Pernahkah
Anda membayangkan jika harus hidup tanpa ada orang lain? Mungkin Anda tidak
akan dapat hidup seperti sekarang ini. Suatu penelitian pernah dilakukan
terhadap seorang anak yang diisolasi dari manusia lain. Anak tersebut disekap
dalam suatu ruangan tanpa dikenalkan dengan dunia luar, dan hanya diberi makan
minum. Ternyata dalam waktu yang cukup lama, si anak tersebut tidak tahu cara
untuk makan, berbicara, dan menyapa. Akibatnya anak tersebut tidak berperilaku
seperti manusia. Lama kelamaan karena anak tersebut tidak mampu beradaptasi
dalam mempertahankan hidupnya, anak tersebut kemudian meninggal.
1. Pengertian Interaksi Sosial
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu berhubungan antara
yang satu dan yang lainnya, sejak bangun pagi hingga tidur malam. Hubungan
antarmanusia sebagai makhluk sosial dapat dicirikan dengan adanya tindakan
untuk berhubungan. Tindakannya tersebut dapat memengaruhi, mengubah, atau
memperbaiki perilaku individu lain, atau sebaliknya. Tindakan seperti ini
dinamakan interaksi sosial. Interaksi sosial akan menyebabkan kegiatan hidup seseorang
semakin bervariasi dan kompleks. Interaksi sosial merupakan intisari kehidupan
sosial. Artinya, kehidupan sosial dapat terwujud dalam berbagai bentuk
pergaulan. Melakukan bersalaman, menyapa, berbicara dengan orang lain, sampai
perdebatan yang terjadi di sekolah merupakan contoh interaksi sosial. Pada
gejala seperti itulah, kita menyaksikan salah satu bentuk kehidupan sosial. Sejak
kapan manusia melakukan interaksi sosial? Sejak manusia lahir ke dunia, proses
interaksi sudah mulai dilakukan walaupun terbatas pada hubungan yang dilakukan
seorang bayi terhadap ibunya. Interaksi sosial erat kaitannya dengan naluri
manusia untuk selalu hidup bersama dengan orang lain dan ingin bersatu dengan lingkungan
sosialnya. Naluri ini dinamakan gregariousness. Interaksi dapat terjadi apabila salah seorang (individu)
melakukan aksi terhadap orang lain dan kemudian mendapatkan balasan sebagai reaksinya.
Jika salah satu pihak melakukan aksi dan pihak yang lain tidak melakukan
reaksi, interaksi tidak akan terjadi. Misalnya, seseorang berbicara dengan
patung atau gambar maka tidak akan menimbulkan reaksi apapun. Oleh karena itu,
interaksi sosial dapat terjadi apabila dua belah pihak saling berhubungan dan
melakukan tindakan timbal balik (aksi-reaksi).
Dari pengertian tersebut, dapat digarisbawahi bahwa
interaksi sosial memiliki dua syarat utama, yaitu:
a.
adanya kontak sosial, aksi-reaksi yang meliputi kontak primer melalui
berhadapan langsung (face to face) dan kontak sekunder, yaitu kontak sosial yang
dilakukan melalui perantara, seperti melalui telepon, orang lain, dan surat
kabar;
b.
adanya komunikasi sosial, baik langsung (tanpa perantara) maupun tidak
langsung, yaitu melalui media komunikasi. Tidak selamanya kontak diikuti oleh
komunikasi. Contohnya ketika akan bicara maka seseorang akan bertemu dengan lawan
bicaranya. Berarti untuk berkomunikasi, seseorang harus melakukan kontak
terlebih dulu.
2. Faktor-Faktor Interaksi Sosial
Pernahkah Anda bertemu dengan orang yang juga sedang menatap
Anda, tetapi kemudian berlalu begitu saja? Tentu pernah. Pada kejadian tersebut
terjadi peristiwa kontak (saling memandang), tetapi tidak terjadi komunikasi.
Adapun yang mendorong terjadinya interaksi sosial dipengaruhi (digerakkan) oleh
faktor-faktor dari luar individu. Terdapat empat faktor yang menjadi dasar
proses interaksi sosial, yaitu sebagai berikut.
a. Imitasi
Berarti meniru perilaku dan tindakan orang lain.
Sebagai suatu proses, imitasi dapat berarti positif apabila yang ditiru
tersebut adalah perilaku individu yang baik sesuai nilai dan norma masyarakat. Akan
tetapi, imitasi bisa juga berarti negatif apabila sosok individu yang ditiru
adalah perilaku yang tidak baik atau menyimpang dari nilai dan norma yang
berlaku di masyarakat. Contohnya sebagai berikut.
1) Seorang siswa meniru penampilan selebritis yang ada di
televisi, seperti rambut gondrong (panjang), memakai anting, memakai gelang dan
kalung secara berlebihan. Tindakan seperti itu dapat mengundang reaksi dari
masyarakat yang menilai penampilan itu sebagai urakan ataupun tidak sopan.
2) Seorang balita mulai mengucapkan kata-kata yang diajari ayah atau
ibunya.
Terdapat beberapa syarat bagi seseorang sebelum melakukan imitasi,
yaitu:
1) adanya minat dan perhatian yang cukup besar terhadap hal yang akan
ditiru;
2) adanya sikap mengagumi hal-hal yang diimitasi;
3) hal yang akan ditiru cenderung mempunyai penghargaan sosial yang
tinggi.
b. Sugesti
Sugesti merupakan suatu proses yang menjadikan seorang
individu menerima suatu cara atau tingkah laku dari orang lain tanpa kritik
terlebih dahulu. Akibatnya, pihak yang dipengaruhi akan tergerak mengikuti
pandangan itu dan menerimanya secara sadar atau tidak sadar tanpa berpikir
panjang. Misalnya, seorang siswa bolos sekolah karena diajak temannya bermain.
Tanpa diamati manfaatnya, ajakan tersebut diterima dan dilaksanakannya.
Sugesti biasanya dilakukan oleh orang-orang yang
berwibawa atau memiliki pengaruh besar di lingkungan sosialnya. Akan tetapi, sugesti
dapat pula berasal dari kelompok besar (mayoritas) terhadap kelompok kecil
(minoritas) ataupun orang dewasa terhadap anak-anak. Cepat atau lambatnya proses
sugesti ini sangat bergantung pada usia, kepribadian, kemampuan intelektual,
dan keadaan fisik seseorang. Misalnya, seorang kakak akan lebih mudah
menganjurkan adiknya untuk rajin belajar agar menjadi anak yang pintar,
daripada sebaliknya.
Sugesti dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu sebagai
berikut.
1) Sugesti kerumunan (crowd suggestion)
adalah penerimaan yang bukan didasarkan pada penalaran, melainkan karena keanggotaan
atau kerumunan. Contohnya, adanya tawuran antarpelajar. Siswa-siswa yang
terlibat dalam tawuran pada umumnya dilakukan atas dasar rasa setia kawan.
2) Sugesti negatif (negative suggestion)
ditujukan untuk menghasilkan tekanan-tekanan atau pembatasan tertentu.
Contohnya, seorang pemuda akan mengancam kekasihnya apabila cintanya berpaling
kepada pemuda lain sehingga kekasih pemuda tersebut akan menurut.
3) Sugesti prestise (prestige suggestion)
adalah sugesti yang muncul sebagai akibat adanya prestise orang lain.
Contohnya, tokoh masyarakat menganjurkan agar semua warganya melakukan kerja
bakti membersihkan lingkungan maka anjuran tersebut akan dilaksanakan tanpa
didahului dengan proses berpikir.
c. Identifikasi
Identifikasi adalah kecenderungan dalam diri seseorang
untuk menjadi sama dengan orang lain. Identifikasi merupakan bentuk lebih
lanjut dari proses imitasi dan proses sugesti yang pengaruhnya cukup kuat.
Orang lain yang menjadi sasaran identifikasi dinamakan idola. Contohnya seorang
remaja mengidentifikasikan dirinya dengan seorang penyanyi terkenal yang ia
kagumi. Kemudian, ia akan berusaha mengubah penampilan dirinya agar sama dengan
penyanyi idolanya, mulai dari model rambut, pakaian, gaya bicara, bahkan sampai
makanan kesukaan. Sikap, perilaku, keyakinan, dan pola hidup yang menjadi idola
akan melembaga bahkan menjiwai para pelaku identifikasi sehingga sangat
berpengaruh terhadap pembentukan dan perkembangan kepribadiannya.
d. Simpati
Simpati merupakan faktor yang sangat penting dalam
proses interaksi sosial, yang menentukan proses selanjutnya. Simpati merupakan proses
yang menjadikan seseorang merasa tertarik kepada orang lain. Rasa tertarik ini
didasari oleh keinginan untuk memahami pihak lain dan memahami perasaannya
ataupun bekerja sama dengannya. Dengan demikian, simpati timbul tidak atas
dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaan semata-mata,
seperti pada proses identifikasi. Contohnya, ucapan turut sedih dan rasa bela
sungkawa kepada teman yang tertimpa musibah; mengucapkan selamat dan turut bergembira
kepada orang lain yang menerima kebahagiaan. Dibandingkan ketiga faktor
interaksi sosial sebelumnya, simpati terjadi melalui proses yang relatif lambat,
namun pengaruh simpati lebih mendalam dan tahan lama. Agar simpati dapat
berlangsung, diperlukan adanya saling pengertian antara kedua belah pihak.
Pihak yang satu terbuka mengungkapkan pikiran ataupun isi hatinya. Adapun pihak
yang lain mau menerimanya. Itulah sebabnya, simpati dapat menjadi dasar
terjalinnya hubungan persahabatan.
3. Pola Interaksi Sosial
Bentuk jalinan interaksi yang terjadi antara individu
dan individu, individu dan kelompok, dan kelompok dan kelompok bersifat dinamis
dan mempunyai pola tertentu. Apabila interaksi sosial tersebut diulang menurut
pola yang sama dan bertahan untuk jangka waktu yang lama, akan terwujud
hubungan sosial yang relatif mapan.
Pola interaksi sosial memiliki ciri-ciri sebagai
berikut.
a. Berdasarkan kedudukan sosial (status) dan peranannya.
Contohnya, seorang guru yang berhubungan dengan muridnya harus mencerminkan perilaku
seorang guru. Sebaliknya, siswa harus menaati gurunya.
b. Merupakan suatu kegiatan yang terus berlanjut dan berakhir pada
suatu titik yang merupakan hasil dari kegiatan tadi. Contohnya, dari adanya
interaksi, seseorang melakukan penyesuaian, pembauran, terjalin kerja sama,
adanya per-saingan, muncul suatu pertentangan, dan seterusnya.
c. Mengandung dinamika. Artinya, dalam proses interaksi sosial terdapat
berbagai keadaan nilai sosial yang diproses, baik yang mengarah pada
kesempurnaan maupun kehancuran. Contohnya, penerapan nilai-nilai agama dalam
kehidupan masyarakat dapat menciptakan keteraturan sosial.
d. Tidak mengenal waktu, tempat, dan keadaan tertentu. Berarti interaksi
sosial dapat terjadi kapan dan di manapun, dan dapat berakibat positif atau
negatif terhadap kehidupan masyarakat. Contohnya, sebuah sekolah yang terkenal
memiliki disiplin dan tata tertib yang ketat dan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat,
pada suatu ketika menjadi tercemar karena ada siswanya yang melakukan tindakan
amoral. Klasifikasi interaksi sosial. Berdasarkan bentuknya, interaksi sosial
dapat diklasifikasikan menjadi tiga pola, yaitu sebagai berikut.
a. Pola Interaksi Individu dengan Individu
Dalam mekanismenya, interaksi ini dipengaruhi oleh
pikiran dan perasaan yang mengakibatkan munculnya beberapa fenomena, seperti
jarak sosial, perasaan simpati dan antipati, intensitas, dan frekuensi
interaksi. Jarak sosial sangat dipengaruhi oleh status dan peranan sosial. Artinya,
semakin besar perbedaan status sosial, semakin besar pula jarak sosialnya, dan
sebaliknya.
Anda mungkin pernah menyaksikan “si kaya” (bersifat
superior) yang suka menjaga jarak dengan “si miskin” (bersifat inferior) dalam
pergaulan sehari-hari karena adanya perbedaan status sosial di antara mereka.
Apabila jarak sosial relatif besar, pola interaksi yang terjadi cenderung
bersifat vertikal, sebaliknya apabila jarak sosialnya kecil (tidak tampak),
hubungan sosialnya akan berlangsung secara horizontal. Simpati seseorang
didasari oleh adanya kesamaan perasaan dalam berbagai aspek kehidupan. Sikap
ini dapat pula diartikan sebagai perasaan kagum atau senang terhadap orang lain
ketika salah satu pihak melakukan sebuah tindakan ataupun terjadi interaksi di antara
keduanya. Adapun antipati muncul karena adanya perbedaan penafsiran terhadap
sesuatu sehingga menimbulkan perasaan yang berbeda dengan pihak lain. Dua orang
saudara bisa saja tidak saling mengenal akibat intensitas dan frekuensi
interaksi di antara keduanya tidak ada atau jarang sekali terjadi. Akan tetapi,
dua orang yang baru berkenalan bisa saja menjadi sahabat bahkan saudara karena
intensitas dan frekuensi interaksinya yang sering.
Pola interaksi individu dengan individu ditekankan
pada aspek aspek individual, yang setiap perilaku didasarkan pada keinginan dan
tujuan pribadi, dipengaruhi oleh sosio-psikis pribadi, dan akibat dari hubungan
menjadi tanggung jawabnya. Contohnya, seseorang sedang tawar menawar barang
dengan pedagang di kaki lima; dua insan sedang berkasih-kasihan; orang-orang
bertemu di jalan dan saling menyapa.
b. Pola Interaksi Individu dengan Kelompok
Pola ini merupakan bentuk hubungan antara individu dan
individu sebagai anggota suatu kelompok yang menggambarkan mekanisme kegiatan
kelompoknya. Dalam hal ini, setiap perilaku didasari kepentingan kelompok,
diatur dengan tata cara yang ditentukan kelompoknya, dan segala akibat dari
hubungan merupakan tanggung jawab bersama. Contohnya, hubungan antara ketua
dengan anggotanya pada karang taruna tidak dikatakan sebagai hubungan
antarindividu, tetapi hubungan antarindividu dengan kelompok sebab
menggambarkan mekanisme kelompoknya.
c. Pola Interaksi Kelompok dengan Kelompok
Hubungan ini mempunyai ciri-ciri khusus berdasarkan
pola yang tampak. Pola interaksi antarkelompok dapat terjadi karena aspek etnis,
ras, dan agama, termasuk juga di dalamnya perbedaan jenis kelamin dan usia,
institusi, partai, organisasi, dan lainnya. Misalnya, kehidupan dalam
masyarakat yang saling berbaur walaupun mereka berbeda agama, etnis atau ras;
rapat antar fraksi di DPR yang membahas tentang RUU.
3. Tahapan dalam Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan suatu proses sosial. Dalam
hal ini, terdapat tahapan yang bisa mendekatkan dan tahapan yang bisa
merenggangkan orang-orang yang saling berinteraksi. Tahap yang mendekatkan
diawali dari tahap memulai (initiating), menjajaki (experimenting), meningkatkan (intensifying), menyatupadukan (integrating), dan mempertalikan (bonding).
Contohnya, pada saat Anda memulai masuk sekolah, kemudian menjajaki hubungan
dengan orang lain melalui tegur sapa, saling berkenalan, dan bercerita. Hasil
penjajakan ini dapat menjadi dasar untuk memutuskan apakah hubungan Anda akan
ditingkatkan atau tidak dilanjutkan. Jika hubungan sudah semakin meningkat, biasanya
muncul perasaan yang sama atau menyatu untuk kemudian menjalin tali
persahabatan. Pada tahap yang meregangkan, dimulai tahap membeda-bedakan (differentiating), membatasi (circumscribing), menahan (stagnating), menghindari (avoiding), dan memutuskan (terminating). Contohnya, di antara dua orang yang dahulunya selalu bersama.
Kemudian, mulai melakukan kegiatan sendiri-sendiri. Oleh karena sering tidak bersama
lagi, pembicaraan di antara mereka pun mulai dibatasi. Dalam hal ini, antar individu
mulai saling menahan sehingga tidak terjadi lagi komunikasi. Hubungan lebih
mengarah pada terjadinya konflik sehingga walaupun ada komunikasi hanya
dilakukan secara terpaksa.
Daftar Pustaka
Bagja, Waluya. 2009. Sosiologi
1 : Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat untuk Kelas X Sekolah Menengah Atas
/ Madrasah Aliyah. Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan
Nasional.
0 comments:
Post a Comment