreng, mie, dan ikan. Minum kopi dan menonton TV.
Listrik di rumah Pak Rin berdaya 4500 volt. Malam hari sekitar jam 8 listrik di rumah Pak Rin padam karena dipakai bersama-sama dengan tetangga. Di Rumah Pak Rin banyak terdapat barang elektronik seperti kulkas dan TV.
Tarawih, laki-laki 3 shaf, perempuan 3 shaf. Tadarus Al-Quran, laki-laki 6 orang, perempuan 5 orang. Kebanyakan orang tua dan sebagian anak-anak. Orang-orang di rumah Pak Rin masih menonton TV sampai jam 11 malam.



26 Juli 2013
Bapak dan mamak Erpan bangun tidur jam setengah 3 pagi. Mamak memasak untuk sahur. Makan sahur dengan keluarga Pak Rin. Menunya adalah nasi, mie, gori, dan ikan. Kami minum teh dan minum kopi. Kami sahur sampai jam 4 pagi. Setelah itu tidur dari jam 4 sampai jam 6. Setelah bangun tidur, mamak langsung mencuci piring kotor bekas makan malam dan makan sahur. Bapak dan Datok duduk di ruang tamu. Jam 8 mereka mandi. Mamak dan Bapak Erpan mandi di rumah sedangkan Datok, Erpan, dan Siti mandi di sungai. Jam 9 sampai jam 10 mamak menunggu tukang sayur yang lewat. Bapak Rin pergi ke ladang untuk memancing dan merawat ladang. Erpan sekolah dari jam 7 sampai jam 11. Sedangkan 7 sampai jam 9. Jam 4 sore mereka mandi lagi. Bapak bermain badminton. Mamak masak mulai dari jam setengah 5 sampai setengah 6. Setelah itu menyiapkan buka, berbuka puasa, dan dilanjutkan dengan makan malam sampai jam 7. Setelah itu mereka menonton TV dari jam 7 sampai jam 10.
Keluarga Hendra kalau hari jumat libur untuk menoreh karena mereka harus melaksanakan sholat jumat.
Tukang sayur yang tidak tetap lewat jam setengah 8 pagi. Tukang jualan barang pecah belah lewat setiap minggu di sekitar desa Kuala Buayan. Kalau berkeliling di Sengkuang Daok setiap bulan sekali, biasanya setelah gajian seperti tanggal 1 atau 2 atau mendekati tanggal tersebut. Penjual tersebut mengambil barang dari Pontianak, biasanya barangnya adalah pesanan atau paketan lewat ketek-ketek. Barang yang dijual oleh penjual tersebut adalah bak, ember, gelas (plastik dan kaca), mainan anak (truk mainan dan mainan plastik lain), peralatan dapur (teko, serok, keranjang plastik, panci, piring, wajan, sendok, cangkir, toples), sandal (plastik dan kulit), kastok (tempat cantelan baju), wadah buah, keranjang, tutup nasi, centong, wadah sabun (peralatan mandi), botol minuman anak-anak, wajan, magicom, peralatan masak (panci fast food), dan lainnya. Mereka berjumlah 2 orang dan berjualan dengan menggunakan bak terbuka. Ketika itu datang dari jam 1. Bu Khairullah membeli sepatu untuk lebaran seharga Rp. 25.000. Mamak Erpan membeli wadah buah, toples, sandal untuk lebaran. Semuanya Rp. 60.000.
Bapak Epan jam 9 sampai jam 1 ke ladang untuk menguras air kolam di Trans bersama Erpan, Siti, Datok, Mas Aji, Mbak Nita, Mas Diaz. Disana akan dibuat kolam ikan dan diisi dengan ikan lagi. Bapak membawa keong emas untuk dipelihara di belakang rumah, makananya adalah kangkung dan sisa sayuran. Erpan memancing dari jam 3 sampai jam 5 mendapatkan 5 ekor ikan di Sungai Buayan.
Sekarang gajian akan disamakan dengan PTPN yaitu tanggal 1 atau 2. Mulai bulan lalu gajian sudah bisa diterima tanggal 2.
Berbuka puasa dengan keluarga Pak Rin dengan menu es, mie, dan pisang goreng. Makan malam dengan menu nasi, ikan teri, dan gori. Tarawih di Masjid. Kebanyakan adalah orang tua dan anak-anak (SD dan SMP). Jumlah laki-lakinya 3 shaf, perempuan 4 shaf. Tadarus, jumlah laki-lakinya 6 orang, perempuannya 4 orang. Kami disuguhi makanan berupa susu dan kue.



27 Juli 2013
Makan sahur dengan keluarga Pak Rin dengan menu nasi, ikan asin, teri, dan gori. Minum teh dan kopi. Kami semua kecuali Siti dan Erpan menonton TV, acara yang ditonton adalah AKSI Indosiar dari jam setengah 4 sampai jam 5. Kami tidur dari jam 5 sampai jam 7.
Datok mengambil sejenis tanaman yang berbentuk seperti tali untuk dibuat kerajinan seperti cincin, gelang, kalung, dan lainnya.
Harga rokok Surya adalah Rp. 16.000, rokok Ultra Rp. 14.000. Harga nasi Rp. 15.000, harga Es Rp. 5000.
Saya membuat gasing bersama Hendra dan Bandi. Kami mencari kayu di kebun selama 2 jam. Kayu yang digunakan adalah kayu tapang, pohonnya sangat besar dan tinggi hampir 50 meter tingginya, kami mengambil akarnya dengan menggunakan gergaji, kampak, dan parang. Diatas pohon tersebut dimanfaatkan untuk beternak lebah madu, cara memanjatnya adalah dengan membuat tangga di batangnya menggunakan kayu. Kami mengambil akar yang merah (tengahnya) karena bagian itulah yang kuat digunakan untuk membuat gasing. Kami mengambil kayu dengan panjang 15 cm, diameternya 7 cm. Selain kayu tapang, kayu lain yang bisa digunakan untuk membuat gasing adalah kayu belian. Total kami membuat 2 gasing adalah 5 jam. Orang-orang yang bermain gasing disini adalah mulai dari anak-anak SD, SMP, dan sebagian lain adalah SMA. Namun orang-orang yang berumur 20 sampai 25an juga ada yang bermain gasing.
Pak ilham sedang membuat dapur dibantu oleh beberapa warga. Diantaranya adalah Pak Rudi, Pak Supii, dan lainnya. Mereka menggunakan genset untuk menggunakan peralatan listrik seperti bor.
Remaja Sengkuang Daok sebagian adalah pengkonsumsi obat-obatan terlarang dan arak. Mereka mendapatkan uang dari bekerja menjadi buruh, ada juga mereka yang masih meminta uang orang tua namun uangnya dibelikan obat-obat tersebut. perkumpulan mereka biasanya adalah di batu (dekat jembatan menuju Trans). Rata-rata dari mereka adalah memiliki motor dan tidak bersekolah. Kebanyakan dari mereka berhenti di tengah jalan sekolahnya atau lulusan SMP. Mereka berkumpul setiap sore dari jam 4 sampai jam setengah 6. Setelah isya sekitar jam 7 mereka berkumpul lagi di tempat yang sama. Disana mereka mengobrol, merokok, dan mengkonsumsi obat-obatan ataupun mabuk. Mereka bahkan terkadang tidak suka terhadap orang yang berpendidikan tinggi seperti Hendra, Bandi, Nita, termasuk mahasiswa yang datang melakukan penelitian di Sengkuang Daok. Namun tidak semuanya dari mereka membenci hendra dan kawan-kawan. Orang tua mereka bukannya memperbolehkan anaknya melakukan hal tersebut, namun karena sudah tidak mampu lagi bagaimana caranya mengajari mereka. Selain remaja, beberapa orang tua juga ada yang tidak suka terhadap mahasiswa penelitian karena mahasiswa dianggap sebagai orang yang pintar. Kabanyakan orang pintar menurut mereka adalah orang yang suka membodohi masyarakat dengan kepintarannya. Sedangkan mereka selalu merasa bodoh. Bahkan bapak Hendra juga pikir-pikir ketika saya mau ikut untuk menoreh di kebun bapak Hendra karena takut dijauhi masyarakat. Bahkan Hendra pernah diejek dan dianggap sok ketika berteman dengan mahasiswa seperti kami. Orang-orang berpendidikan terkadang kurang dihargai disini. Hendra sering diremehkan, bahkan dianggap sok pintar, sok sekolah tinggi, nantinya juga akan menganggur. Ketika di masjid, Hendra dan Bandi juga pernah diejek karena berkumpul dengan saya. Mereka beranggapan mahasiswa sok berkumpul dengan mahasiswa. Nita adalah mahasiswa, dia bahkan tidak pernah bergaul dengan remaja di sekitarnya karena menurutnya lingkunagannya buruk jadi dia lebih memilih di rumah membantu mamak.
Buka puasa dengan keluarga Bandi dengan menu bakwan, pisang goreng, dan es cendol. Makan malam dengan menu nasi, pakis, kangkung, timun, ayam goreng, ikan nila. Lalu minum kopi atau teh atau coklat.



28 Juli 2013
Datok, Mamak, dan Pak Rin bangun jam 3 dan kembali tidur jam 5.Makan sahur dengan keluarga Pak Rin, menunya adalah nasi, mie, daun pepaya (urab), ikan teri, ikan asin, air putih, bakwan. Minum teh dan kopi. Bapak merokok gudang garam 3 batang. Nonton TV dari jam setengah 4 sampai jam 12. Listrik menyala dari jam 5 sore sampai jam 12 siang.
Uang saku Siti adalah Rp. 3000 per hari. Bapak melakukan kegiatan di rumah, menemui tamu, dan lain sebagainya. Mamak masak menggunakan roti dengan mixer untuk membuat roti sampai jam 12 siang. Kalau hari minggu mereka membuat es batu. Datok mencari jamur di dekat KM3. Datok membeli telur asin 9 butir, harganya adalah Rp. 10.000 per 3 butir. Bapak mencuci 3 motor dari jam 1 sampai jam 2. Bapak bermain badminton dari jam 4 sampai jam 5 seperempat. Mamak memasak dari jam setengah 5 sampai jam 6, menyiapkan buka. Datok mandi di sungai sekitar jam 5.
Berbuka puasa dengan keluarga pak Rin. Menunya adalah es sirup dan kue lapis. Makan malam dengan menu nasi goreng, nasi putih, ikan, dan sayur. Bapak membeli fanta botol, rokok gudang garam (Rp. 12.000), roti malkis, dan kue lapis.
Shalat tarawih, laki-laki 4 shaf, perempuan 4 shaf. Tadarus, laki-laki 6 orang, perempuan 3 orang. Kalau Datok shalat tarawih sendiri biasanya diantar oleh Erpan. Sebelum tarawih, biasanya anak-anak banyak yang bermain petasan. Sedangkan bapak-bapak merokok di depan masjid sambil menunggu adzan.
Minum kopi dan coklat sehabis tarawih dengan keluarga pak Rin.
Hendra dan bapaknya terkadang ke Kuala Buayan untuk melengkapi kebutuhan keluarga yang habis di tengah bulan. Bandi memiliki  2 motor yaitu byson dan vega R, dan juga laptop. Bandi sekeluarga mandi di kamar mandi rumah. Keluarga Hendra mandi di sungai. Keluarga pak lek terkadang mandi di sungai, terkadang mandi di kamar mandi rumah.
Awalnya gasing dimainkan oleh masyarakat Sengkuang Daok ketika musim panen padi. Maknanya adalah untuk melambangkan padi yang hampir dipanen agar segera matang dan pecah sesuai dengan pecahnya gasing ketika dimainkan.
Bagi orang Sengkuang Daok, kalau mau menghormati orang ketika akan lewat adalah dengan lewat di belakangnya sambil merunduk. Kalau terpaksa lewat di depannya adalah dengan meminta ijin lalu berjalan pelan dan merunduk.



29 Juli 2013
Mamak masak untuk makan sahur sekitar jam 2.30 WIB. Keluarga Pak Rin makan sahur sekitar jam 3. Menunya adalah nasi, telur asin, ikan asin, ikan teri, sayur daun singkong, tahu, sayur, dan air putih. Menu penutupnya adalah kue lapis, kue ijo (membuat sendiri), dan minum coklat. Nonton TV dari setengah 4 sampai jam 5. Bapak menghabiskan 1 batang rokok gudang garam. Setelah bangun tidur, Mamak mencuci piring dan pakaian sekitar jam setengah 7 pagi setiap harinya.
Pak Suparman setiap sore, belanja, dan jalan-jalan. Beliau juga sering ke Meliau untuk mengobati anaknya. Istri pak Suparman adalah ibu rumah tangga, setiap harinya mengurus rumah. Keluarga ini lebih sering menghabiskan waktu di dalam rumah. Istri pak Suparman mengikuti majlis taklim, namun cuma diam saja ketika sudah berkumpul dengan temannya di majlis taklim tersebut.
Ketika natal dan tahun baru, orang-orang Dayak Kopu suka minu-minuman arak dan bermain musik sampai pagi di depan gereja katholik. Masyarakat terkadang merasa terganggu dengan suara dan bau arak dari mereka. Namun tidak pernah ada keributan.
Penjual sayur yang mengendarai motor jupiter biru lewat sekitar jam 09.10 WIB. Nama orang tersebut adalah bang Rinto, orang Meliau. Mamak membeli ikan bawal 1 kilogram seharga Rp. 35.000. Tukang sayur dengan menggunakan smash lewat lewat sekitar jam 10.00 WIB. Mamak membeli tahu, kentang, mie kwetiau seharga Rp. 32.000. Tukang sayur dengan motor Vega ZR merah lewat sekitar jam 11.15 WIB.
Ada penjual jam dari Pontianak. Barang yang dijual adalah jam tangan, jam dinding, cincin batu akik. Penjual tersebut juga melayani jasa reparasi jam. Harga jam tangannya di kisaran ratusan ribu. Datok membeli jam tangan seharga Rp. 200.000. Mamak mengganti mesin jam dinding dengan harga Rp. 25.000.
Inventarisasi rumah Pak Rin:
1.      Pure It
2.      Lukisan masjid madinah berukuran 120 x 90 cm
3.      Sofa (panjang 1, kursi 3, meja)
4.      Foto keluarga
5.      TV 21 Inch polytron dan digital parabola Skynindo
6.      Kaset VCD dan DVD
7.      DVD 2
8.      Lemari TV
9.      Mesin jahit 2
10.  Lemari pakaian
11.  Lemari kaca tempat barang pecah belah
12.  Gergaji mesin Falcon 5200
13.  Mesin sampan Tohatsu
14.  Sampan
15.  Pompa
16.  Speaker 2
17.  Lemari kaca
18.  Lemari es
19.  Dispenser 2
20.  Magicom
21.  Kompor gas
Pak Rin memiliki kapling sawit di hamparan 48, hamparan 49, hamparan 3, hamparan 18, di trans baru (lahan pekarangan). Dulu pak Rin menikah di tahun 1998 di Trans. Lalu membangun rumah di Sengkuang Daok di tanah karet dan akhirnya  pindah pada tahun 2004. Dulu awal-awal membuat rumah masih sangat sederhana, belum ada dapur, juga belum ada lantai 2.
Berbuka puasa dengan keluarga Bandi. Menunya adalah es cincau, roti, srikaya, bakwan. Makan malam dengan menu nasi, ayam rendang, kangkung, timun, ikan nila dan sambal tomat dan sambal terasi. Lalu dilanjutkan dengan minum kopi atau teh atau coklat.
Shalat tarawih di Masjid. Jumlah laki-lakinya 3 shaf, perempuan juga 3 shaf. Dilanjutkan dengan tadarus Al-Quran. Jumlah laki-lakinya 6 orang, jumlah perempuannya 4 orang. Saya mengikuti tadarus Al Quran sampai jam 9.
Saya pergi ke rumah Pak Lek sekitar jam 9 malam bersama mbak Nita dan Wilis. Saya berencana untuk menginap disana. Pak Lek dan mamak masih menonton TV. Emi sedang bermain HP di depan rumah. Mereka tidur kira-kira jam 11 malam.



30 Juli 2013
Makan sahur dengan keluarga Emi, jam setengah 4 pagi di ruang TV. Disana ada saya, Pak Lek, mamak Emi, mbak Nita, dan Wilis. Menunya adalah nasi, kwetiau, ikan pindang, dan es kukubima. Emi tidak puasa karena dia bekerja di BHD jadi membutuhkan banyak tenaga. Apabila dia puasa kemungkinan besar adalah tidak kuat sampai sore. Emi berangkat kerja sejak jam 5. Awalnya Emi mandi di kamar mandi rumah lalu makan dengan makanan sisa habis sahur. Setelah makan sahur Pak Lek dan mamak Emi merokok sambil minum kopi. Setelah itu kami semua tidur dari jam 5 sampai jam 9 pagi.
Sebenarnya Pak Lek memiliki lahan sawit namun karena ada permasalahan dengan keluarga Hendra, maka lahannya tidak diurus. Sekarang Pak Lek masih menanam sawit di lahan karet, pohonnya masih kecil-kecil jadi belum pernah berbuah. Mamak emi sekarang sudah jarang menoreh, pemasukan keluarga saat ini adalah dari pekerjaan Pak Lek yaitu tukang batu dan bekerja serabutan. Sedangkan Emi bekerja sebagai pengumpul brondol di BHD namun uangnya digunakan untuk diri sendiri. Emi bergaji kurang lebih Rp. 75.000 perhari, tergantung dari jumlah bondol yang dikumpulkan. Emi bekerja dari jam 6 sampai jam 12 siang.
Aktivitas keluarga Pak Lek sehari-hari mulai dari jam 02.30 WIB, mamak dan Pak Lek menyiapkan untuk makan sahur dan dilanjutkan dengan makan sahur, minum kopi, teh, atau coklat sambil merokok dan nonton TV sambil menunggu subuh sampai jam 5 pagi. Ketika menonton TV, pak Lek dan Mamak suka menggunakan lampu kecil yang cahayanya lebih redup dari lampu yang biasa dinyalakan pada malam hari. Setelah itu Pak Lek dan Mamak tidur dari jam 5 sampai jam 8 pagi, sedangkan Emi baru bangun jam 5 dan mulai bersiap-siap untuk mandi, sarapan, dan berangkat ke BHD menggunakan motor. Setelah bangun tidur pak Lek mandi dan mamak mencuci. Kalau di hari biasa, mamak menoreh dari jam 6 sampai jam 12 siang sedangkan pak Lek menjadi tukang batu dari jam 7 sampai sore biasanya. Namun karena puasa mereka tidak bekerja, mereka mengurusi pekerjaan di rumah. Mamak membeli sayur, menyapu, mencuci, dan lain sebagainya. Emi pulang sekitar jam 1 lalu mandi, istirahat sampai jam 3 lalu nongkrong di batu sampai jam setengah 6 dengan teman-temannya naik motor. Pak Lek sesekali mencari burung menggunakan senapan di sekitar rumah. Mamak dari jam 2 sampai jam 3 menjadi guru ngaji di rumahnya untuk anak-anak Sengkuang Daok. Jam 4 mamak mandi di kamar mandi rumah, sedangkan Pak Lek tidak terjadwal mandinya. Mamak memasak untuk berbuka puasa mulai dari jam setengah 5. Jam 6 mereka berbuka puasa sambil nonton TV. Pak Lek dan Mamak sama-sama merokok. Makan malam dilanjutkan dengan minum kopi. Biasanya terdiri dari 3 sesi makan, yaitu:
1. Menu pembuka berupa es rasa-rasa dan makanan ringan 2 jenis.
2. Makanan inti yaitu nasi, lauk, dan sayur 2 jenis.
3. Menu penutup yaitu kopi, teh, atau coklat, dan rokok.
Jam 7 sampai jam 9 mamak dan Emi shalat tarawih ke masjid menggunakan motor dan dilanjutkan dengan tadarus, sedangkan Pak Lek menonton TV di rumah sampai jam 11. Setelah Emi pulang mereka menonton TV bertiga di rumah. Mereka tidur biasanya disekitar jam 11 malam.
Inventarisasi rumah Pak Lek:
1.      Lemari buku dan boneka
2.      Kursi plastik dan meja di ruang tamu
3.      TV sharp 21 inch dan parabola
4.      DVD Samsung
5.      Speaker aktif
6.      Kipas angin
7.      Lemari kaca untuk barang pecah belah
8.      Kulkas sharp
9.      Kompor gas
10.  Tempat air (dispenser non listrik)
11.  Foto keluarga
12.  Motor 2; Garuda dan Axelo
13.  Handpone 4
14.  Rumah panggung, lantai dan tembok dari kayu
15.  Kamar mandi cukup besar tanpa WC
16.  2 kamar tidur
17.  Senapan
18.  listrik



31 Juli 2013
Saya ikut mas Diaz berpamitan dengan pak Sa’i di KM 3.
Hasil sawit di hamparan 3 milik bang Bandi adalah 3 sampai 4 ton. Dulu membeli kapling tersebut dengan harga 10 juta, hasil panennya awal-awal dulupun hanya sekitar 500 kilogram. Sedangkan di hamparan 49 dan 50 hasilnya tiap kali panen bisa mencapai 6 ton. Dulu bapak Bandi membeli kapling di hamparan 49 dengan harga 50 juta. Setiap harinya Bapak Bandi menoreh karet di kebun milik sendiri, biasanya Bandi ikut membantu. Hasil yang diperoleh setiap harinya adalah 20 kilogram.
Bang Jumadi memiliki 2 kapling sawit, di hamparan 44 dan 45. Dulu sebelum menikah pak Jumadi pernah bekerja di Malaysia. Hasil gajiannya di Malaysia dikirim ke rumah pada orang tuanya, namun ayahnya pak Jumadi mengumpulkan uang tersebut untuk dibelikan kapling sawit. Akhirnya pak Jumadi dibelikan 1 kapling sawit oleh ayahnya. Ayahnyapun membeli 1 kapling lagi untuk diurus sendiri dari hasil uang pak Jumadi. Baru beberapa bulan yang lalu pak Jumadi juga membeli kapling di hamparan 45 seharga 60 juta dari pak Nursama. Pak nursama menjual kaplingnya karena lokasinya jauh dengan rumahnya di Kuburaya. Akhirnya pak Nursama membeli 6 hektar tanah di kuburaya. Kapling baru milik pak Jumadi dipanen setiap 2 kali sebulan biasanya beratnya 3 ton. Kalau buah sudah masak hasilnya ringan, selain itu juga banyak brondolnya dan kerjanya lebih berat untuk memanen buah yang sudah terlalu masak. Pak Jumadi membuat rumah di depan rumah pak Rin baru setahun yang lalu. Sebelumnya pak Jumadi tinggal bersama bapaknya di samping masjid Sengkuang Daok. Pak Jumadi memiliki 2 anak yaitu Ayu kelas 2 SD dan Ratih belum sekolah. Pak jumadi memiliki TV partabola dan 1 motor Vega R.
Tanggal 1 dan 2 Agustus saya melakukan perjalanan pulang ke Jogja.



0 comments:

Post a Comment